loading...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Untuk menghindari disinterprestasi
(kesalahpahaman) dalam memahami judul skripsi ini, maka penulis memandang perlu
untuk memberikan penegasan serta pembatasan lebih lanjut mengenai
istilah-istilah dan maksud yang ada pada judul skripsi ini. Dalam judul ada
beberapa istilah yang perlu penulis jelaskan dan dapat diuraikan sebagai
berikut :
- Konsep Diri
Konsep
diri menurut Hurlock dalam Catur merupakan pengertian dan harapan seseorang
mengenai bagaimana dirinya yang dicita-citakan dan bagaimana dirinya dalam
realita yang sesungguhnya, baik secara fisik maupun psikologiknya.[1]
Konsep diri seseorang berkaitan dengan kepribadiannya. Kalau kepribadian
seseorang dapat diamati dari perilakunya dalam berbagai situasi dari pola
reaksinya maka konsep diri tidak langsung dapat diamati seperti halnya perilaku
ekspresi seseorang, konsep diri terlihat dari pola reaksi seseorang dapat
diamati dari reaksi yang tetap yang mendasari pola perilakunya.
Dalam
penelitian ini penulis menegaskan ada 2 macam konsep diri yaitu konsep diri
positif dan negatif. Seperti orang yang memiliki pola perilaku optimis, tidak
mudah menyerah dan selalu ingin mencoba pengalaman yang baru yang dianggap
berguna, pola perilaku tersebut merupakan pencerminan konsep diri positif.
Sebaliknya orang yang menganggap kurang mampu, takut menghadapi hal-hal yang
baru dan takut tidak berhasil maka perihal tersebut merupakan pencerminan dari
konsep diri negatif.
2. Sikap
Sikap atau attitude adalah kecenderungan untuk memberikan
penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek yang dihadapi. Pergaulan bebas
adalah pergaulan yang tidak mengenal batas norma dan adat yang ada di
lingkungannya. Sikap dikatakan sebagai respon evaluatif. Respons hanya akan
timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya
reaksi yang dinyatakan sebagai sikap tersebut, timbulnya didasari oleh proses
evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam
bentuk nilai baik- buruk, positif- negatif,
menyenangkan- tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai
potensi reaksi terhadap obyek sikap.[2]
Berdasarkan definisi di atas maka penelitian ini penulis
menekankan pada respons atau sikap remaja terhadap pergaulan bebas. Sikap atau
responsnya cenderung menerima atau menolak terhadap pergaulan bebas.
3. Pergaulan Bebas
Menurut Sarwono dalam Catur pergaulan bebas adalah pergaulan
yang melibatkan pembauran antara laki-laki dan perempuan dengan tidak
mengindahkan norma dan adat yang ada dilingkungannya.
Dalam definisi di atas penulis menekankan pada pergaulan
bebas seperti pacaran di luar batas, kumpul kebo, seks di luar nikah dan
lain-lain.
4. Remaja
Remaja merupakan masa
transisi kehidupan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai
dengan perubahan-perubahan fisik dan psikologisnya. Dalam penelitian ini
penulis menekankan pada remaja yang berusia 12 sampai 22 tahun.
B. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam kehidupannya selalu
membutuhkan orang sebagai teman hidup, karena manusia tidak dapat hidup
sendirian. Dalam menjalani kehidupannya manusia menempati lingkungan tertentu,
sehingga manusia tersebut dapat melakukan peranannya dan dapat memenuhi kebutuhannya,
yang menyebabkan manusia berbuat dan bertindak sebagai makhluk sosial. Manusia
sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan pergaulan dengan orang lain, agar
mencapai taraf tingkah laku yang baik dalam hidupnya. Setiap individu bereaksi
atau berinteraksi satu dengan yang lainnya, baik kelompok maupun dalam
masyarakat. Dengan adanya interaksi ini akan menyebabkan adanya pergaulan antar
individu dalam kelompok ataupun dalam masyarakat.
Dalam interaksi sosial ini terjadi
proses pengaruh mempengaruhi, imitasi dan identifikasi, yang akhirnya akan
terjadi perubahan sosial. Perubahan sosial yang tidak disertai dengan kesiapan
diri dan peningkatan kehidupan spiritual menyebabkan mudah terjadinya pergaulan
bebas antara laki-laki dan perempuan.
Dengan kebutuhannya terhadap orang
lain maka manusia harus saling kenal mengenal agar dapat bergaul satu dengan
yang lain seperti Firman Allah dalam surat
Al-Hujurat ayat 13 :
Artinya: Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(QS Al-Hujurat ayat 13)[3]
Pergaulan merupakan suatu hubungan
antara manusia yang tidak dapat dihindarkan akan tetapi pergaulan ini
seringkali menimbulkan persoalan, sehingga justru menimbulkan kesulitan bagi
orang yang bersangkutan. Pergaulan yang mengakibatkan timbulnya kesulitan,
kurang membantu kelancaran hidup bahkan menimbulkan kegoncangan jiwa dan akan
menghambat dan merugikan individu yang bersangkutan.
Menurut Simanjuntak dalam Catur,
pergaulan yang dilakukan oleh manusia akan mengakibatkan timbulnya persamaan
dan perbedaan kepentingan, kewajiban dan hak. Kalau hal ini tidak diatur akan
timbul kekacauan dan kerusakan. Pada hakikatnya pergaulan manusia harus tertuju
pada keamanan. Ketentraman dan keselamatan maka akan menimbulkan suatu
pergaulan yang hampir meremehkan moral, yang dengan kata lain disebut pergaulan
bebas.[4]
Masyarakat Indonesia sedang mengalami
perubahan sosial yang cepat akibat bertemunya berbagai kebudayaan dunia.
Masyarakat Indonesia
cenderung untuk mengikuti cara berpakaian, gaya hidup ataupun pergaulannya.
Masyarakat sebagai lingkungan yang
terluas bagi remaja dan sekaligus paling banyak menawarkan pilihan dari mulai gaya hidup, nilai-nilai
dan perilaku yang sebelumnya telah tertanam dalam diri remaja.
Secara fenomenal kebudayaan dalam era
globalisasi mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan jiwa keagamaan, khususnya dikalangan generasi muda. Meskipun dalam
sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam
kesemarakannya, namun dalam kehidupan masyarakat global yang cenderung sekuler
barangkali akan ada pengaruhnya terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan pada
generasi muda.
Dalam kehidupan remaja selalu datang
kebudayaan yang belum tentu positif pengaruhnya bagi kehidupan remaja. Remaja
yang selektif akan mempelajari dan menerima kebudayaan yang baru untuk menambah
wawasan bagi dirinya, dan sebaliknya remaja yang berkonsep diri negatif akan
mudah terbawa arus sehingga akan terjerumus dalam kebudayaan yang merusak
kepribadiannya dan remaja tersebut akan mengalami keguncangan jiwa yang
menjerumus kearah kenakalan remaja atau pergaulan bebas yang tidak Islami.
Menurut Sarwono dalam Primaria
pergaulan bebas merupakan pergaulan yang tidak mengenal batas norma dan adat
yang ada dilingkungannya.[5]
Remaja dalam menghadapi tantangan
hidupnya perlu mendapatkan perhatian semua pihak. Namun demikian sebagai remaja
mereka harus menyadari bahwa masa depan mereka ada ditangan mereka sendiri.
Masa depan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, kebudayaan dan
keluarga, akan tetapi faktor yang paling menentukan masa depan bagi remaja
adalah remaja itu sendiri.
Masalah yang dihadapi remaja sangat
kompleks karena pertumbuhan fisik dan mentalnya. Remaja harus menyesuaikan dari
terhadap tuntutan dirinya dan harapan lingkungan yang mengakibatkan adanya
perubahan pada kepribadiannya oleh karena itu remaja terkadang merasa gelisah
dan cemas. Lingkungan yang baru dan norma yang ada pada lingkungan sering
dirasa sebagai suatu keadaan yang menghambat remaja di dalam menyatakan dirinya
secara wajar. Kondisi remaja yang seperti ini mengakibatkan kegagalan dalam
menyesuaikan diri dan pencapaian konsep diri yang mantap karena ketidakmampuan
dirinya berperilaku sebagai remaja yang bertanggungjawab.
Sikap dan pandangan individu terhadap
seluruh keadaan dirinya merupakan pengertian konsep diri. Seseorang yang
memiliki konsep diri yang baik akan mampu menghadapi tuntutan dari dalam diri
maupun dari luar dirinya. Sebaliknya seseorang yang memiliki konsep diri
negatif kurang mempunyai keyakinan diri, merasa kurang yakin dengan kepuasannya
sendiri dan cenderung mengandalkan opini dari orang lain dalam memutuskan. Dan
tiap orang memiliki konsep diri yang berbeda-beda, meskipun tidak ada yang
orang yang betul-betul sepenuhnya berkonsep diri positif atau negatif.
Konsep diri merupakan serangkaian
pendapat individu mengenai dirinya. Seseorang yang memiliki konsep diri positif
akan mampu menjalani kehidupannya berdasarkan al-Qur’an dan hadist, akan tetapi
remaja yang berkonsep diri negatif perilaku mereka tidak didasari oleh
al-Qur’an dan hadist sehingga mereka cenderung mempunyai perilaku dan harapan
yang rendah terhadap keberhasilannya.
Al-Qur’an ataupun hadist sangat
menentukan dalam membentuk konsep diri seseorang. Karena konsep diri berperan
dalam menentukan keberhasilan dan kegagalan remaja serta sangat mempengaruhi
kepribadiannya dalam masyarakat.[6]
Keadaan serba tidak tahu banyak
terjadi di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Dan
ini sangat berbahaya pada masyarakatnya dan akan menimbulkan kebingungan, sebab
masyarakat tidak tahu akan dirinya sendiri dan mereka harus berhadapan dengan
pola kehidupan masyarakat Barat yang tidak berdasarkan atas al-Qur’an dan
Hadist.
Dalam keadaan yang demikian remaja
butuh suatu pegangan dalam dirinya yaitu suatu kejelasan konsep yang dapat
dijadikan sarana untuk bertingkah laku dalam menghadapi segala masalah
hidupnya.
C. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah konsep diri remaja?
2.
Bagaimana
sikap remaja terhadap pergaulan bebas?
3.
Apakah ada hubungan antara konsep diri dengan
sikap terhadap pergaulan bebas remaja
di Kampung Joyonegaran Kelurahan Wirogunan Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta?
D. Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui konsep diri remaja.
2.
Untuk mengetahui sikap remaja
terhadap pergaulan bebas.
3.
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konsep diri dengan sikap
terhadap pergaulan bebas remaja di Kampung Joyonegaran Kelurahan
Wirogunan Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta.
E. Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah:
1.
Kegunaan Teoritis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan ilmu dakwah, khususnya dalam hal
bimbingan konseling terhadap
remaja yang berkonsep diri negatif.
2.
Kegunaan Praktis
Dapat memberikan tambahan wawasan pengetahuan bagi
konselor untuk menentukan suatu metode dalam melakukan konseling terhadap
remaja yang berkonsep diri negatif.
F. Kerangka Teori
1. Sikap
a. Pengertian Sikap
Sikap atau attitude adalah
kecenderungan untuk memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap obyek
yang dihadapi.[7]
Ajzen dan Fishbein dalam Alimatul
mengemukakan sikap merupakan perasaan yang mendalam seseorang terhadap suatu
objek sikap, perasaan tersebut dapat positif maupun negatif. Sedangkan
Trurstone dalam Alimatul mengatakan suatu tingkatan perasaan, baik yang
mendukung atau favorabel, atau yang tidak mendukung atau unfavorabel terhadap
objek sikap tersebut.[8]
W.A Gerungan berpendapat bahwa
attitude dapat diterjemahkan dengan kata sikap terhadap objek tertentu, yang
dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai
oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek. Jadi
attitude lebih tepat diartikan sebagai sikap dan kesediaan bereaksi terhadap
sesuatu hal.[9]
Sikap menurut Louis Thurstone, Rensis
Linkert, Charles Osgood adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.[10]
Menurut Berkowitz sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan
mendukung atau memihak (favorabel) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak
memihak (unfavorabel) pada objek tersebut.[11]
Pengertian lain mengenai sikap
dikemukakan oleh Secord dan Backman sikap sebagai keteraturan tertentu dalam
hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi)
seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.[12]
Artinya: Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu
sendiri. (Al-Maaidah:105)[13]
Menurut Cacioppo dan petty bahwa
sikap merupakan evaluasi atau penilaian seseorang terhadap objek sikap yang
tercermin dalam suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, mendukung atau
tidak mendukung sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap tersebut.[14]
b. Struktur Sikap
Dari strukturnya sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang, yaitu :
1)
Komponen Kognitif (cognitive)
Komponen kognitif berisi persepsi
kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek
sikap.[15]
Mann menjelaskan komponen kognitif
berisi persepsi, kepercayaan dan stereotype yang dimiliki individu mengenai
sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan
(opini), terutama apabila menyangkut masalah isyu, atau problem yang
kontroversal.[16]
Krech dkk. dalam Alimatul, menyatakan
komponen kognitif terbentuk dari pengetahuan atau kepercayaan yang dimiliki
seseorang terhadap objek sikap, pengetahuan tersebut diperoleh dari informasi
mengenai objek sikap, dan informasi ini dapat melalui pengalaman pribadi atau
didapat dari orang lain, dari pengetahuan ini terbentuk keyakinan seseorang
mengenai objek sikap.[17]
2) Komponen
Afektif
Komponen afektif menyangkut masalah
emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap secara umum komponen
ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
Mann berpendapat bahwa komponen
afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan perasaan
menyangkut masalah emosional.[18]
Komponen afektif merupakan emosional subjektif seseorang
terhadap objek sikap yang berkaitan dengan perasaan seseorang mendukung tidak mendukung, atau suka tidak suka
terhadap suatu objek sikap.[19]
3) Komponen
Konatif
Komponen konatif atau konsep perilaku
dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan
berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang
dihadapinya. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen
konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung
saja, akan tetapi meliputi pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan
atau perkataan yang diucapkan seseorang.[20]
Brigham dan Azwar dalam Alimatul
menyebut sebagai behavior component
yaitu kecenderungan untuk berperilaku yang ada dalam diri seseorang yang
berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Dengan demikian komponen konatif
ini adalah kecenderungan seseorang untuk bertindak, yaitu menjauhi, atau
mendekati terhadap suatu objek sikap.[21]
c. Ciri-ciri Sikap, yaitu :
1)
Sikap tidak dibawa sejak lahir,
karena sikap didapat melalui proses belajar dan pengalaman.
2)
Sikap selalu berhubungan dengan
objek yang dipersepsi oleh individu.
3)
Sikap melibatkan perasaan dan
motivasi.
4)
Sikap dapat berlangsung
sebentar, tetapi dapat menetap, tergantung kuat tidaknya keyakinan seseorang
terhadap objek sikap tersebut.[22]
d. Faktor-faktor Dalam Pembentukan
Dan Perubahan Sikap
1) Faktor-faktor Pembentukan Sikap :
a) Pengalaman
Pribadi
Untuk
dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan
kesan yang kuat, karena sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman
pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi. Penghayatan akan
pengalaman akan lebih mudah mendalam dan lebih lama berbekas.
Middlebrook menyatakan bahwa tidak
adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan
membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.[23]
b) Pengaruh
Orang Lain Yang Dianggap Penting
Middlebrook pada masa anak-anak dan remaja, orang tua
biasanya menjadi figure yang paling berarti bagi anak. Interaksi antara anak
dan orang tua merupakan determinan utama sikap anak. Sikap orang tua dan sikap
anak cenderung untuk selalu sama sepanjang hidup.[24]
Gerungan menambahkan bahwa dalam keluarga seseorang
merasakan adanya hubungan batin karena norma-norma kebudayaan serta
sikap-sikapnya terhadap berbagai hal adalah sesuai dengan diri pribadinya.
Dengan demikian dari keluarga pula seseorang memperoleh norma-norma dasar dan
sikap-sikap pertama.[25]
c) Pengaruh
Kebudayaan
Burrhus Frederic Skinner menekankan pengaruh lingkungan
termasuk kebudayaan dapat membentuk pribadi seseorang. Kepribadian tidak lain
dari pada perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang
kita alami.[26]
d) Media
Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti TV, radio, surat kabar, majalah dll
mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang
lain. Gerungan berpendapat bahwa media massa
berpengaruh besar dalam membentuk dan merubah sikap. Radio, TV, surat kabar, majalah dll
relatif mudah membentuk sikap orang banyak.[27]
e) Lembaga
Pendidikan Dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu
sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan
dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman antara baik
dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan,
diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat
menentukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya
kemudian konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap
sesuatu hal.[28]
f) Pengaruh
Faktor Emosional
Suatu bentuk sikap kadang-kadang didasari oleh emosi
yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara
dan segera berlalu begitu frustasi hilang akan tetapi dapat pula merupakan
sikap yang lebih persisten dan tahan lama.[29]
Gerungan memberi istilah faktor ini dengan faktor intern
atau faktor individu itu sendiri, karena itu faktor ini justru menjadi penentu,
apakah objek sikap tertentu itu akan diterima, apakah tidak. Adanya aksi dari
luar akan diseleksi oleh subjek pemilik sikap, apakah positif atau negatif,
apakah cocok dengan hal yang telah diketahui sebelumnya ataukah tidak, apakah menyenangkan
atau menjerumuskan.[30]
2) Faktor-faktor
Perubahan Sikap :
Kelman
menyebutkan secara khusus tentang proses yang mempengaruhi perubahan sikap
adalah:
a)
Kesediaan, dimana individu
bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau dari kelompok lain untuk
memperoleh reaksi atau tanggapan positif dari orang lain.
b)
Proses identifikasi, terjadi apabila individu meniru perilaku
atau sikap seseorang dikarenakan sikap tersebut sesuai yang dipilihnya.
c)
Proses imitasi, dimana proses
ini terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menurut
pengaruh dari luar karena sikap tersebut sesuai dengan nilai yang dianutnya.[31]
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluatif atau reaksi perasaan seseorang
terhadap objek adalah mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable).
Dapat dikatakan juga bahwa sikap merupakan suatu kesiapan mental dalam suatu
tingkah laku yang dinyatakan langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan sikap adalah faktor dari dalam dan faktor dari luar.
Adapun proses perubahan dan pembentukan sikap adalah kesediaan, proses
identifikasi serta proses internalisasi. Sikap juga merupakan kecenderungan
untuk bertingkah laku terhadap suatu objek, objek sikap berupa orang, benda
atau situasi tertentu.
2. Pengertian Pergaulan Bebas
Pergaulan
merupakan suatu hubungan yang meliputi suatu tingkah laku individu. Pergaulan
antar sesama manusia harus bertujuan pada keamanan, ketentraman, kesenangan dan
keselamatan. Apabila dalam pergaulan khususnya remaja yang tidak bertujuan pada
keamanan, ketentraman, kesenangan dan keselamatan, maka akan menimbulkan suatu
pergaulan atau hubungan yang meremehkan moral.
Pergaulan
bebas dan kenakalan remaja tidak dapat dilepaskan dari konteks kondisi sosial
budaya jamannya. Pergaulan bebas dan kenakalan remaja berkaitan dengan
kehidupan remaja yang pengaruh sosial dan kebudayaannya memainkan peranan yang besar dalam pembentukan dan
pengkondisian tingkah laku.
Menurut
Gunarsa dalam Catur menyatakan pergaulan bebas adalah suatu pergaulan yang luas
antara pemuda-pemudi pergaulan yang terbatas antara muda mudi yang berarti
adanya suatu kekhususan, sehingga orang mengatakan bahwa kedua muda mudi
tersebut berpacaran.[32]
Pengalaman
berpacaran berpengaruh terhadap pergaulan bebas antara lawan jenis pada remaja.
Hal ini disebabkan karena pacaran merupakan proses yang secara pasti dan
perlahan-lahan menuju kearah keintiman yang lebih jauh sehingga berakibat
semakin meningkatnya keinginan-keinginan seksual.
Menurut
Sarwono pergaulan bebas merupakan pergaulan yang tidak mengenal batas norma dan
adat yang ada dilingkungannya. Dalam pergaulan bebas yakni bergaul dengan siapa
saja tidak pandang laki-laki ataupun perempuan.
a.
Fakta-fakta Yang Mempengaruhi Pergaulan Bebas
Pada Remaja
Menurut Gunarsa fakta-fakta yang mempengaruhi pergaulan bebas
, yaitu :
1)
Waktu, dengan adanya waktu
luang yang tidak bermanfaat akan lebih mudah menimbulkan adanya pergaulan
bebas. Dalam arti remaja putra-putri yang mementingkan hura-hura dan berkumpul
dan bergadang akan lebih mudah terbawa arus pergaulan bebas.
2)
Kurangnya pelaksanaan ajaran
agama secara konsekuen, terutama sekali bagi remaja yang kurang melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya.
3)
Kurangnya pengawasan terhadap
remaja, orang tua terlalu ketat dan tidak memberikan kebebasan serta orang tua
terlalu sibuk di luar rumah sehingga remaja kurang perhatian dan pengawasan.
4)
Adanya faham seks sekuler, yang
sudah membudaya dalam pergaulan remaja dan masyarakat, misalnya :
a)
Cara-cara berpakaian yang tidak
langsung menutupi bagian tubuh yang rahasia.
b)
Sistem pacaran atau tunangan
yang tidak mengenal batas lagi. Dimana hubungan pria dan wanita sudah intim dan
bebas layaknya suami istri yang sah.
c)
Pemilihan ratu-ratu kecantikan
dan bermacam-macam kontes.
5)
Pengaruh norma baru dari luar,
kebanyakan anggota masyarakat beranggapan bahwa setiap norma yang baru datang
dari luar itulah yang benar, sebagai contoh ialah norma yang datang dari barat,
baik melalui film, televisi, pergaulan sosial, model dan lain-lain. Remaja
dengan cepat menelan apa saja yang dilihat dari film barat, contohnya pergaulan
bebas.[33]
Akhir-akhir ini
melalui berbagai alat komunikasi, baik melalui bacaan maupun film di televisi,
remaja banyak dijadikan objek pembahasan. Pergaulan bebas pada layar televise
maupun bioskop dapat merangsang remaja untuk turut membaca dan melakukan
pergaulan bebas dan kenakalan remaja.
b.
Bentuk-bentuk Pergaulan Bebas
1)
Kumpul kebo yaitu pergaulan
yang menjerumus ke arah seksual antara jenis kelamin yang berbeda tanpa adanya
ikatan perkawinan atau hidup bersama sebelum menikah.
2)
Berpesta pora semalam suntuk
tanpa pengawasan sehingga mudah menimbulkan tindakan-tindakan yang kurang
bertanggung jawab atau amoral dan asosial.
3)
Ikut dalam pelacuran atau
melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan ekonomi maupun tujuan lain.
4)
Keluyuran pergi sendiri maupun
berkelompok tanpa tujuan, akan menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
5)
Pelecahan seksual (sexual harassment) berarti perilaku yang
menyangkut pernyataan seksual. Berbentuk komentar-komentar, gerakan isyarat
hingga kontak fisik yang dilakukan dengan sengaja dan berulang-ulang yang tidak
bisa diterima oleh penderita. Ragam tindakan pelecehan ini dapat berupa siulan
nakal, gurauan dan olok-olokan seks, pernyataan mengenai tubuh atau penampilan
fisik, nyolek atau mencubit, memandang tubuh dari atas hingga bawah, memegang
tangan, meletakkan tangan di atas paha, mencuri cium, memperlihatkan gambar
porno ataupun mencoba memperkosa.
6)
Pacaran yang bukan sekedar
berkumpul untuk belajar, akan tetapi ada unsur rasa senang dan perasaan
bergelora dengan disertai peracikan bunga api cinta.[34]
Remaja yang terjerumus ke
pergaulan bebas karena ketidak mampuan remaja dalam memanfaatkan waktu luang
dan tidak dapat mengendalikan diri terhadap dorongan meniru dan kurangnya
pengetahuan tentang agama. Remaja yang terjerumus ke pergaulan bebas mempunyai
perilaku seperti melakukan hubungan seks di luar nikah, minum-minuman keras,
ataupun berjudi.
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap Remaja
Terhadap Pergaulan Bebas
1)
Pribadi subjek
2)
Lingkungan keluarga
3)
Lingkungan sosial[35]
Faktor-faktor yang berpengaruh pada sikap
remaja terhadap pergaulan bebas antar jenis, dapat dilihat dari pribadi yang
meliputi faktor biologis, pengetahuan tentang seks yang dimiliki, pergaulan
pribadi, kebebasan, kesempatan, anggapan yang salah, umur, jenis kelamin,
pendidikan dan agama.[36]
Dalam pergaulan bebas yakni bergaul
dengan siapa saja tanpa pandang laki-laki ataupun perempuan atau sebaliknya.
Pergaulan bebas dapat diartikan sebagai suatu proses hubungan timbal balik
antara individu yang satu dengan individu yang lain, dimana kelakuan individu
yang satu mempengaruhi atau mengubah kelakuan individu yang lain.
Faturrochman menyatakan meluasnya
perilaku pergaulan bebas remaja sekarang ini dikarenakan sekarang lebih bebas
bertindak, mengeluarkan pendapat serta bebas dalam memilih teman, sehingga
sedikit demi sedikit perilaku itu terbentuk.[37]
Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa pergaulan bebas merupakan hubungan timbal balik antar
individu yang satu dengan individu yang lain tanpa memandang laki-laki ataupun
perempuan yang saling mempengaruhi atau mengubah kelakuan individu yang lain
tanpa mengindahkan batas norma agama dan adat yang ada dilingkungannya.
3.
Pengertian Sikap Terhadap
Pergaulan Bebas Remaja
Kata remaja berasal dari istilah
bahasa Inggris adolescence dan dari
bahasa latin adolescere, artinya
tumbuh menjadi dewasa dengan melalui masa peralihan yang disertai dengan
perubahan-perubahan fisiknya yaitu antara usia 12-22 tahun. Menurut Gunarsa dan
Turner Helms dalam Martha Yulia remaja merupakan masa transisi kehidupan antara
masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan-perubahan
fisik dan psikologis. Sarwono menggunakan batasan usia 11 hingga 22 tahun
merupakan mulainya perkembangan fisik, sosial dan psikologik.[38]
Gunarsa menyatakan ada beberapa ciri
khas pada remaja yaitu:
a.
Ada perasaan
canggung dan kaku dalam pergaulan, sehingga ada rasa rendah diri.
b.
Adanya ketidakseimbangan emosi,
sehingga menyulitkan orang lain untuk mengadakan pendekatan dengan dirinya.
c.
Adanya perombakan pandangan dan
pertunjuk hidup, menyebabkan perasaan kosong di dalam diri remaja.
d.
Sikap menentang orang tua atau
orang dewasa lainnya.
e.
Konflik yang ada pada diri remaja
sering menjadi pangkal penyebab timbulnya pertentangan dengan orang tua dan
anggota keluarga lainnya.
f.
Kegelisahan dan keadaan yang
tidak senang menguasai diri remaja. Banyak hal yang diinginkan remaja tetapi
tidak semua sanggup dipenuhinya.
g.
Remaja mempunyai keinginan
besar yang mendorongnya suka melakukan segala kegiatan orang dewasa.
h.
Eksplorasi (keinginan untuk
menjelajahi lingkungan alam sekitar).
i.
Banyaknya fantasi, khayalan dan
bualan merupakan ciri khas remaja.
j.
Kecenderungan membentuk
kelompok dan melakukan kegiatan berkelompok.[39]
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan merubah
keadaan apa yang ada pada suatu kaum, hingga lebih dahulu mereka merubah apa
yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra’d:11)
Perubahan pokok dalam moralitas
selama masa remaja terdiri dari mengganti konsep-konsep moral, khususnya dengan
konsep-konsep moral tentang benar dan salah yang bersifat umum, membangun kode
moral berdasarkan pada prinsip-prinsip moral individu dan mengendalikan
perilaku melalui perkembangan hati nurani.[40]
Tugas perkembangan remaja adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan
lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus
menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.[41]
Kadang-kadang remaja bersikap atau
berperilaku di luar kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, dengan tujuan
ingin memperlihatkan kemampuannya kepada orang lain ataupun orang tuanya.
Kenyataan ini terlihat dalam perilaku seksual yang berhubungan dengan pergaulan
sosial remaja, seperti mendekati lawan jenisnya. Remaja pria mulai terdorong
untuk mendekati remaja putri dan remaja putri mulai terdorong untuk mendekati
remaja pria. Hal ini disebabkan remaja bersikap positif terhadap pergaulan
bebas antar jenis kelamin, dimana pergaulan bebas sudah menjadi bagian dari
kehidupannya. Akibatnya hamil di luar nikah merupakan fenomena yang dapat
terjadi dimana-mana, baik di kota,
di desa ataupun di lingkungan sekolah.
4. Konsep Diri
a. Pengertian Konsep Diri
Konsep dalam kamus bahasa Indonesia
diartikan sebagai pengertian, pendapat (faham), rancangan (cita-cita) yang
telah ada dalam pikiran.[42]
Secara umum konsep diri (self-concept)
merupakan cara keseluruhan informasi yang kompleks, yang secara keseluruhan
membentuk diri seseorang.[43]
William mendifinisikan konsep diri
sebagai pandangan dan perasaan kita tentang diri kita.[44]
Rahmad menyatakan konsep diri bukan hanya
sekedar gambaran deskriptif saja, tetapi juga penilaian individu terhadap
dirinya. Jadi konsep diri meliputi apa saja yang dipikirkan dan apa yang
dirasakan tentang individu sendiri.
Ada dua komponen konsep diri, yaitu :
1)
Komponen kognitif disebut citra
diri (self image)
2)
Komponen afektif disebut harga diri (self esteem)[45]
Komponen kognitif merupakan pengetahuan
individu, gambaran diri tersebut akan membentuk citra diri. Sedangkan komponen
afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri.
Mowen mendifinisikan konsep diri sebagai
cerminan totalitas pemikiran dan perasaan individu yang merujuk pada diri
sendiri sebagai sebuah objek.[46]
Mowen juga membagi tipe konsep diri menjadi
delapan, yaitu : ideal self, social self,
ideal social self, expected self, situasional self, extended self dan possible
self.
Sementara Atwater membedakan konsep diri
menjadi empat, yaitu :
1)
Subjective self (diri subjektif) yaitu
cara seseorang memandang dirinya sendiri.
2)
Body image (citra tubuh) yaitu cara
seseorang memandang tubuhnya.
3)
Ideal self (diri ideal) yaitu diri
yang diinginkan seseorang, termaksud aspirasi, moral ideal dan nilai.
4)
Social self yaitu persepsi diri berkaitan dengan pengaruh
sosial yang ada.[47]
Menurut Carl Rogers
dalam Yuni menyatakan konsep diri seseorang dalam kehidupan secara bertahap
berkembang. Seseorang berusaha menjadi dirinya sendiri (diri aktual atau real self) dengan patokan yang disebut ideal self, yaitu diri ideal yang ingin
dicapai seseorang. Keseimbangan atau ketidakseimbangan antara diri aktual dan
diri ideal inilah yang menentukan kedewasaan (motority) penyesuaian (adjustment)
dan kesehatan mental seseorang.[48]
Calhoun dalam Yuni
menyatakan bahwa konsep diri terdiri dari tiga dimensi, yaitu:
1)
Pengetahuan terhadap diri
sendiri.
2)
Harapan terhadap diri sendiri.
3)
Evaluasi terhadap diri sendiri.[49]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep
diri adalah persepsi individu terhadap dirinya sendiri. Persepsi terhadap diri
sendiri itu bukan hanya penilaian terhadap diri sendiri melainkan juga
penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang
bersangkutan. Persepsi terhadap diri sendiri ini dibentuk oleh
pengalaman-pengalaman dan pendapat dari lingkungan yang dipengaruhi oleh
penguatan, penilaian orang lain dan pribadi individu bagi tingkah lakunya, baik
segi fisik, psikis dan sosial yang akan membentuk sikap, kepercayaan dan nilai
diri individu. Oleh karena itu konsep diri mempunyai pengaruh besar terhadap
tingkah lakunya
NB : JIKA SOBAT INGIN VERSI LENGKAP DARI SKRIPSI INI, SILAHKAN REQUEST DIKOLOM KOMENTAR DENGAN MENINGGALKAN E-MAILNYA........
loading...
No comments:
Post a Comment