loading...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan di lembaga sekolah tingkat pertama sangat
didominasi oleh pelajaran umum seperti IPA dan IPS, sedangkan Pelajaran Agama
Islam (akhlak) di lembaga tersebut sangat minim, mulai dari alokasi waktu yang diberikan
hanya 2 jam di setiap kelas, guru agama Islam hanya berjumlah beberapa orang,
serta buku panduan yang diajarkan di sekolah tersebut juga belum memadai baik
dari segi isi buku maupun pengarang buku tersebut. Melihat dari fenomena
tersebut, tentunya akan sangat sulit mencapai tujuan pendidikan keagamaan
dengan baik yang ada dalam kurikulum mata
pelajaran, dengan waktu yang begitu singkat padahal si anak
tidak hanya dituntut mendapatkan materi tentang apa itu akhlak dan berbagai
macamnya, tapi justru hal yang paling utama adalah bagaimana cara
pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Jika kita meminjam
pendapat kaum Hedonis, sebagaimana yang di kutip Ahmad Amin, dalam Bukunya yang
berjudul Etika
(Ilmu Akhlak), maka alokasi waktu tersebut jauh dari cukup, karena pelajaran akhlak menuntut
adanya praktik dalam masyarakat, mereka berpendapat, Pelajaran akhlak
mempunyai pengaruh yang besar dalam praktik hidup, karena teori ini membatasi tujuan hidup. Yaitu kebahagiaan
perseorangan yang menurut pendapat paham Hedonism atau kebahagiaan masyarakat
menurut pendapat paham Universalistic Hedonisme1. 1Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1975), h. 134 Dalam kehidupan nyata sendiri, setiap manusia akan lebih
banyak
mendapatkan pendidikan akhlak melalui dunia nonformal, atau
lebih pada pemberian contoh dari kaum yang lebih tua, yang terkadang kaum tua
sendiri lebih banyak memberikan contoh yang tidak baik.Karenanya sektor
pendidikan formal (melalui sekolah) atau nonformal (Pendidikan Pesantren)
menjadi solusi yang amat diperlukan oleh masyarakat guna pendidikan akhlak
anak. Dengan harapan ketika si anak terjun kemasyarakat ia mampu memposisikan
dirinya sebagai manusia yang bisa diterima diberbagai golongan atau usia, dan
bahkan harapan yang lebih jauh ia menjadi manusia yang terhormat.
Permasalahannya sekarang adalah, apakah dengan tenggang waktu pendidikan yang
relatif sedikit atau sebentar tersebut si anak mampu menjawab semua permasalahan
yang ada di masyarakatnya yang seiring waktu permasalahan tersebut akan
berkembang atau apakah ia
mampu menjadi remaja yang diharapkan? Karena pada realita-nya
masyarakat hanya bisa menuntut hal yang baik. Dengan mempelajari kasus yang
penyimpangan norma pada saat dahulu2, serta di barengi dengan melihat realita
perkembangan zaman saat ini, tentunya penanaman nilai-nilai keagamaan sangatlah
dibutuhkan dalam proses pendidikan. Apalagi jika merujuk kepada penjelasan
diatas, jelas sekali, akan tercipta peluang besar terjadi
penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh para siswa. Sebagai contoh
kecil, mereka tidak bersikap baik terhadap teman, guru, orang tua, dan
lingkungan, apalagi terhadap Tuhan mereka yang abstrak. Di mulai dari kelas
satu siswa naik ke kelas dua lalu naik ke kelas tiga yang mana di masa ini
siswa kelas tiga berada di masa pubertas atau masa peralihan dari remaja menuju
dewasa (umur 13-17 tahun). Hal ini yang sangat
2Zahrudin AR dan Hasanudin Sinaga, dalam bukunya Pengantar Studi
Akhlak, mamberikan pembahasan khusus mengenai Sejarah Perkembangan Ilmu Akhlak. Fase
itu dimulai sejak zaman
Yunani, Fase Arab pra-Islam, Fase Islam, Abad pertengahan hingga Fase Modern,
secara tidak langsung hal ini mengindikasikan pendidikan akhlak adalah hal yang
paling urgen yang menjadi perhatian tersendiri karena dengan berkembangnya
zaman maka itu berarti berkembang pula permasalahan yang terjadi dalam
kehidupan sosial tentunya. Zahrudin AR danHasanudin Sinaga, Pengantar Studi
Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h.19-35 dikhawatirkan
seharusnya oleh semua kalangan khususnya oleh umat Islam yang berkecimpung di
dunia pendidikan. Karena di masa ini siswa akan mencoba sesuatu yang mereka
belum ketahui akan baik dan buruknya sikap yang mereka lakukan, maka oleh
karena itu pendidikan agama harus diutamakan oleh pihak pendidik lebih khusus
lagi dalam bidang moralitas atau akhlak.
Berkaitan dengan masalah akhlak, Islam menawarkan berberapa landasan
teori yang tertuang dalam al-Quran dan Hadis, yang kesemua itu sudah
membuktikan oleh para tokoh Islam, diantaranya Ibnu Miskawaih dan al-Ghazali,
kemudian mereka pun menjadi pemerhati kehidupan manusia dan menjadikan perkembangan
akan moralitas atau akhlak manusia umumnya dan khususnya anak remaja sebagai
salah satu kajian utamanya. Adapun landasanlandasan tersebut ialah sebagai
berikut:
1. Al-Quran
Sesungguhnya engkau (muhammad) berada diatas budi pekerti
yang agung (Q.S. Al-Qalam : 4).3
2. Al-Hadis "Aku hanya diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia".4
3. Menurut ulama dan Tokoh-Tokoh Muslim
a. Abdul Hamid Yunus "Akhlak ialah sifat kebiasaan
manusia" 3 Departemen Agama RI, Alquran Dan Terjemahannya, (Bandung: CV
penerbit Jumanatul Ali, 2005), h.596 4 Imam Malik, Al-Muwatha Juz. 14, (Beirut:
Daarul Fikr, 1980), h. 132 5 Abdul Hamdi Yunus, As-Syaab, (Kairo: Daarul
Maarif, tt), h. 436
b. Imam Al-Ghazali Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripada timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran
(lebih dulu).
c. Ibrahim Anis "akhlak ialah sifat yang tertanam dalam
jiwa, yang dengannya
lahirlah macam-macam perbuatan baik dan buruk, tanpa membutuhkan
pikiran dan pertimbangan"
Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, maka
sejak itu timbul gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian, dan pengembangan
kebudayaan dan ilmu pengetahuan melalui pendidikan. Pendidikan senantiasa
menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan dari generasi ke
generasi, sejalan dengan tuntutan kemajuan masyarakat. Apabila ilmu pengetahuan
hanya dimiliki oleh segelintir orang, akibatnya akan terjadi pembodohan
terhadap masyarakat yang menyebabkan mudah ditindas bahkan dapat diperbudak
oleh kaum yang kuat. Islam mengajarkan keseimbangan dalam kehidupan yakin
menuntut akhirat tetapi tidak melupakan kepentingan dunia, sebagimana firman Allah
dalam QS.Al-Qashash 77:
6 Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Daarulyan: tp, 1987), Jilid.
2, h. 58
7 Ibrahim Anas, Al-Mujamul Wasith, (Mesir: Daaru; Maarif, 1972), h.
2002 Dan carilah pada
apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. AL-Qashash : 77).8 Pandangan
hidup yang materialitis atau hanya mementingkan keuntungan dunia, mempengaruhi
masyarakat yang nampak pada tingkah lakunya dengan meninggalkan amalan-amalan
ibadah serta tidak memperdulikan lagi untuk mempelajari Al-Quran sebagai kitab
suci dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan dunia dan untuk
keselamatan di akhirat kelak. Manusia lebih mementingkan waktu dan materi
keduniaan, sehingga melalaikan kewajiban utamanya sebagai makhluk Allah swt
beribadah dan berakhlak mulia. Maka dalam dunia pendidikan agama tidak bisa di
pisahkan, walaupun di SMP/ SLTP banyak pelajaran-pelajaran akan tetapi setiap
mata pelajaran
memiliki ciri khas dan karakteristik tertentu yang dapat
membedakannya dengan mata pelajaran lainnya. Begitu juga halnya mata pelajaran
pendidikan agama Islam, khususnya di sekolah menengah pertama (SMP). Adapun karakteristik
mata pelajaran PAI di SMP adalah sebagai berkut:
1. Diberikannya mata pelajaran PAI, khususnya di SMP,
bertujuan untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
swt. Berbudi pekerti yang luhur (berakhlak mulia), dan memiliki pengetahuan yang
cukup tentang Islam, terutama sumber ajaran dan sendi-sendi Islam
lainnya sehingga dapat dijadkan bekal untuk mempelajari
berbagai bidang ilmu atau mata pelajaran tanpa harus terbawa oleh
pengaruh-pengaruh negative yang mungkin ditimbulkan oleh ilmu dan mata
pelajaran tersebut. 2. Prinsip-prinsip dasar PAI tertuang dalam tiga kerangka
dasar ajaran Islam, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Akidah merupakan
penjabaran dari kosep iman; syariah meupakan penjabaran dari konsep Islam,
syariah memiliki dua dimensi kajian pokok, yaitu ibadah dan muamalah, dan akhlak
merupakan penjabaran dari konsep ihsan. Dari ketiga prinsip dasar
itulah berkembang berbagai kajian keIslaman (ilmu-ilmu agama)
seperti ilmu kalam (teologi Islam, usuluddin, ilmu tauhid) yang merupakan pengembangan
dari akidah, ilmu fikih yang merupakan pengembangan 8 Departemen Agama RI,
Alquran Dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Quran
DEPAG, 1995), h. 623
dari syariah, dan ilmu akhlak (etika Islam, moralitas Islam)
yang merupakan pengembangan dari akhlak, termasuk kajia-kajian yang terkait dengan
ilmu dan teknologi serta seni dan budaya yang dapat dituangkan dalam berbagai
mata pelajaran di SMP.9
Adapun rujukan atau pedoman dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam (akhlak) di SMP PGRI 12 untuk kelas IX ialah buku mutiara akhlak dalam
pendidikan agama Islam. Berdasarkan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang
standar isi dan Permendiknas nomor 23 tanun 2006 tentang standar kompetensi
lulusan yang di karang oleh Drs. Soepardjo, S. Ag dan Ngadiyanto, S. Ag. yang
di terbitkan oleh PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri di Solo tahun 2007. Dalam
proses pembelajaran pendidikan agama Islam (akhlak) di SMP PGRI 12 Pondok Labu
kelas IX disesuaikan dengan silabus, standar kompetensi, kompetensi dasar dan
indicator dari Departemen Pendidikan
Nasional.10 Anak yang berada dalam masa puber serta belum
memahami agama
Islam dan fenomena tersebut terjadi di sekolahan lanjutan
pertama dengan mdidukungnya mata pelajaran tentang keagamaannya sangat kurang
maksimal.
Anak akan mudah terjerumus pada perbuatan dosa dan perbuatan
maksiat lainnya. Keadaan semacam ini juga dapat menjadi penyebab utama kemerosotan
moral, pergaulan bebas, penggunaan obat-obat terlarang, pemerkosaan,
pembunuhan, dan berbagai bentuk kejahatan yang kebanyakan dilakukan oleh
generasi yang kurang pemahamannya tentang akhlak, kurangnya pendidikan akhlak
serta pembinaan akhlak pada anak.Apabila anak telah memahami hikmah dan
pentingnya mempelajari akhlak dengan baik berarti mereka telah dibimbing untuk
senantiasa mendekatkan dirinya kepada Allah Swt, yang akan membawa kepada ketenangan
jiwa dan akan timbul perasaan takut bila hendak melakukan 9 Depdiknas,
Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama (SMP), (Jakarta: Depdiknas, 2004), h.
2-3
10 Drs. Soepardjo, S.Ag dan Ngadiyanto, S.Ag, Mutiara Akhlak
Dalam Pendidkan AgamaIslam Untuk Kelas IX Sekolah Menengah Pertama, (Solo : PT
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007), h. 35-40 dan h. 121-126.
perbuatan dosa karena ia telah yakin bahwa dirinya senantiasa
berada dibawah pengawasan Allah Swt. Lembaga pendidikan lanjutan pertama sangat
dibutuhkan peranannyadalam membantu orang tua serta melanjutkan pemberian
pemahaman akhlak serta pembinaan akhlak pada anak didik (remaja awal) yang
sudah mereka dapatkan dari sekolah dasar. Karena periode ini merupakan masa pertumbuhan
dan perubahan yang pesat, meskipun masa puber merupakan periode singkat yang
bertumpang tindih dengan masa akhir kanak-kanak dan permulaan masa remaja
Namun, ciri utama masa ini adalah bergejolaknya dorongan seksual. Oleh karena
itu, interaksi mereka dengan kekuatan barunya ini tergolong salah satu problem yang
paling berat.11 Melihat fenomena di atas penulis tertarik untuk meneliti dan membahas
dalam penulisan skripsi dengan judul : IMPLEMENTASI
PEMBELAJARAN AKHLAK PADA SISWA KELAS IX SMP PGRI 12 PONDOK
LABU.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah Untuk memperjelas dan mempermudah pokok
permasalahan dalam
penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah sebagai
berikut: Impelementasi secara sederhana adalah pelaksanaan atau,penerapan.
Implementasi menurut Mclaughlin (dalam mann, 1978).
Implementasi merupakan aktivitas yang saling menyesuaikan. Implementasi
yang penulis maksud adalah bukan sekedar aktivitas tetapi suatu kegiatan yang
terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu
untuk mencapai tujuan kegiatan.12 11Netty Hartati, Dkk. Islam Dan Psikologi,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 39-40
12 Risnayanti, Implementasi Pendidikan Agama Islam Di Taman
Kanak-Kanak Islam Ralia Jaya Villa Dago Pamulang, Skripsi (Jakarta:
Perpustakaan Umum, 2004), h. 40 Implementasi berasal dari bahasa Inggris yang
berarti pelaksanaan13, sedangkan dalam kamus ilmiah populer yang berarti
penerapan, pelaksanaan14, karena luasnya masalah pendidikan
agama Islam yang meliputi: Ibadah, Akidah dan Akhlak, Al-Qur'an dan Fiqh, maka
dalam pembahasan proposal ini peneliti hanya membatasi pada mpembelajaran
akhlak siswa Kelas IX dalam Pembinaan Akhlak Siswa di SMP 12 PGRI Pondok Labu. 2.
Perumusan Masalah Setelah membatasi masalah dalam penelitian ini, penulismemutuskan
masalah sebagai berikut: Bagaimana implementasi pembelajaran akhlak di SMP
PGRI
12 Pondok Labu?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bentuk pembelajaran akhlak di SMP PGRI 12
Pondok Labu.
2. Untuk mengetahui pola pembinaan akhlak di SMP PGRI 12
Pondok Labu.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
positif bagi orang-orang yang kosen dan bergerak dalam dunia pendidikan,
khususnya pendidikan agama Islam yang mengenai akhlak.
D. Kegunaan Penelitian
1. Untuk mengembangkan disiplin keilmuan yang penulis miliki
dan menambah wawasan penulis khususnya, serta pihak lain yang berminat dalam
masalah ini.
2. Untuk memberikan masukan bagi sekolah yang diteliti
sebagai bahan evaluasi.
13John M. Echoles dan Hasan Sadizly, Kamus Inggris Indonesia,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1995)
14 Tim Media, Kamus Ilmiah Populer, (Media Center, 2002), h.
155
E. Metodologi Penelitian
Untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa tekhnik
yaitu:
1. Angket
Sebagian besar penelitian umumnya menggunakan angket sebgai metode
yang dipilih untk mengumpulkan data. Angket memang mempunyai banyak kebaikan
sebagai instrumen pengumpulan data.15 Angket adalah alat untuk menumpulkan data
yang berupa daftar
pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab
secara tertulis.16
Jenis angket yang digunakan oleh peneliti adalah angket
tertutup, yaitu angket yang menghendaki jawaban pendek, atau jawabannya diberikan
dengan membubuhkan tanda tertentu. Daftar pertanyaan disusun dengan disertai
alternative jawabannya, respoden diminta untuk memilih
salah satu jawaban atau lebih dari alternative yang sudah
disediakan.17 Untuk mendapatkan data yang komprehensif, angket ini dibagikan kepada
guru-guru yang menjadi responden. Angket tersebut berisi pertanyan seputar
pembelajaran akhlak dan pembinaan
akhlak siswa. Yang
ada di SMP PGRI 12 Pondok Labu. 2. Observasi
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah
melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrument. Format
yang di susun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang
menggambarkan akan terjadi.18
15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penlitian Suatu Pendekatan
Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 225 16 Risnayanti, Implementasi
Pendidikan Agama Islam Di Taman Kanak-Kanak Islam
Ralia Jaya Villa Dago Pamulang, Skripsi (Jakarta:
Perpustakaan Umum, 2004), h. 41 17Risnayanti , Implementasi Pendi... h. 41
18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penlitian Suatu Pendekatan
Praktik,(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 229 Obervasi merupakan pengumpulan
data yang menggunakan
pengamatan terhadap obyek penelitian.19 Dalam hal ini
peneliti mengadakan observasi langsung yaitu mengadakan pengamatan secara
langsung ke SMP PGRI 12 Pondok Labu untuk mengamati keadaan sekolah, guru-guru,
siswa, fasilitas yang dimiliki dan struktur organisasi yang dimiliki oleh SMP
PGRI 12
3. Wawancara Di samping memerlukan waktu yang cukup lama
untuk
mengumpulkan data, dengan metode interviue peneliti harus
memikirkan tentang pelaksanaanya. Memberikan angket kepada responden dan menghendaki
jawaban tertulis, lebih mudah jika dibandingkan dengan mengorek jawaban
responden dengan tatap muka.20
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan yang mewawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.21 Wawancara dilakukan dengan berdialog dan Tanya jawab dengan kepala
sekolah, dan juga guru yang bertugas di SMP PGRI 12.
4. Dokumentasi Tidak kalah penting dari metode-metode lain
adalah metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, prasasti, notulen rapat,
lengger, agenda, dan sebgainya.
Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini agak tidak begitu
sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum
berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda
mati.22
19 Risnayanti , Implementasi Pendi... h. 41 20 Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penlitian Suatu Pendekatan Praktik,(Jakarta: Rineka Cipta,
2006), h. 227
21 Risnayanti , Implementasi Pendi... h. 41 22 Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penlitian Suatu Pendekatan Praktik,(Jakarta: Rineka Cipta,
2006), h. 231
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya
barangbarang tertulis. Metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan
mencatat data-data yang sudah ada.23 F. Pedoman Penulisan Teknik penulisan
dalam skripsi ini berdasarkan pada Pedoman Penulisan Skripsi yang disusun oleh
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.24
G. Sistematika Penyusunan
Sistematika penyusunan dalam penelitian ini dibagi dalam lima
(5) bab, setiap bab dirinci ke dalam sub bab sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan, pada bab ini akan diuraikan mengenai
latar belakang masalah, pembahasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan dan kegunaan
penelitian, metodologi penelitian dan sistematik penyusunan.
Bab II : Landasan Teori, pada bab ini akan diuraikan mengenai
pengertian pendidikan agama Islam, dasar dan tujuan pendidikan agama Islam, pengertian
akhlak, pembentukan akhlak, pembinaan akhlak, faktorfaktor yang mempengaruhi
pembinaan akhlak.
Bab III : Metodologi penelitian, pada bab ini akan diuraikan
mengenai pendekatan penelitian, populasi dan sample penelitian, waktu dan tempat
penelitian, pengumpulan data yang mencakup angket, observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
Bab IV: Hasil penelitian Pelaksanaan pembelajaran akhlak di
SMP PGRI 12 Jakarta pada bab ini diuraikan mengenai pembelajaran akhlak, kurikulum,
materi, keteladanan, kendala-kendala, gambaran umum SMP PGRI 12 dan deskripsi
data, analisis dan interpretasi data.
Bab V : Penutup, pada bab ini akan diuraikan mengenai
kesimpulan dan saran 23 Risnayanti , Implementasi Pendi... h. 42
NB : SOBAT INGIN BAB SELANJUTNYA,,, SILAHKAN REQUEST DIKOLOM KOMENTAR.............
loading...
No comments:
Post a Comment