loading...
I. PENDAHULUAN
Pemerintah dengan persetujuan DPR akan melaksanakan
Kurikulum 2013 pada Juli mendatang. Pelaksanaan kurikulum baru oleh pemerintah dipandang sebagai keharusan
yang mendesak, walaupun jika
ditilik dari segi persiapan masih belum sempurna bahkan dapat dikatakan
mengkhawatirkan. Menurut Bapak Mendikbud, jika pelaksanaan Kurikulum 2013
ditunda maka taruhannya adalah masa depan generasi bangsa. Ditambahkan bahwa salah satu
alasan pentingnya Kurikulum 2013 adalah bahwa generasi muda Indonesia
perlu disiapkan dalam kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Pendekatan sain dalam Kurikulum 2013 akan diberlakukan kepada semua mata pelajaran untuk semua jenjang. Sebagian nara sumber (bahkan pucuk pimpinan) menterjemahkannya pendekatan sain sebagai discovery method atau metode penemuan. Maka salah satu persiapan yang dilakukan beberapa departemen terkait adalah menyiapkan pedoman pelaksanaan Kurikulum 2013 dengan menelaah dan mengaji secara mendalam dan panjang lebar aspek penerapan metode sain. Salah satu wujud yang tampak nyata penerapan metode sains muncul pada pedoman pengembangan RPP, yaitu sebagai EEK (Elaborasi, Eksplorasi dan Konfirmasi) yang harus muncul pada setiap kegiatan pembelajaran. Pertanyaan kemudian muncul, secara psikologis atau bahkan secara filosofis apakah benar bahwa EEK dapat diterapkan untuk semua disiplin ilmu (termasuk ilmu-ilmu humaniora)?
Persoalan lain muncul dari
digunakannya pendekatan tematik dan integrative. Walaupun pendekatan pendekatan
tematik dan integratif, dalam
sejarah kependidikan di Indonesia bukanlah hal baru, tetapi dalam implementasinya masih menjadi
kendala besar. Tiga puluh tahun terakhir tidak pernah muncul wacana
pembelajaran tematik dan integratif, sehingga hal demikian sebetulnya masih
menjadi hal yang baru atau asing bagi sebahagian besar guru-guru. Tidaklah
mudah mengubah praktek pembelajaran dari suatu kebiasaan lama ke hal baru
apalagi beserta mind set nya. Diperlukan waktu yang cukup lama dan perlu
dilakukan secara masal atau menjadi gerakan masal (membudayakan) dengan multi
pendekatan agar para guru mampu melaksanakan pendekatan tematik dan integratif
dalam pembelajaran. Hal ini juga salah satu yang sepertinya diabaikan oleh
pemerintah dalam rencana implementasi Kurikulum 2013. Sehingga sebagian ahli berpendapat bahwa gagasan
tematik dan integratif tidak dirancang untuk pembaruan model pembelajaran siswa
aktif (active learning) yang menyeluruh bagi semua mata pelajaran di setiap
jenjang persekolahan seperti
dikehendaki UU.
Sebahagian pengamat juga menyangsikan klaim pemerintah bahwa penerapan Kurikulum 2013 akan menimbulkan efek kualitatif yang signifikan bagi kemajuan bangsa. Mereka berpendapat hal demikian karena masih terdapat berbagai kerancuan kompetensi inti dan dasar dengan materi dibiarkan kabur, dan kurikulum dilaksanakan sebelum matang. Sementara dalam sistem kepemerintahan dan kependidikan yang ada, kedudukan Kurikulum 2013 masih bermasalah jika dikaitkan dengan fondasi, visi, substansi, psikologis dan filosofisnya. Hal demikian menyebabkan pada rentannya atau ketidakjelasan dari arah pendidikan bangsa Indonesia ke depan menjadi tidak jelas.
Dari sisi persiapan yang dilakukan oleh pemerintah untuk implementasi Kurikulum 2013, dianggap tidak cermat, tidak sistematis dan tidak mempunyai konsep yang akuntabel dan sustainable dan hanya bersifat simtomatif sekedar menghasilkan kesibukan misalnya penerbitan buku, dan penataran instant. Selama ini masih terdapat persoalan imanen dalam mengubah paradigm lama (teacher-centered) menuju paradigm baru (student-centered). Berbagai peraturan dan kebijakan pemerintah tidak sinkron dan bahkan saling bertentangan satu dengan lain dalam mencapai mind-set yang dikehendaki serti yang tertuang dalam Pasal 1 Ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), ke berpusat pada murid (student-centered) menurut UU No 20 Tahun 2003 sebagai revisi UU Sisdiknas. Ujian Nasional secara substantif tidak mendukung paradigma student-centered.
Sebetulnya keadaan belum sehat dari praktek kependidikan di Indonesia terjadi sedari mulai berdirinya republik ini. Selama ini, belum terdapat satu sistem kependidikanpun yang mampu menjelaskan keterkaitan atau diturunkan langsung dari landasan dan falsafah negara Pancasila dan UUD 45 (termasuk yang di amandemen). Salah satu cara untuk mengetahui sehat tidaknya suatu praktek kependidikan adalah dengan cara melihat konsistensi berbagai produk hukum serta kebijakan implementasi di lapangan. Diskusi tentang landasan filosofis dan ideologis pendidikan di negara kita belum pernah tuntas; setiap jaman mendefinisikannya sesuai versi dan kepentingannya sendiri. Politik (pendidikan) Indonesia akan dibawa kemana? Demokratis, Liberal, Industri, Humanis, Pragmatis, Kapitalis, Progressif, Public Educator, Conservatif atau Demokrasi Pancasila?
Sementara itu diskusi tentang
Demokrasi Pancasila dan implikasinya tampak mandeg; sedang sistem
kepemerintahan sepertinya hanya berorientasi sesaat, parsial dan tidak
visioner. Belum secara eksplisit dijelaskan mengenai relevansi UUD 1945
dan Pancasila sebagai landasan filosofis kemana arah pendidikan. Tentunya kita
semua sepakat bahwa Pendidikan kita haruslah secara filosofis berdasar kepada
UUD 1945 dan Pancasila, dengan segala macam konsekuensinya.
Pandangan atau
batasan keilmuan belum dijelaskan secara eksplisit, sehingga dari sisi Hakekat
Keilmuan Kurikulum kita selama ini (termasuk Draft Kurikulum 2013) tidak
mempunyai arah yang jelas pada setiap Jenjang Pendidikan. Pandangan Keilmuan
yang selama ini ada dan dijalankan hanya cocok untuk Jenjang Pendidikan Tinkat
Tinggi. Hal ini berakibat belum adanya definisi Mata Pelajaran yang cocok untuk
Jenjang Pendidikan yang lebih rendah seperti SMA, SMP dan SD. Selama ini selalu
diasumsikan bahwa Mata Pelajaran misal Biologi, Matematika, IPA, Geografi,
dst., adalah sebuah Body of Knowledge, atau Science of Truth, atau Structure of
Truth. Definisi tersebut hanya bermakna untuk Jenjang Pendidikan Tinggi,
sedangkan untuk Pendidikan Jenjang Menengah dan Pendidikan Dasar, tidak
bermakna.
Arah nilai
karakter yang sesuai dengan stuktur budaya Bangsa, belum secara eksplisit
disebutkan. Kita akan mengembangkan Karakter sebagai Bangsa yang berkarakter
apa? Apakah menuju Negara Industrial Trainer? Apakah menuju Negara
Technological Pragmatis? Apakah menuju Masyarakat Old Humanist? Apakah menuju
Masyarakat Progressive Educator? Apakah menuju Masyarakat Public Educator? Kita
belum mempunyai orientasi yang jelas. Jika posisi kita memang dalam ketidak
jelasan, maka kita termasuk Bangsa yang masih mencari jati dirinya. Namun walau
demikian kita harusnya mempunyai Ideal. Idealnya tentu menuju Masyarakat
Demokrasi Pancasila. Tetapi yang terjadi dalam masyarakat telah berkembang
Nilai-nilai Pragmatism, Kapitalism, Utilitarianis, Hedonism dan Konsumerism.
Secara Yuridis
Formal, tujuan Pendidikan sudah sangat jelas. Kurikulum-kurikulum sebelumnya,
tujuan filosofis pendidikan diarahkan secara parsial yaitu cenderung Back to
Basic (SD), Sertification dan Transfer of Knowledge. Sudah ada kesadaran pada
Kurikulum 2013 untuk mengembangkan kreativitas dan kompetensi, namun hal
tersebut belumlah cukup. Karena secara filosofis sebenar-benar tujuan
pendidikan adalah Mengembangkan Ketrampilan Hidup (Life Skill). Secara
ontologism Teori Pembelajaran masih belum mengenai hakikinya; masih bersifat
parsial dan sempit, yaitu Ingatan, Pemahaman dan Aplikasi (Teori Bloom). Teori
Bloom ini mempunyai kekurangan tidak mampu menjawab tantangan yang ada sesuai
dengan perkembangan jaman. Teori pembelajaran seharusnya juga selaras dengan
Teori Mengajar yang mengedepankan Kegiatan Eksplorasi, Kemandirian, Kemampuan bekerja
sama, dan Belajar Kontekstual.
Belum secara
jelas disebutkan mengenai Metode Mengajar yang disarankan. Selama ini Guru
lebih dominan mengajar secara Tradisional yaitu Transfer of Knowledge.
Kurikulum 2013 sudah mulai memunculkan Eksplorasi tetapi belum secara implicit
menuju Ketrampilan Hidup. Selama
ini praktek pembelajaran didominasi dengan Textbook oriented. Walaupun sudah
disarankan agar terdapat variasi sumber belajar, tetapi belum secara eksplisit
disebutkan pentinnya Pengembangan RPP dan LKS yang sesuai dengan paradigm
Explorasi dan Membangun Hidup (Life Skill). Walaupun sudah disebut pentingnya
Portfolio dalam Penilaian, tetapi belum ada Komitmen untuk menghapus UAN. UAN
adalah sumber permasalahan Pendidikan secara pedagogis. Sebaik apapun penataran
dan teori yang diperoleh dari Kampus (LPTK) tetapi jika sudah terjun di
sekolah, para guru hanya focus pada Metode Pembelajaran yang Berorientasi pada
UAN. Bahkan Kepala Sekolah dengan tegas menyarankan guru agar tidak menggunakan
metode yang macam-macam, dan hanya focus pada pencapain UAN.
Hakekat Siswa
belum didefinisikan secara eksplisit. Selama ini semua pendidik, dan pengambil
keputusan dalam bidang pendidikan selalu menganggap Siswa sebagai Empty Vessel
yaitu sebagai Tong Kosong yang harus di isi oleh guru. Kurikulum 2013 sudah
mulai menyadari, tetapi belum secara eksplisit member solusinya. Belum didefinisikan hakekat Kompetensi
secara filsafati. Selama ini dan juga dalam Kurikulum 2013, tidak ada
penjelasan bagaimana siswa atau guru membantu siswa mencapai kompetensinya atau
memperoleh ketrampilan membangun hidupnya.
Falsafat atau
Teori tentang Sosial Budaya tidak secara jelas dicantumkan. Negara kita
dihadapkan pada persoalan tarik menarik antara Pusat vs Daerah, Sentralisasi vs
Desenralisasi, dan Monokultur vs Multikultur. Kebijakan Pendidikan belum secara
jelas dan terbuka bagaimana mengatur keseimbangan tersebut. Aspek Konseptual belum secara eksplisit
memberi gambaran tentang persoalan mendasar pendidikan. Persoalan mendasar
pendidikan terletak kepada pertanyaan: Apakah Pendidikan sebagai Investasi atau
Kebutuhan? Apakah Pendidikan mempromosikan Kompetisi atau Kolaborasi? Apakah
Pendidikan sebagai Kewajiban atau Kesadaran? Apakah Pendidikan berfungsi
sebagai Pelestari atau Penggali? Apakah Pendidikan berfungsi Proteksi atau
sebagai Pembebas? Apakah Pendidikan berjangka Pendek atau berjangka Panjang?
Apakah fungsi Guru sebagai Pelaksana atau Pengembang Kurikulum? Apakah
Kurikulum sebagai Instrument atau sebagai Fasilitator?
B. MENILIK KURIKULUM 2013
Kurikulum 2013 didefinisikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah,
satuan pendidikan,kompetensi lulusan pada satuan pendidikan, dan peserta didik.
Kurikulum
2013 sebagai kurikulum nasional memuat Rasional, Struktur Kurikulum dan Beban
Belajar, Kerangka Implementasi, Silabus, dan Buku Babon untuk setiap jenis dan
jenjang pendidikan, disusun sesuai program
pendidikan nasional dengan kebutuhan dan
potensi yang ada di daerah dan dituangkan dalam kurikulum daerah (Kurda), yang merupakan bagian dari Kurikulum Nasional. KTSP dianggap masih
relevan sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh
dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan, dan harus
memuat Kurnas, Kurda, kalender pendidikan, dan RPP.
Struktur dan Muatan Kurnas meliputi
sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar
bagi peserta didik pada satuan pendidikan, yang mengikat sejumlah KD yang
memiliki karakteristik tertentu pada aspek materi pelajaran: 1. Mata pelajaran, 2. Muatan Lokal, 3. Kegiatan Pengembangan Diri, 4. Pengaturan Beban Belajar, 5.Ketuntasan Belajar, 6.Kenaikan Kelas
dan Kelulusan,
7.Peminatan, 8.Pendidikan
Karakter, Kecakapan Hidup, Wirausaha, Anti Korupsi, dan Lingkungan, dan
9.Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global.
Struktur kurikulum menggambarkan
konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi
konten/mata pelajaran dalam kurikulum, dostribusi konten/mata pelajaran dalam
semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per
minggu untuk setiap siswa. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi
konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam
sistem pembelajaran. Pengorganisasian
konten dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang
adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem
pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.
Struktur kurikulum adalah juga gambaran
mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai posisi seorang siswa dalam
menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Dalam
struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai posisi belajar seorang siswa yaitu apakah
mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur
ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan berbagai
pilihan. Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, beban
belajar, dan kalender pendidikan.
Struktur Kurikulum SD/MI adalah sebagai
berikut:
MATA
PELAJARAN
|
ALOKASI
WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
|
||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
||
Kelompok A
|
|||||||
1.
|
Pendidikan
Agama dan Budi Pekerti
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
2.
|
Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
|
5
|
6
|
6
|
4
|
4
|
4
|
3.
|
Bahasa
Indonesia
|
8
|
8
|
10
|
7
|
7
|
7
|
4.
|
Matematika
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
6.
|
Ilmu Pengetahuan Sosial
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
Kelompok B
|
|||||||
1.
|
Seni
Budaya dan Prakarya
(termasuk
muatan lokal)*
|
4
|
4
|
4
|
6
|
6
|
6
|
2.
|
Pendidikan
Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
(termasuk
muatan lokal)
|
4
|
4
|
4
|
3
|
3
|
3
|
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu
|
30
|
32
|
34
|
36
|
36
|
36
|

|
Muatan lokal dapat memuat Bahasa Daerah.
Kegiatan Ekstra Kurikuler SD/MI antara lain: Pramuka (Wajib), UKS dan PMR. Kelompok
A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek
kognitif dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih
menekankan pada aspek afektif dan psikomotor. Integrasi Kompetensi Dasar IPA
dan IPS didasarkan pada keterdekatan makna dari konten Kompetensi Dasar IPA dan
IPS dengan konten Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia,
Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang berlaku untuk
kelas I, II, dan III. Sedangkan untuk kelas IV, V dan VI, Kompetensi Dasar IPA
dan IPS berdiri sendiri dan kemudian diintegrasikan ke dalam tema-tema yang ada
untuk kelas IV, V dan VI.
Kompetensi
Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang
harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan
pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai
kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta
didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti
harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills.
Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur
pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur
pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal
dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi
Dasar adalah keterkaitan antara konten
Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang
pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu
terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari
siswa. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran
dengan konten Kompetensi Dasar dari mata
pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama
sehingga terjadi proses saling memperkuat.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat
kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi
inti 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan
penerapan pengetahuan (kompetensi 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari
Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran
secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial
dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta
didik belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan
(kompetensi Inti kelompok 4).
Kompetensi
Inti SD adalah sebagai berikut:
KOMPETENSI
INTI
KELAS
I DAN KELAS II
|
KOMPETENSI INTI
KELAS III
|
1. Menerima dan menjalankan ajaran
agama yang dianutnya
|
1. Menerima dan menjalankan ajaran
agama yang dianutnya
|
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan
percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru
|
2. Memiliki
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, tetangga, dan guru.
|
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar,
melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya,
makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di
rumah dan di sekolah
|
3. Memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan
menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan
dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan
tempat bermain.
|
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis,
dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan
dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
|
4. Menyajikan
pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis, dan sistematis, dalam
karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam
tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
|
KOMPETENSI INTI
KELAS
IV
|
KOMPETENSI INTI
KELAS V DAN VI
|
1.
Menerima,
menghargai, dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya .
|
1.
Menerima, menghargai, dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.
|
2. Memiliki
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, tetangga, dan guru.
|
2.
Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli,
percaya diri, dan cinta tanah air dalam berinteraksi dengan keluarga, teman,
tetangga, dan guru.
|
3. Memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan
menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan
dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan
tempat bermain.
|
3.
Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati dan
mencoba [mendengar, melihat, membaca] serta menanya berdasarkan rasa ingin
tahu secara kritis tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya,
dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain.
|
4. Menyajikan
pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis, dan sistematis, dalam
karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam
tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
|
4.
Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual dalam bahasa yang jelas,
logis, dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang
mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak
beriman dan berakhlak mulia.
|
Kompetensi Inti
SMP/MTs adalah sebagai berikut:
KELAS
|
||
VII
|
VIII
|
IX
|
1.
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
|
1.
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
|
1.
Menghargai dan menghayati ajaran agama
yang dianutnya.
|
2.
Menghargai dan menghayati perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun,
percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
|
2.
Menghargai dan menghayati perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun,
percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
|
2.
Menghargai dan menghayati perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun,
percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
|
3.
Memahami pengetahuan (faktual,
konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak
mata.
|
3.
Memahami dan menerapkan pengetahuan
(faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian
tampak mata.
|
3.
Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual,
konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak
mata.
|
4.
Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret
(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah
abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut
pandang/teori
|
4.
Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis,
membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari
di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
|
4.
Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret
(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah
abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut
pandang/teori.
|
Kompetensi Inti SMA/MA adalah sebagai berikut:
KELAS X
|
KELAS XI
|
KELAS XII
|
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
|
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
|
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
|
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan
proaktif)
dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia
|
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan
proaktif)
dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia
|
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan
proaktif), menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan
bangsa, serta memosisikan diri sebagai agen transformasi masyarakat dalam
membangun peradaban bangsa dan dunia
|
3. Memahami
dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
|
3. Memahami,
menerapkan, dan menjelaskanpengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif dalamilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora
dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebabfenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah
|
3. Memahami,
menerapkan, dan menjelaskan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif dalamilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora
dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untukmemecahkan
masalah
|
4. Mencoba,
mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
|
4. Mencoba,
mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya
di sekolah secara mandiri, bertindaksecara efektif dan kreatif, serta mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
|
4. Mencoba,
mengolah, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan
kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
|
- Rencana Implementasi
Rencana
implementasi Kurikulum 2013 terkait dengan kesiapan pemerintah untuk menggarap
aspek-aspek: 1. Ketersediaan dokumen kurikulum dan buku babon, 2. Pelaksanaan pelatihan pengguna kurikulum (guru, kepala sekolah, dan
pengawas),
3. Persiapan satuan pendidikan dalam administrasi,
fasilitas, dan manajemen, dan 4. Pelaksanaan
implementasi kurikulum di satuan pendidikan. Ketersediaan dokumen kurikulum dan buku babon adalah adanya dokumen
kurikulum untuk masing-masing guru dan sekolah. Dokumen kurikulum untuk sekolah
adalah dokumen tentang Kurikulum dan Dokumen Kurikulum untuk satuan pendidikan
yang bersangkutan. Dokumen kurikulum untuk guru
adalah Kompetensi Inti, KD, dan silabus
kelas untuk guru kelas (SD); Kompetensi Inti, KD, dan silabus mata pelajaran
untuk guru SMP, SMA, SMK.
Pelaksanaan pelatihan pengguna kurikulum adalah jumlah guru yang ditatar dibandingkan dengan jumlah guru yang mengajar untuk kelas
yang bersangkutan. Guru SD adalah guru kelas jadi di bacht pertama pelatihan
mencakup guru kelas I dan IV SD sedangkan pada bach berikutnya guru kelas II
dan V, kemudian guru kelas VI. Guru agama, seni-budaya dan penjasorkes adalah
guru mata pelajaran dan oleh karenanya mereka sudah harus terlatih pada bacth
pertama. Untuk SMP dan SMA guru mata
pelajaran dan dengan demikian mereka yang mengajar di kelas VII adalah juga mereka
yang mengajar di kelas VIII dan IX. Guru SMA dan SMK yang mengajar di kelas X
mungkin juga mereka yang mengajar di kelas XI dan XII sehingga batch untuk
mereka mungkin berbeda dari batch pelatihan untuk SD.
Persiapan yang dilakukan pemerintah sejak Februari 2013 sampai Juli 2013, berfokus pada ketersediaan dokumen kurikulum, pelatihan
guru kelas I, IV, VII, X dan kepala sekolah dan pengawas SD, SMP, SMA, SMK. Untuk bulan Juli 2013 – Juni
2014: berfokus pada kegiatan implementasi awal kelas I, IV, VII, dan X dan ketersediaan dokumen kurikulum
dan pelatihan guru kelas II, V, VI, VIII, IX, XI, dan XII. Sedangkan untuk bulan Juni 2014 –
2015: berfokus pada implementasi tahun II masih dalam fase awal implementasi; dan bulan Juni 2015 – 2016, berfokus pada implementasi
tahun III dan penentuan apakah implementasi penuh (fully implementation stage)
sudah dapat dimulai pada tahun 2016-2017 dan seterusnya.
C. TANTANGAN DAN HARAPAN
Kegiatan pembelajaran dalam skema Kurikulum 2013 diselenggarakan untuk membentuk watak, membangun pengetahuan, sikap dan
kebiasaan-kebiasaan untuk meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Kegiatan
pembelajaran diharapkan mampu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang
diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan
perilaku khusus supaya setiap individu mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat
dan mewujudkan masyarakat belajar. Dengan
demikian guru diharapkan mampu mengimplementasikan metode pembelajaran yang
inovatif (students-centered); pembelajaran konvensional (teacher-centered)
dianggap tidak lagi mampu memenuhi harapan-harapan di atas. Agar siswa mampu
mengembangkan sikap dan pengalaman sesuai dengan perbedaan potensinya, maka
peran guru tidak lagi sebagai pentransfer ilmu, melainkan sebagai fasilitator
atau membantu siswa agar siswa mampu menguasai berbagai kompetensi yang
diharapkan. Oleh karena itu, kegiatan
pembelajaran yang diselenggarakan diharap mampu mengembangkan kemampuan untuk mengetahui,
memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan, dan mengaktualisasikan
diri. Dengan perkataan lain, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1) berpusat pada peserta didik, (2)
mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan
dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika,
dan (5) menyediakan pengalaman belajar
yang beragam.
Pengakuan
keragaman potensi siswa agar mereka mampu melakukan kegiatan eksplorasi
berimplikasi terhadap pelaksanaan kegiatan
pembelajaran yang perlu menerapkan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan,
kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna. Pada gilirannya kegiatan pembelajaran diharap mampu mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, kreativitas,
kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi dan
kecakapan hidup peserta didik guna membentuk watak serta meningkatkan peradaban
dan martabat bangsa. Siswa yang bersifat
otonom, perlu diberi kesempatan untuk menemukan
sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama di dalam benaknya, dan merevisinya apabila aturan-aturan
itu tidak lagi sesuai. Peserta didik harus didorong untuk mengkonstruksi
pengetahuan melalui
pengalaman-pengalamannya. Dengan demikian maka Kurikulum 2013 sejalan dengan
paradigm constructivism dalam ilmu pendidikan. Kurikulum 2013 juga selaras
dengan berbagai teori kependidikan misalnya: teori perkembangan kognisi dari
Piaget, teori belajar dan membimbing dari Vygotsky, pendekatan kontekstual,
kolaborasi, problem-based learning, investigasi, discovery-method, problem
solving, problem posing, dst.
Mengingat berbagai pertimbangan di atas maka dalam
pembelajaran di kelas, guru dapat memberikan kemudahan
untuk proses ini, dengan memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan atau
menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar peserta didik menjadi sadar dan
secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar, seperti ditulis
dalam pedoman pelaksanaan sbb:
“Guru dapat
memberi peserta didik anak tangga yang membawa peserta didik ke pemahaman yang
lebih tinggi, dengan catatan peserta didik sendiri yang harus memanjat anak
tangga tersebut. Bagi peserta didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberi
tahu” menjadi “aktif mencari tahu”.Di dalam pembelajaran, peserta didik
membangun pengetahuan bagi dirinya. Bagi
peserta didik, pengetahuan yang ada di benaknya bersifat dinamis,
berkembang dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di
sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit
menuju abstrak. Sebagai manusia yang
sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan akan mengalami empat tahap
perkembangan intelektual, yakni sensori motor, pra-operasional, operasional konkrit,
dan operasional formal”
Skema pembelajaran perlu dimulai dengan
perencanaan yang mempertimbangkan berbagai factor serta berbagai sumber belajar
dan pembelajaran yang dapat digunakan. Pengembangan perangkat pembelajaran
menjadi sangat penting. RPP dan LKS perlu dikembangkan selaras dengan
kompetensi dasar, asumsi, paradigm dan teori-teori belajar-mengajar. Skema
pencapaian kompetensi perlu didukung dengan pengembangan berbagai variasi
media, variasi metode dan variasi interaksi di dalam kelas. Dikarenakan peran
aktif siswa sangat diakui, maka alur kegiatan siswa perlu memasilitasi mereka
agar mempunyai kesempatan berdiskusi di dalam kelompok besar atau kecil, serta
menyampaikan pendapatnya atau melaporkan hasil kepada teman yang lain atau guru
di kelas. Skema pencapaian kompetensi akan menjamin kepastian fasilitasi guru
akan segala kemungkinan kegiatan dan proses kognisi atau pencapaian kompetensi.
Untuk memperkokoh skema pencapaian kompetensi maka Kurikulum 2013 SD/MI menggunakan pendekatan pembelajaran
tematik integratif dari kelas I sampai kelas VI. Dijelaskan bahwa pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan berbagai kompetensi dari
berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Sesuai dengan pedoman pelaksanaan, pengintegrasian
tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan
integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema akan membingkai dan member
kerangkan makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik akan mampu
mengkonstruksinya secara komprehensif. Ketentuan tentang pembelajaran tematik
diuraikan sebagai berikut:
“Pembelajaran tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan
dengan alam dan kehidupan manusia. Untuk kelas I, II, dan III, keduanya merupakan pemberi makna yang substansial terhadap mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia,
Matematika, Seni-Budaya dan Prakarya,
serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Di sinilah
Kompetensi Dasar dari IPA dan IPS yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain
memiliki peran penting sebagai pengikat dan pengembang Kompetensi
Dasar mata pelajaran lainnya. Dari sudut pandang psikologis, peserta didik belum mampu berpikir abstrak untuk memahami konten mata pelajaran yang terpisah kecuali
kelas IV, V, dan VI sudah mulai mampu berpikir abstrak. Pandangan
psikologi perkembangan dan Gestalt memberi dasar yang kuat untuk integrasi
Kompetensi Dasar yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik. Dari sudut
pandang transdisciplinarity maka
pengotakan konten kurikulum secara terpisah ketat tidak memberikan keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya”.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
1.Janganlah
disebut sebagai Kurikulum 2013, tetapi lebih baik disebut sebagai Revisi
Kurikulum 2006, agar masyarakat tidak menganggap Kurikulum baru sebagai asing
sama sekali dengan Kurikulum 2006
2.Janganlah
menyebut kurikulum berpendekatan Sain, karena istilah ini sangat asing dan
dapat mengejutkan masyarakat dan para guru. Sebagai gantinya saya mengusulkan
agar digunakan istilah “Pendekatan Eksploratif”
3.Perlu
pendefinisian secara jelas baik secara konseptual maupun filosofis pengertian
Kurikulum pada masing-masing Jenjang Pendidikan. Saya mengusulkan agar ada 1
(satu) lagi jenis kurikulum sebagai ujung tombak operasional dilapangan yaitu
yang saya sebut sebagai “Kurikulum Pada Tingkat Satuan Pembelajaran” atau
disingkat “KTSPbl”. Alasannya agar persiapan, RPP, silabus, bahan ajar, metode,
lebih operasional dan lebih kongkrit serta bersifat kontekstual.
4.Untuk
mendukung adanya KTSPbl, guru perlu mengembangkan 10 (sepuluh) langkah: a.
Mengembangkan RPP yang memfasilitasi siswa untuk membangun hidup (ilmu)-Lile
Skill, b. Mengembangkan Apersepsi sebagai kegiatan siswa dan bukan kegiatan
guru, c. Mengembangkan Kegiatan Diskusi Kelompok, karena hakekat Ilmu bagi
siswa SD dan SMP adalah Kegiatan Diskusi, d. Mengembangkan Skema Pencapaian
Ketrampilan Hidup (lebih tinggi dari Kompetensi), e. Mengembangkan LKS yang
memfasilitasi siswa agar memperoleh Ketrampilan Hidup (LKS harus dibuat sendiri
oleh guru dan bukan dari membeli; LKS bukan sekedar kumpulan soal), f.
Mengembangkan kegiatan assessment (bukan sekedar penilaian), berupa Portfolio
dan Authentics Assessment, g, . Mengembangkan Kegiatan Refleksi Siswa untuk
menyampaikan dan menjelaskan kesimpulan diskusi kelompoknya, h. Mengembangkan
dan mendorong agar Siswa sendiri yang memperoleh Kesimpulan, i. Mengembangkan
Media atau Alat Peraga yang menunjang, j. Menembangkan Metode Pembelajaran yang
Dinamis, Kreatif, Fleksibel, dan Kontekstual.
5.Agar
perbaikan Kurikulum memperhatika system-sistem atau sub-sistem yang sudah
dikembangkan misalnya adanya berbagai sekolah: SSN, RSBI, SBI, KNSI.
6.Agar
dilakukan perubahan-perubahan Paradigma atau Teori-teori agar sesuai dengan
tuntutan jaman.
7.Agar
Kurikulum baru mampu menjawab 2 (dua) pertanyaan besar dan fundamental yaitu:
a. Akuntabilitas Pendidikan, dan b. Sustainabilitas Pendidikan (termasuk
CPD=Continuing Professional Development bagi para Guru)
Hendaknya
Karakter yang dikembangkan diturunkan dari sila-sila Pancasila dan nilai-nilai
yang terkandung pada UUD 45
Diperlukan
redefinisi tentang hakekat keilmuan (Mapel), yaitu bahwa untuk Jenjang
Pendidikan Menengah dan Rendah, Keilmuan merupakan proses berpikir atau
kegiatan social. Diperlukan redefinisi matematika untuk sekolah yaitu
Matematika Sekolah yang didefinisikan sebagai Proses Berpikir atau Kegiatan
Sosial. Ebbutt and Straker (1995) mendefinisikan School Mathematics sebagai:
Kegiatan mencari pola, Kegiatan menyelesaikan masalah, Kegiatan eksplorasi, dan
Kegiatan berkomunikasi. Demikian juga untuk maple-mapel yang lain.
Nilai
Karakter harusnya diturunkan dari butir-butir Sila Pancasila, yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
dan Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Agar
dilakukan redefinisi tentang Orientasi Kurikulum yaitu bukan Pengembangan
Kompetensi melainkan Pengembangan Ketrampilan Hidup
Redefinisi
Hakekat Belajar dan Hakekat Mengajar, yaitu bahwa Belajar adalah kegiatan
eksplorasi dan Mengajar juga adalah Kegiatan Penelitian. Hal ini belum cukup,
perlu ditambah bahwa Belajar adalah Membangun Hidup (Life Skill)
Redefinisi
Metode Mengajar menuju Mngembangkan Ketrampilan Hidup (Life Skill), sehingga
Metode Mengajar yang tepat adalah bersifat kontekstual, fleksibel, dinamis dan
kreatif, misal : Metode Investigasi/Eksplorasi (yang disebut sebagai Metode
Sain) dan Metode Diskusi.
Perlunya
kewajiban bagi guru untuk membuat LKS nya sendiri. Karena LKS selama ini hanya
membeli dari Penerbit atau bantuan dari Pemerintah, dan itu belum termasuk
criteria LKS yang benar, karena hanya merupakan Kumpulan Soal. RPP danLKS yang
benar adalah RPP dan LKS yang membantu siswa mengembangkan Ketrampilan Hidup.
Pemerintah
harus berani melangkah untuk menghapuskan UAN.
Perlu
redifinisi hakekat siswa yaitu bahwa Siswa adalah makhluk yang bersifat Hidup,
oleh karena itu maka hakekat siswa adalah diri subyek belajar yang berusaha
membangun hidupnya (Life Skill)
Perlu
dipromosikan bahwa Kompetensi Siswa berkaitan dengan Kebutuhannya dan berkaitan
dengan Aspek Budayanya. Maka untuk memperoleh kompetensi ketramilan hidup,
siswa perlu melalui tahap-tahap hirarkhis sebagai berikut: WILL, ATTITUDE,
KNOWLEDGE, SKILL, and EXPERIENCE, Untuk mencapai Kompetensi tersebut guru perlu
membuat Skenario Pembelajaran yaitu Skenario Pencapaian Kompetensi.
Dikembangkan
komunikasi agar diperoleh kejelasan tentang perihal tersebut di atas. Sudah
saatnya dipromosikan Pendidikan Kontekstual yaitu sesuai dengan Daerah
masing-masing; sehingga Pendidikan akan mengembangkan Multi Solusi dan Multi
Budaya.
Agar
pengembangan Kurikulum 2013 mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di
atas.
Elegi Permintaan Si Murid Cerdas Kepada Guru Matematika
Oleh Marsigit
Guru Matematika:
Wahai muridku, engkau kelihatan berbeda dan kelihatan cerdas. Sekiranya aku ditugaskan untuk menjadi Guru Matematika di kelasmu maka apakah permintaan-permintaanmu kepadaku?
Murid:
Aku menginginkan agar pelajaran matematika itu menyenangkan bagi diriku, memberi semangat kepadaku, dan bermanfaat bagiku.
Aku juga ingin bahwa pelajaran matematika itu mudah aku pelajari.
Aku harap engkau juga menghargai pengetahuan-pengetahuan yang sudah aku miliki.
Aku ingin juga bahwa pelajaran matematika itu mempunyai keindahan, sesuai dengan norma dan nilai agama.
Aku mohon agar aku diberi kesempatan untuk berdoa sebelum pelajaran matematika itu dimulai.
Aku ingin agar persoalanku sehari-hari dapat digunakan dalam belajar matematika.
Ketahuilah wahai guruku bahwa rasa senang itu juga milikku, walaupun engkau juga berhak mempunyai rasa senang.
Tetapi menurutku, rasa senang itu tidaklah engkau berikan kepadaku, melainkan harus muncul dari dalam diriku sendiri.
Engkau tidaklah bisa memaksa diriku menyenangi matematika, kecuali hanya dengan keikhlasanku.
Aku juga ingin engkau agar memberi kesempatan kepada diriku agar aku bisa mempersiapkan psikologis diriku dalam mengikuti pelajaran matematika.
Ketahuilah wahai guruku, bahwa diriku dan diri teman-temanku semua itulah yang sebenar-benarnya melakukan persiapan.
Itulah yang menurut Pamanku disebut sebagai Apersepsi.
Maka berilah kami semua tanpa kecuali untuk melakukan kegiatan-kegiatan agar kami bisa melaukan Apersepsi, dan tidak hanya engkau ceramahi atau engkau hanya bertanya kepada sedikit siswamu yang duduk di depan.
Aku juga berharap agar pelajaran matematika itu engkau persiapakan sebaik-baiknya agar aku dapat melakukan berbagai aktivitas di kelas.
Aku juga memohon agar engkau bersikap adil, tidak pilih kasih. Jika nilaiku jelek, janganlah engkau remehkan diriku, tetapi jika nilaiku terbaik maka janganlah terlalu disanjung-sanjung.
Menurutku, belajar matematika itu adalah hak dari setiap murid-muridmu di kelas. Oleh karena itu mohon agar perhatianmu jangan hanya yang duduk di bagian depan saja, melainkan harus meliputi semuanya.
Aku juga memohon agar engkau tidak bersikap otoriter. Tetapi aku mohon agar engkau dapat bersikap demokratis.
Oleh karena itu, aku mohon agar engkau jangan terlalu banyak bicara apalagi terkesan menggurui.
Berikanlah kami beraneka ragam aktivitas matematika.
Karena jika engkau terlalu banyak bercerita dan mengguruiku maka sebenar-benar diriku merasa tersinggung dan kasihan terhadap dirimu karena engkau terkesan sombong.
Aku juga mohon agar engkau tidak hanya bercerita, tetapi hendaknya memberikanku kesempatan untuk beraktivitas.
Aku ingin agar engkau guruku, dapat membuat atau menyiapkan LKS agar aku bisa berlatih di situ, sekaligus aku akan mempunyai catatan dan informasi-informasi.
Aku mohon agar LKS yang engkau siapkan bukan sekedar kumpulan soal, melainkan dapat menjadi sarana bagiku untuk belajar mandiri maupun kelompok.
Kata Pamanku, LKS merupakan sarana yang sangat strategis bagi guru agar mampu melayani kebutuhan belajar matematika siswa-siswanya yang beraneka ragam kemampuan.
Aku mohon juga agar engkau jangan menilai aku hanya dari test saja, tetapi tolonglah agar penilaianmu terhadap diriku itu bersifat komprehensif, lengkap meliputi proses kegiatanku dan juga hasil-hasilku.
Aku juga menginginkan dapat menampilkan karya-karyaku.
Aku sungguh merasa jemu jika engkau hanya menggunakan metode ceramah saja.
Wahai guruku, seberapakah engkau menyadari betapa kecewanya murid-muridmu ketika sudah engkau minta untuk unjuk jari bertanya, tetapi engkau hanya menunjuk satu saja diantara kami. Padahal hal itu engkau lakukan setiap hari dan dari waktu ke waktu. Menurut Pamanku, ini disebabkan karena pengelolaan kelas yang belum bagus.
Aku dan teman-temanku juga merasa tidak begitu nyaman, jika engkau selalu bertanya dengan kalimat panjang dan kalimat terbuka, kemudian menyuruhku untuk menjawab secara koor/choir. Seakan-akan engkau telah memperlakukan diriku hanya sebagai obyek pelengkap kalimat-kalimatmu. Sungguh guru hal yang demikian telah membuat diriku telah tidak berdaya dihadapanmu. Lagi-lagi menurut Pamanku, metode mengajar yang demikian perlu segera diubah.
Oleh karena itu aku memohon agar engkau menggunakan berbagai variasi metode mengajar, variasi penilaian, variasi pemanfaatan sumber belajar.
Aku juga menginginkan agar engkau mampu menggunakan teknologi canggih seperti website dalam pembelajaranmu. Kenapa guru, aku belajar matematika musti menunggu hari Selasa, padahal pada hari Selasa yang telah aku tunggu-tunggu terkadang engkau tidak dapat mengajar dikarenakan mendapat tugas yang lebih penting. Aku sangat kecewa akan hal ini.
Aku ingin agar engkau guruku, dapat membuat Website yang memungkinkan aku belajar matematika setiap saat, kapan saja dan dimana saja, tidak tergantung dengan keberadaanmu. Aku juga ingin bertanya persoalan matematika kepadamu setiap saat, kapan saja dan dimana saja, tidak tergantung keberadaanmu. Menurut Pamanku, itu semua bisa dilayani jika engkau membuatkan Wbsite atau Blog untuk murid-muridmu.
Aku ingin engkau menunjukkiku di mana sumber-sumber belajar matematika yang baik.
Aku juga akan merasa bangga jika engkau sebagai guruku mampu membuat modul-modul pembelajaran, apalagi jika engkau dapat pula membuat buku-buku teks pelajaran matematika untukku.
Aku juga menginginkan engkau dapat memberi kesempatan kepadaku untuk memperoleh keterampilan matematika.
Aku ingin agar matematikaku bermanfaat tidak hanya untuk diriku tetapi juga untuk orang lain.
Aku juga menginginkan masih tetap bisa berkonsultasi denganmu di luar jam pelajaran.
Pak Guru, aku ingin sekali tempo juga belajar di luar kelas. Kelihatannya belajar diluar kelas udaranya lebih segar dan menyenangkan.
Tiadalah seseorang di muka bumi ini selain diriku sama dengan diriku. Oleh karena itu dalam pelajaran matematika itu nanti aku berharap agar engkau dapat mengenalku dan mengerti siapa diriku.
Tetapi aku juga mengetahui bahwa diri yang lain juga saling berbeda satu dengan yang lain.
Maka sesungguh-sungguhnya dirimu sebagai guru akan menghadapi murid-muridmu sebanyak empat puluh ini, juga sebanyak empat puluh macam yang berbeda-beda.
Oleh karena itu aku memohon agar engkau jangan hanya menggunakan metode tunggal dalam mengajarmu, supaya engkau dapat membantu belajarku.
Menurutku, untuk melayani sebanyak empat puluh siswa-siswa yang berbeda-beda ini, maka tidaklah bisa kalau engkau hanya menggunakan metode mengajar tradisional atau ceramah.
Menurut bacaan di internet dan menurut Pamanku, maka untuk dapat melayani siswa-siswamu yang beraneka ragam, maka engkau perlu mengembangkan RPP yang flesibel, perlu membuat LKS dan yang penting lagi adalah engkau sebagai guruku harus mempercayai bahwa jika diberi kesempatan maka muridmu ini mampu mempelajari matematika.
Itulah yang aku ketahui bahwa engkau harus lebih berpihak kepada kami.
Keberpihakan engkau kepada kami itulah yang menurut Pamanku disebut sebagai student centered.
Mohon agar engkau lebih sabar menunggu sampai aku bisa mengerjakan matematika. Usahakanlah agar matematika itu menjadi miliku, maka janganlah aku hanya diberi kesempatan untuk melihat atau menonton saja.
Yang betul-betul perlu belajar matematika itu adalah diriku.
Aku ingin betul-betul belajar dan melakukan kegiatan belajar dan tidak hanya menonton engkau yang mengerjakan matematika.
Maka jikalau engkau mempunyai alat peraga, maka biarkan aku dapat menggunakannya dan jangan hanya engkau taruh di depan saja.
Aku bahkan dapat mempelajari matematika lebih efektif jika belajar bersama-sama dengan teman-temanku.
Oleh karena itu wahai guruku, maka dalam pelajaran matematika itu nanti berikan kami kesempatan untuk belajar bersama-sama dalam kelompok.
Tetapi jika engkau telah menyuruhku belajar dalam kelompok, maka berikanlah aku waktu yang cukup untuk berdiskusi dan janganlah engkau terlalu banyak memberikan petunjuk dan ceramah lagi ketika aku sedang bekerja dalam kelompok.
Karena hal demikian sangat mengganggu konsentrasiku dan terkesan engkau menjadi kurang menghargai kepada murid-muridmu.
Aku juga mohon agar engkau memberikan kesempatan kepada diriku untuk membangun konsepku dan pengertianku sendiri.
Wahai guruku, ketahuilah bahwa aku juga ingin menunjukkan kepada teman-temanku bahwa aku juga dapat menarik kesimpulan dari tugas-tugasmu mengerjakan matematika.
Ketahuilah wahai guruku bahwa kesimpulan-kesimpulan dari tugas-tugasmu itu sebenarnya adalah milikku.
Oleh karena itu janganlah engkau sendiri yang menyimpulkan tetapi berikan kesempatan kepadaku agar aku juga bisa menemukan rumus-rumus matematika.
Rumus yang aku temukan sendiri itu sebenar-benarnya akan bersifat lebih awet dan langgeng dari pada hal demikian hanya sekedar pemberianmu.
Maka jika aku sudah susah-susah melakukan kegiatan kearah menemukan rumus, sementara pada akhirnya malah engkau yang menyimpulkan, maka sebetulnya aku menjadi marah kepadamu.
Janganlah engkau membuat pesan ganda kepada diriku. Janganlah engkau memberi hukuman kepadaku dengan menyuruh aku untuk mengerjakan sebanyak-banyak soal. Karena bagiku, hukuman adalah jelek sedangkan mengerjakan soal adalah baik.
Jangan pula engkau pura-pura memberi soal yang sangat sulit kepadaku padahal engkau sesungguhnya bermaksud untuk menghukumku.
Aku memohon agar engkau mempercayaiku. Kepercayaanmu kepadaku itu merupakan kekuatan bagiku untuk memperoleh pengetahuanku. Tolong sekali lagi tolong, percayailah diriku, bahwa jika aku diberi kesempatan maka insyaAllah aku bisa.
Aku akan bangga jika guruku suatu ketika dapat muncul di kegiatan seminar baik secara nasional maupun internasinal. Wahai guruku, gunakanlah data-dataku, hasil-hasilku, dan proses belajarku sebagai data penelitianmu. Menurut Pamanku, jika engkau mampu menggunakan data-data dikelas mengajarmu, maka engkau akan menghasilkan karya ilmiah setiap tahunnya.
Wahai guruku, aku juga bangga dan ingin membaca karya-karya ilmiahmu. Setidaknya hal demikian juga akan memotivasi diriku.
Wahai guruku yang baik hati, aku merasa dari waktu ke waktu terdapat perubahan dalam diriku. Aku juga melakukan percobaan atau eksperimen mencari cara belajar yang baik. Kelihatannya aku belum menemukan cara belajar yang terbaik bagi diriku. Tetapi aku dapat menyimpulkan bahwa cara belajarku haruslah dinamis, fleksibel, dan kreatif menyesuaikan dengan kompetensi yang harus aku kuasai. Oleh karena itu sungguh aneh jika engkau guruku hanya mengajar diriku dengan metode yang sama dari waktu ke waktu.
Permintaan terakhirku adalah apakah bisa engkau Guruku, untuk kami yang beraneka ragam, berilah kesempatan untuk mempelajari matematika yang beraneka ragam pula, dengan alat peraga atau fasilitas yang beraneka ragam pula, dengan buku matematika yang beraneka ragam pula, dengan kompetensi yang beraneka ragam pula, dengan waktu yang beraneka ragam pula, walaupun kami semua ada dalam satu kelas, yaitu kelas pembelajaran matematika yang akan engkau selenggarakan.
Demikian guru permohonanku, saya minta maaf atas banyaknya permintaanku karena sesungguhnya permintaanku itu telah aku kumpulkan dalam jangka waktu yang lama. Sampai aku menunggu ada seorang guru yang bersifat terbuka untuk menerima permohonan dan saran dari muridnya.
Sekali lagi mohon maaf guruku. Mohon doa restunya. Amin
Guru Matematika:
Astagfirullah al adzimu....ya Allah ya Robi ampunilah segala dosa-dosaku.
Wahai muridku, aku tidak bisa berkata apapun dan aku merasa terharu mendengar semua permintaanmu itu.
Mulutku seakan terkunci mendengar semua permintaan dan penuturanmu itu.
Tubuhku tergetar dan keringat dingin membasahi tubuhku.
Aku tidak mengira bahwa diantara murid-muridku ada murid yang secerdas kamu.
Aku tidak mengira bahwa jika aku beri kesempatan dan aku beri sarana penyambung lidah bagi suara hati nuranimu, maka ternyata harapan-harapanmu, permintaan-permintaanmu, dan pikiran-pikiranmu bisa melebihi dan di luar apa yang aku pikirkan dewasa ini.
Setelah mendengar semua permintaanmu, aku menjadi tahu betapa tidak mudah menjadi Guru Matematika bagimu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menjadi ragu tentang kepastianku.
Setelah mendengar permintaanmu, aku merasa malu dihadapanmu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku merasakan betapa diriku itu bersifat sangat
egois.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa aku telah berbuat sombong dihadapanmu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa malas diriku itu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa selama ini aku telah berbuat tidak adil terhadapmu.
Selama ini aku telah berbuat aniaya terhadap dirimu karena aku telah selalu menutupi sifat-sifatmu, aku selalu menutupi potensi-potensimu, aku selalu mendominasi inisiatifmu, aku selalu menimpakan kesalahan pada dirimu, dan
sebaliknya aku selalu menutupi kesalahanku.
Selama ini aku telah berpura-pura menjadi manusia setengah dewa dihadapanmu.
Dihadapanmu, aku telah menampilkan diriku sebagai manusia sempurna yang tiada cacat, serba bisa, serba unggul, serba hebat, tiada gagal, wajib digugu, dan wajib ditiru.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa selama ini aku telah berbuat munafik di depanmu, karena aku selalu menyembunyikan keburukan-keburukanku sementara aku menuntumu untuk menunjukkan kebaikan-kebaikanmu.
Oh muridku hanyalah tetesan air mataku saja yang telah mengalir merenungi menyadarai bahwa KERAGUANKU terhadap praktek pembelajaran matematika ternyata benar adanya.
Ternyata yang aku lakukan selama ini lebih banyak mendholimi murid-muridku.
Wahai orang tua berambut putih salahkan jika aku berusaha membimbing murid-muridku?
Orang Tua Berambut Putih:
Ketahuilah wahai guru, jikalau engkau renungkan, maka hakekat membimbing adalah memberdayakan siswa. Sudahkah kegiatan membimbingmu memberdayakan siswa? Saya khawatir jangan-jangan niatmu membimbing, tetapi yang terjadi sebetulnya justeru membuat siswamu tidak berdaya.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Orang tua berambut putih, salahkan jika aku mewajibkan murid-muridku untuk belajar giat?
Orang Tua Berambut Putih:
Wahai guru, jika engkau renungkan, maka hakekat belajar itu adalah kebutuhan dan kesadaran siswa, dan bukanlah kewajiban dan perintah-perintahmu. Saya khawatir jangan-jangan dibalik kegiatanmu mewajib-wajibkan dan perintah-perintah kepada siswamu itu, sebetulnya terselip sifat egoismu.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Salahkah jika aku mengajar dengan cepat dan tergesa-gesa untuk memberi bekal sebanyak-banyaknya kepada siswa. Apalagi beban kurikulum yang banyak sementara waktunya terbatas.
Orang Tua Berambut Putih:
Wahai guru, jika engkau renungkan, maka hakekat pendidikan itu adalah kegiatan jangka panjang. Cepat dan tergesa-gesa itu artinya tidak teliti dan memaksa. Maka tiadalah gunanya engkau dipundakmu membawa segunung pengetahuanmu untuk engkau tuangkan kepada siswamu sementara siswa-siswamu meninggalkan dirimu. Sebaliknya jika siswamu telah berdaya, merasa senang, menyadari dan memerlukan mempelajari matematika, maka sedikit saja engkau memberinya, maka mereka akan meminta dan mencari yang lebih banyak lagi.
Guru Matematika:
Subhanallah....baru kali ini aku menyadarinya.
Salahkah jika saya menggunakan metode tunggal saja yaitu metode ekspositori?
Orang Tua Berambut Putih:
Metode ekspositori atau ceramah itu metode yang sudah kadaluwarsa, tidak mampu lagi melayani kebutuhan siswa dalam belajarnya. Metode ekspositori selalu sajalah merupakan siklus dari kegiatan: menerangkan, memberi contoh, memberi soal, memberi tugas, dan menerangkan kembali, demikian seterusnya. Selamanya ya seperti itu. Itu hanya cocok jika paradigma mengajarmu adalah paradigma lama yaitu trasfer of learning. Jaman sekarang dan kecenderungan internasional, metode yang dikembangkan adalah multi metode, yaitu metode yang bervariasi, dinamis dan fleksibel.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian bagaimanakah caranya aku melayani kebutuhan siswa-siswaku mempelajari dan menemukan sendiri matematikanya? Sementara murid-muridku itu jumlahnya banyak dan kemampuannya berbeda-beda pula?
Orang Tua Berambut Putih:
Tidaklah mungkin engkau mampu melayani kebutuhan belajar murid-muridmu, jika engkau tidak merubah paradigmamu.
Guru Matematika:
Paradigma seperti apa sehingga saya mampu melayani siswa-siswaku mempelajari matematika?
Orang Tua Berambut Putih:
Hijrahlah, berubahlah, bergeraklah.
Ubahlah paradigmamu:
-dari transer of knowledge menjadi to facilitate
-dari directed-teaching menjadi less directed-teaching
-dari menekankan kepada teaching menjadi menekankan kepada learning
-dari metode tunggal menjadi metode jamak
-dari metode yang monoton menjadi metode yang dinamis dan fleksibel
-dari textbook oriented menjadi problem-based oriented
-dari UNAS oriented menjadi process-product oriented
-dari cepat dan tergesa-gesa menjadi sabar dan menunggu
-dari mewajibkan menjadi menyadarkan
-dari tanya jawab menjadi komunikasi dan interaksi
-dari otoriter menjadi demokrasi
-dari penyelesaian tunggal menjadi open-ended
-dari ceramah menjadi diskusi
-dari klasikal menjadi klasikal, kelompok besar, kelompok kecil dan individual
-dari guru sebagai aktor menjadi siswa sebagai aktor
-dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa
-dari mencetak menjadi menembangkan
-dari guru menanamkan konsep menjadi siswa membangun atau menemukan konsep
-dari motivasi eksternal menjadi motivasi internal
-dari siswa mendengarkan menjadi siswa berbicara
-dari siswa duduk dan menunggu menjadi siswa beraktivitas
-dari siswa pasif menjadi siswa aktif
-dari kapur dan papan tulis saja menjadi media dan alat peraga
-dari abstrak menjadi kongkrit
-dari inisiatif guru menjadi inisiatif siswa
-dari contoh oleh guru menjadi contoh oleh siswa
-dari penjelasan oleh guru menjadi penjelasan oleh siswa
-dari kesimpulan oleh guru menjadi kesimpulan oleh siswa
-dari konvensional menuju teknologi
-dari siswa diberitahu menjadi siswa mencari tahu
-dari hasil yang tunggal menjadi hasil yang plural
Guru Matematika:
Subhanallah ...ya Allah ya Rab ampunilah segala dosa-dosaku. Baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian, secara kongkrit, bagaimanakah aku dapat melayani kebutuhan belajar siswa-siswaku yang banyak itu.
Orang Tua Berambut Putih:
Selama ini mengajarmu berpola atau berprinsip: "untuk siswa-siswa yang bermacam-macam kemampuan, engkau hanya mengajarinya matematika yang sama, dalam waktu yang sama, dengan tugas yang sama, dengan metode mengajar yang sama, dan mengharapka hasil yang sama, yaitu hasil yang sama dengan apa yang engkau pikirkan". Itulah sebenar-benar metode mengajar Tradisional yang tidak mampu lagi dipertahankan. Berubah dan berubahlah segera...
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian akau harus mengubah pola mengajarku yang bagaimana?
Orang Tua Berambut Putih:
Jika engkau menginginkan mampu menerapkan metode pembelajaran inovatif, maka terapkanlah prinsip:"untuk siswa yang berbeda-beda, seyogyanya mempelajari matematika yang berbeda dan bermacam-macam, walau memerlukan waktu yang berbeda-beda, tetapi dengan metode yang berbeda-beda pula, alat yang berbeda-beda pula, serta hasil yang boleh berbeda, yaitu boleh berbeda dengan apa yang engkau pikirkan"
Guru Matematika:
Subhanallah ...baru kali ini aku menyadarinya.
Apakah yang dimaksud teknologi atau alat agar aku mampu melayani kebutuhan siswa belajar matematika?
Orang Tua Berambut Putih:
LKS sementara ini dianggap sebagai teknologi atau alat yang sangat strategis. Namun jangan salah paham, LKS bukanlah sekedar kumpulan soal, melainkan LKS adalah wahana bagi siswa untuk beraktivitas untuk menemukan ilmu atau menemukan rumus matematikanya. Maka seorang guru harus menembangkan sendiri LKS nya. Tiadalah orang lain mengetahui kebutuhan guru ybs. Maka tidaklah bisa mengadakan LKS hanya dengan cara membeli. Itu betul-betul salah dan tidak proesional.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Kenapa musti siswa harus belajar dengan berdiskusi dalam kelompoknya.
Orang Tua Berambut Putih:
Hakekat ilmu itu diperoleh dengan cara berinteraksi antara obyektif dan subyektif, antara teori dan praktek, antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa, ..dst. Maka diskusi kelompok itu sebenarnya adalah sunatullah.
Guru Matematika:
Subahanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Terimakasih orang tua berambut putih.
Ya Allah ya Robbi, ampunilah segala dosa dan kesombonganku selama ini, yang telah mengabaikan betapa pentingnya aspek psikologis belajar matematika itu, yang telah meremehkan kemandirian siswa, yang telah serampangan dan hantem kromo terhadap perlakuan pedagogis belajar matematika, yang telah merasa cukup dan puas terhadap ilmu dan pengetahuanku selama ini.
Permohonan ampunku yang terus menerus kiranya belum cukup untuk menghapus dosa-dosaku.
Ya Allah ya Rab semoga Engkau masih bersedia melindungi dan meridai pekerjaan-pekerjaanku.
Amin
Guru Matematika:
Wahai muridku, engkau kelihatan berbeda dan kelihatan cerdas. Sekiranya aku ditugaskan untuk menjadi Guru Matematika di kelasmu maka apakah permintaan-permintaanmu kepadaku?
Murid:
Aku menginginkan agar pelajaran matematika itu menyenangkan bagi diriku, memberi semangat kepadaku, dan bermanfaat bagiku.
Aku juga ingin bahwa pelajaran matematika itu mudah aku pelajari.
Aku harap engkau juga menghargai pengetahuan-pengetahuan yang sudah aku miliki.
Aku ingin juga bahwa pelajaran matematika itu mempunyai keindahan, sesuai dengan norma dan nilai agama.
Aku mohon agar aku diberi kesempatan untuk berdoa sebelum pelajaran matematika itu dimulai.
Aku ingin agar persoalanku sehari-hari dapat digunakan dalam belajar matematika.
Ketahuilah wahai guruku bahwa rasa senang itu juga milikku, walaupun engkau juga berhak mempunyai rasa senang.
Tetapi menurutku, rasa senang itu tidaklah engkau berikan kepadaku, melainkan harus muncul dari dalam diriku sendiri.
Engkau tidaklah bisa memaksa diriku menyenangi matematika, kecuali hanya dengan keikhlasanku.
Aku juga ingin engkau agar memberi kesempatan kepada diriku agar aku bisa mempersiapkan psikologis diriku dalam mengikuti pelajaran matematika.
Ketahuilah wahai guruku, bahwa diriku dan diri teman-temanku semua itulah yang sebenar-benarnya melakukan persiapan.
Itulah yang menurut Pamanku disebut sebagai Apersepsi.
Maka berilah kami semua tanpa kecuali untuk melakukan kegiatan-kegiatan agar kami bisa melaukan Apersepsi, dan tidak hanya engkau ceramahi atau engkau hanya bertanya kepada sedikit siswamu yang duduk di depan.
Aku juga berharap agar pelajaran matematika itu engkau persiapakan sebaik-baiknya agar aku dapat melakukan berbagai aktivitas di kelas.
Aku juga memohon agar engkau bersikap adil, tidak pilih kasih. Jika nilaiku jelek, janganlah engkau remehkan diriku, tetapi jika nilaiku terbaik maka janganlah terlalu disanjung-sanjung.
Menurutku, belajar matematika itu adalah hak dari setiap murid-muridmu di kelas. Oleh karena itu mohon agar perhatianmu jangan hanya yang duduk di bagian depan saja, melainkan harus meliputi semuanya.
Aku juga memohon agar engkau tidak bersikap otoriter. Tetapi aku mohon agar engkau dapat bersikap demokratis.
Oleh karena itu, aku mohon agar engkau jangan terlalu banyak bicara apalagi terkesan menggurui.
Berikanlah kami beraneka ragam aktivitas matematika.
Karena jika engkau terlalu banyak bercerita dan mengguruiku maka sebenar-benar diriku merasa tersinggung dan kasihan terhadap dirimu karena engkau terkesan sombong.
Aku juga mohon agar engkau tidak hanya bercerita, tetapi hendaknya memberikanku kesempatan untuk beraktivitas.
Aku ingin agar engkau guruku, dapat membuat atau menyiapkan LKS agar aku bisa berlatih di situ, sekaligus aku akan mempunyai catatan dan informasi-informasi.
Aku mohon agar LKS yang engkau siapkan bukan sekedar kumpulan soal, melainkan dapat menjadi sarana bagiku untuk belajar mandiri maupun kelompok.
Kata Pamanku, LKS merupakan sarana yang sangat strategis bagi guru agar mampu melayani kebutuhan belajar matematika siswa-siswanya yang beraneka ragam kemampuan.
Aku mohon juga agar engkau jangan menilai aku hanya dari test saja, tetapi tolonglah agar penilaianmu terhadap diriku itu bersifat komprehensif, lengkap meliputi proses kegiatanku dan juga hasil-hasilku.
Aku juga menginginkan dapat menampilkan karya-karyaku.
Aku sungguh merasa jemu jika engkau hanya menggunakan metode ceramah saja.
Wahai guruku, seberapakah engkau menyadari betapa kecewanya murid-muridmu ketika sudah engkau minta untuk unjuk jari bertanya, tetapi engkau hanya menunjuk satu saja diantara kami. Padahal hal itu engkau lakukan setiap hari dan dari waktu ke waktu. Menurut Pamanku, ini disebabkan karena pengelolaan kelas yang belum bagus.
Aku dan teman-temanku juga merasa tidak begitu nyaman, jika engkau selalu bertanya dengan kalimat panjang dan kalimat terbuka, kemudian menyuruhku untuk menjawab secara koor/choir. Seakan-akan engkau telah memperlakukan diriku hanya sebagai obyek pelengkap kalimat-kalimatmu. Sungguh guru hal yang demikian telah membuat diriku telah tidak berdaya dihadapanmu. Lagi-lagi menurut Pamanku, metode mengajar yang demikian perlu segera diubah.
Oleh karena itu aku memohon agar engkau menggunakan berbagai variasi metode mengajar, variasi penilaian, variasi pemanfaatan sumber belajar.
Aku juga menginginkan agar engkau mampu menggunakan teknologi canggih seperti website dalam pembelajaranmu. Kenapa guru, aku belajar matematika musti menunggu hari Selasa, padahal pada hari Selasa yang telah aku tunggu-tunggu terkadang engkau tidak dapat mengajar dikarenakan mendapat tugas yang lebih penting. Aku sangat kecewa akan hal ini.
Aku ingin agar engkau guruku, dapat membuat Website yang memungkinkan aku belajar matematika setiap saat, kapan saja dan dimana saja, tidak tergantung dengan keberadaanmu. Aku juga ingin bertanya persoalan matematika kepadamu setiap saat, kapan saja dan dimana saja, tidak tergantung keberadaanmu. Menurut Pamanku, itu semua bisa dilayani jika engkau membuatkan Wbsite atau Blog untuk murid-muridmu.
Aku ingin engkau menunjukkiku di mana sumber-sumber belajar matematika yang baik.
Aku juga akan merasa bangga jika engkau sebagai guruku mampu membuat modul-modul pembelajaran, apalagi jika engkau dapat pula membuat buku-buku teks pelajaran matematika untukku.
Aku juga menginginkan engkau dapat memberi kesempatan kepadaku untuk memperoleh keterampilan matematika.
Aku ingin agar matematikaku bermanfaat tidak hanya untuk diriku tetapi juga untuk orang lain.
Aku juga menginginkan masih tetap bisa berkonsultasi denganmu di luar jam pelajaran.
Pak Guru, aku ingin sekali tempo juga belajar di luar kelas. Kelihatannya belajar diluar kelas udaranya lebih segar dan menyenangkan.
Tiadalah seseorang di muka bumi ini selain diriku sama dengan diriku. Oleh karena itu dalam pelajaran matematika itu nanti aku berharap agar engkau dapat mengenalku dan mengerti siapa diriku.
Tetapi aku juga mengetahui bahwa diri yang lain juga saling berbeda satu dengan yang lain.
Maka sesungguh-sungguhnya dirimu sebagai guru akan menghadapi murid-muridmu sebanyak empat puluh ini, juga sebanyak empat puluh macam yang berbeda-beda.
Oleh karena itu aku memohon agar engkau jangan hanya menggunakan metode tunggal dalam mengajarmu, supaya engkau dapat membantu belajarku.
Menurutku, untuk melayani sebanyak empat puluh siswa-siswa yang berbeda-beda ini, maka tidaklah bisa kalau engkau hanya menggunakan metode mengajar tradisional atau ceramah.
Menurut bacaan di internet dan menurut Pamanku, maka untuk dapat melayani siswa-siswamu yang beraneka ragam, maka engkau perlu mengembangkan RPP yang flesibel, perlu membuat LKS dan yang penting lagi adalah engkau sebagai guruku harus mempercayai bahwa jika diberi kesempatan maka muridmu ini mampu mempelajari matematika.
Itulah yang aku ketahui bahwa engkau harus lebih berpihak kepada kami.
Keberpihakan engkau kepada kami itulah yang menurut Pamanku disebut sebagai student centered.
Mohon agar engkau lebih sabar menunggu sampai aku bisa mengerjakan matematika. Usahakanlah agar matematika itu menjadi miliku, maka janganlah aku hanya diberi kesempatan untuk melihat atau menonton saja.
Yang betul-betul perlu belajar matematika itu adalah diriku.
Aku ingin betul-betul belajar dan melakukan kegiatan belajar dan tidak hanya menonton engkau yang mengerjakan matematika.
Maka jikalau engkau mempunyai alat peraga, maka biarkan aku dapat menggunakannya dan jangan hanya engkau taruh di depan saja.
Aku bahkan dapat mempelajari matematika lebih efektif jika belajar bersama-sama dengan teman-temanku.
Oleh karena itu wahai guruku, maka dalam pelajaran matematika itu nanti berikan kami kesempatan untuk belajar bersama-sama dalam kelompok.
Tetapi jika engkau telah menyuruhku belajar dalam kelompok, maka berikanlah aku waktu yang cukup untuk berdiskusi dan janganlah engkau terlalu banyak memberikan petunjuk dan ceramah lagi ketika aku sedang bekerja dalam kelompok.
Karena hal demikian sangat mengganggu konsentrasiku dan terkesan engkau menjadi kurang menghargai kepada murid-muridmu.
Aku juga mohon agar engkau memberikan kesempatan kepada diriku untuk membangun konsepku dan pengertianku sendiri.
Wahai guruku, ketahuilah bahwa aku juga ingin menunjukkan kepada teman-temanku bahwa aku juga dapat menarik kesimpulan dari tugas-tugasmu mengerjakan matematika.
Ketahuilah wahai guruku bahwa kesimpulan-kesimpulan dari tugas-tugasmu itu sebenarnya adalah milikku.
Oleh karena itu janganlah engkau sendiri yang menyimpulkan tetapi berikan kesempatan kepadaku agar aku juga bisa menemukan rumus-rumus matematika.
Rumus yang aku temukan sendiri itu sebenar-benarnya akan bersifat lebih awet dan langgeng dari pada hal demikian hanya sekedar pemberianmu.
Maka jika aku sudah susah-susah melakukan kegiatan kearah menemukan rumus, sementara pada akhirnya malah engkau yang menyimpulkan, maka sebetulnya aku menjadi marah kepadamu.
Janganlah engkau membuat pesan ganda kepada diriku. Janganlah engkau memberi hukuman kepadaku dengan menyuruh aku untuk mengerjakan sebanyak-banyak soal. Karena bagiku, hukuman adalah jelek sedangkan mengerjakan soal adalah baik.
Jangan pula engkau pura-pura memberi soal yang sangat sulit kepadaku padahal engkau sesungguhnya bermaksud untuk menghukumku.
Aku memohon agar engkau mempercayaiku. Kepercayaanmu kepadaku itu merupakan kekuatan bagiku untuk memperoleh pengetahuanku. Tolong sekali lagi tolong, percayailah diriku, bahwa jika aku diberi kesempatan maka insyaAllah aku bisa.
Aku akan bangga jika guruku suatu ketika dapat muncul di kegiatan seminar baik secara nasional maupun internasinal. Wahai guruku, gunakanlah data-dataku, hasil-hasilku, dan proses belajarku sebagai data penelitianmu. Menurut Pamanku, jika engkau mampu menggunakan data-data dikelas mengajarmu, maka engkau akan menghasilkan karya ilmiah setiap tahunnya.
Wahai guruku, aku juga bangga dan ingin membaca karya-karya ilmiahmu. Setidaknya hal demikian juga akan memotivasi diriku.
Wahai guruku yang baik hati, aku merasa dari waktu ke waktu terdapat perubahan dalam diriku. Aku juga melakukan percobaan atau eksperimen mencari cara belajar yang baik. Kelihatannya aku belum menemukan cara belajar yang terbaik bagi diriku. Tetapi aku dapat menyimpulkan bahwa cara belajarku haruslah dinamis, fleksibel, dan kreatif menyesuaikan dengan kompetensi yang harus aku kuasai. Oleh karena itu sungguh aneh jika engkau guruku hanya mengajar diriku dengan metode yang sama dari waktu ke waktu.
Permintaan terakhirku adalah apakah bisa engkau Guruku, untuk kami yang beraneka ragam, berilah kesempatan untuk mempelajari matematika yang beraneka ragam pula, dengan alat peraga atau fasilitas yang beraneka ragam pula, dengan buku matematika yang beraneka ragam pula, dengan kompetensi yang beraneka ragam pula, dengan waktu yang beraneka ragam pula, walaupun kami semua ada dalam satu kelas, yaitu kelas pembelajaran matematika yang akan engkau selenggarakan.
Demikian guru permohonanku, saya minta maaf atas banyaknya permintaanku karena sesungguhnya permintaanku itu telah aku kumpulkan dalam jangka waktu yang lama. Sampai aku menunggu ada seorang guru yang bersifat terbuka untuk menerima permohonan dan saran dari muridnya.
Sekali lagi mohon maaf guruku. Mohon doa restunya. Amin
Guru Matematika:
Astagfirullah al adzimu....ya Allah ya Robi ampunilah segala dosa-dosaku.
Wahai muridku, aku tidak bisa berkata apapun dan aku merasa terharu mendengar semua permintaanmu itu.
Mulutku seakan terkunci mendengar semua permintaan dan penuturanmu itu.
Tubuhku tergetar dan keringat dingin membasahi tubuhku.
Aku tidak mengira bahwa diantara murid-muridku ada murid yang secerdas kamu.
Aku tidak mengira bahwa jika aku beri kesempatan dan aku beri sarana penyambung lidah bagi suara hati nuranimu, maka ternyata harapan-harapanmu, permintaan-permintaanmu, dan pikiran-pikiranmu bisa melebihi dan di luar apa yang aku pikirkan dewasa ini.
Setelah mendengar semua permintaanmu, aku menjadi tahu betapa tidak mudah menjadi Guru Matematika bagimu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menjadi ragu tentang kepastianku.
Setelah mendengar permintaanmu, aku merasa malu dihadapanmu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku merasakan betapa diriku itu bersifat sangat
egois.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa aku telah berbuat sombong dihadapanmu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa malas diriku itu.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa selama ini aku telah berbuat tidak adil terhadapmu.
Selama ini aku telah berbuat aniaya terhadap dirimu karena aku telah selalu menutupi sifat-sifatmu, aku selalu menutupi potensi-potensimu, aku selalu mendominasi inisiatifmu, aku selalu menimpakan kesalahan pada dirimu, dan
sebaliknya aku selalu menutupi kesalahanku.
Selama ini aku telah berpura-pura menjadi manusia setengah dewa dihadapanmu.
Dihadapanmu, aku telah menampilkan diriku sebagai manusia sempurna yang tiada cacat, serba bisa, serba unggul, serba hebat, tiada gagal, wajib digugu, dan wajib ditiru.
Setelah mendengar permintaanmu, aku menyadari betapa selama ini aku telah berbuat munafik di depanmu, karena aku selalu menyembunyikan keburukan-keburukanku sementara aku menuntumu untuk menunjukkan kebaikan-kebaikanmu.
Oh muridku hanyalah tetesan air mataku saja yang telah mengalir merenungi menyadarai bahwa KERAGUANKU terhadap praktek pembelajaran matematika ternyata benar adanya.
Ternyata yang aku lakukan selama ini lebih banyak mendholimi murid-muridku.
Wahai orang tua berambut putih salahkan jika aku berusaha membimbing murid-muridku?
Orang Tua Berambut Putih:
Ketahuilah wahai guru, jikalau engkau renungkan, maka hakekat membimbing adalah memberdayakan siswa. Sudahkah kegiatan membimbingmu memberdayakan siswa? Saya khawatir jangan-jangan niatmu membimbing, tetapi yang terjadi sebetulnya justeru membuat siswamu tidak berdaya.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Orang tua berambut putih, salahkan jika aku mewajibkan murid-muridku untuk belajar giat?
Orang Tua Berambut Putih:
Wahai guru, jika engkau renungkan, maka hakekat belajar itu adalah kebutuhan dan kesadaran siswa, dan bukanlah kewajiban dan perintah-perintahmu. Saya khawatir jangan-jangan dibalik kegiatanmu mewajib-wajibkan dan perintah-perintah kepada siswamu itu, sebetulnya terselip sifat egoismu.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Salahkah jika aku mengajar dengan cepat dan tergesa-gesa untuk memberi bekal sebanyak-banyaknya kepada siswa. Apalagi beban kurikulum yang banyak sementara waktunya terbatas.
Orang Tua Berambut Putih:
Wahai guru, jika engkau renungkan, maka hakekat pendidikan itu adalah kegiatan jangka panjang. Cepat dan tergesa-gesa itu artinya tidak teliti dan memaksa. Maka tiadalah gunanya engkau dipundakmu membawa segunung pengetahuanmu untuk engkau tuangkan kepada siswamu sementara siswa-siswamu meninggalkan dirimu. Sebaliknya jika siswamu telah berdaya, merasa senang, menyadari dan memerlukan mempelajari matematika, maka sedikit saja engkau memberinya, maka mereka akan meminta dan mencari yang lebih banyak lagi.
Guru Matematika:
Subhanallah....baru kali ini aku menyadarinya.
Salahkah jika saya menggunakan metode tunggal saja yaitu metode ekspositori?
Orang Tua Berambut Putih:
Metode ekspositori atau ceramah itu metode yang sudah kadaluwarsa, tidak mampu lagi melayani kebutuhan siswa dalam belajarnya. Metode ekspositori selalu sajalah merupakan siklus dari kegiatan: menerangkan, memberi contoh, memberi soal, memberi tugas, dan menerangkan kembali, demikian seterusnya. Selamanya ya seperti itu. Itu hanya cocok jika paradigma mengajarmu adalah paradigma lama yaitu trasfer of learning. Jaman sekarang dan kecenderungan internasional, metode yang dikembangkan adalah multi metode, yaitu metode yang bervariasi, dinamis dan fleksibel.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian bagaimanakah caranya aku melayani kebutuhan siswa-siswaku mempelajari dan menemukan sendiri matematikanya? Sementara murid-muridku itu jumlahnya banyak dan kemampuannya berbeda-beda pula?
Orang Tua Berambut Putih:
Tidaklah mungkin engkau mampu melayani kebutuhan belajar murid-muridmu, jika engkau tidak merubah paradigmamu.
Guru Matematika:
Paradigma seperti apa sehingga saya mampu melayani siswa-siswaku mempelajari matematika?
Orang Tua Berambut Putih:
Hijrahlah, berubahlah, bergeraklah.
Ubahlah paradigmamu:
-dari transer of knowledge menjadi to facilitate
-dari directed-teaching menjadi less directed-teaching
-dari menekankan kepada teaching menjadi menekankan kepada learning
-dari metode tunggal menjadi metode jamak
-dari metode yang monoton menjadi metode yang dinamis dan fleksibel
-dari textbook oriented menjadi problem-based oriented
-dari UNAS oriented menjadi process-product oriented
-dari cepat dan tergesa-gesa menjadi sabar dan menunggu
-dari mewajibkan menjadi menyadarkan
-dari tanya jawab menjadi komunikasi dan interaksi
-dari otoriter menjadi demokrasi
-dari penyelesaian tunggal menjadi open-ended
-dari ceramah menjadi diskusi
-dari klasikal menjadi klasikal, kelompok besar, kelompok kecil dan individual
-dari guru sebagai aktor menjadi siswa sebagai aktor
-dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa
-dari mencetak menjadi menembangkan
-dari guru menanamkan konsep menjadi siswa membangun atau menemukan konsep
-dari motivasi eksternal menjadi motivasi internal
-dari siswa mendengarkan menjadi siswa berbicara
-dari siswa duduk dan menunggu menjadi siswa beraktivitas
-dari siswa pasif menjadi siswa aktif
-dari kapur dan papan tulis saja menjadi media dan alat peraga
-dari abstrak menjadi kongkrit
-dari inisiatif guru menjadi inisiatif siswa
-dari contoh oleh guru menjadi contoh oleh siswa
-dari penjelasan oleh guru menjadi penjelasan oleh siswa
-dari kesimpulan oleh guru menjadi kesimpulan oleh siswa
-dari konvensional menuju teknologi
-dari siswa diberitahu menjadi siswa mencari tahu
-dari hasil yang tunggal menjadi hasil yang plural
Guru Matematika:
Subhanallah ...ya Allah ya Rab ampunilah segala dosa-dosaku. Baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian, secara kongkrit, bagaimanakah aku dapat melayani kebutuhan belajar siswa-siswaku yang banyak itu.
Orang Tua Berambut Putih:
Selama ini mengajarmu berpola atau berprinsip: "untuk siswa-siswa yang bermacam-macam kemampuan, engkau hanya mengajarinya matematika yang sama, dalam waktu yang sama, dengan tugas yang sama, dengan metode mengajar yang sama, dan mengharapka hasil yang sama, yaitu hasil yang sama dengan apa yang engkau pikirkan". Itulah sebenar-benar metode mengajar Tradisional yang tidak mampu lagi dipertahankan. Berubah dan berubahlah segera...
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Kemudian akau harus mengubah pola mengajarku yang bagaimana?
Orang Tua Berambut Putih:
Jika engkau menginginkan mampu menerapkan metode pembelajaran inovatif, maka terapkanlah prinsip:"untuk siswa yang berbeda-beda, seyogyanya mempelajari matematika yang berbeda dan bermacam-macam, walau memerlukan waktu yang berbeda-beda, tetapi dengan metode yang berbeda-beda pula, alat yang berbeda-beda pula, serta hasil yang boleh berbeda, yaitu boleh berbeda dengan apa yang engkau pikirkan"
Guru Matematika:
Subhanallah ...baru kali ini aku menyadarinya.
Apakah yang dimaksud teknologi atau alat agar aku mampu melayani kebutuhan siswa belajar matematika?
Orang Tua Berambut Putih:
LKS sementara ini dianggap sebagai teknologi atau alat yang sangat strategis. Namun jangan salah paham, LKS bukanlah sekedar kumpulan soal, melainkan LKS adalah wahana bagi siswa untuk beraktivitas untuk menemukan ilmu atau menemukan rumus matematikanya. Maka seorang guru harus menembangkan sendiri LKS nya. Tiadalah orang lain mengetahui kebutuhan guru ybs. Maka tidaklah bisa mengadakan LKS hanya dengan cara membeli. Itu betul-betul salah dan tidak proesional.
Guru Matematika:
Subhanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Kenapa musti siswa harus belajar dengan berdiskusi dalam kelompoknya.
Orang Tua Berambut Putih:
Hakekat ilmu itu diperoleh dengan cara berinteraksi antara obyektif dan subyektif, antara teori dan praktek, antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa, ..dst. Maka diskusi kelompok itu sebenarnya adalah sunatullah.
Guru Matematika:
Subahanallah...baru kali ini aku menyadarinya.
Terimakasih orang tua berambut putih.
Ya Allah ya Robbi, ampunilah segala dosa dan kesombonganku selama ini, yang telah mengabaikan betapa pentingnya aspek psikologis belajar matematika itu, yang telah meremehkan kemandirian siswa, yang telah serampangan dan hantem kromo terhadap perlakuan pedagogis belajar matematika, yang telah merasa cukup dan puas terhadap ilmu dan pengetahuanku selama ini.
Permohonan ampunku yang terus menerus kiranya belum cukup untuk menghapus dosa-dosaku.
Ya Allah ya Rab semoga Engkau masih bersedia melindungi dan meridai pekerjaan-pekerjaanku.
Amin
Terlepas dari landasan
normatifnya, maka harapan pedagogik terhadap Kurikulum 2013 adalah agar mampu
mengembangkan pembelajaran yang mendorong berpikir kritis dan kreatif maka
terdapat beberapa asumsi dasar yang harus dipahami. Pertama, dipandang secara lebih manusiawi antara lain
dapat dianggap sebagai bahasa, kreativitas manusia. Pendapat pribadi sangat dihargai dan
ditekankan. Siswa mempunyai hak individu untuk melindungi dan mengembangkan
diri dan pengalamannya sesuai dengan potensinya. Kemampuan mengerjakan
soal-soal adalah bersifat individu.
Kedua, teori belajar berdasar pada anggapan bahwa setiap siswa berbeda antara
satu dengan lainnya dalam penguasaan . Siswa dianggap mempunyai kesiapan mental
dan kemampuan yang berbeda-beda dalam mempelajari . Oleh karena itu setiap
individu memerlukan kesempatan, perlakuan, dan fasilitas yang berbeda-beda
dalam mempelajari .
Pengembangan Belajar
secara kreatif, daya berpikir kritis dan kreativitas di SBI berimplikasi kepada fungsi guru sebagai
fasilitator sebaik-baiknya agar siswa dapat mempelajari secara optimal. Belajar secara kreatif di SBI dipandang bukan
untuk diajarkan oleh guru tetapi untuk dikembangkan oleh siswa. Siswa
ditempatkan sebagai titik pusat pembelajaran . Guru bertugas menciptakan
suasana, menyediakan fasilitas dan lainnya dan peranan guru lebih bersifat
sebagai manajer dari pada pengajar. Pembelajaran di SBI dilakukan dalam suasana
yang kondusif yaitu suasana yang tidak begitu formal. Siswa mengerjakan
kegiatan Belajar secara kreatif yang
berbeda-beda dengan target yang berbeda-beda.
Di SBI guru
mempunyai tiga fungsi utama yaitu : sebagai fasilitator, sebagai sumber ajar
dan memonitor kegiatan siswa. Dengan demikian guru dapat mengembangkan metode
pembelajaran secara bervarisasi. Sumber
belajar atau referensi merupakan titik sentral dalam pembelajaran . Variasi sumber belajar atau referensi sangat
diperlukan termasuk buku-buku, jurnal dan akses ke internet. Penilaian
dilakukan dengan pendekatan asesmen, portofolio atau autenthic assessment. Belajar secara kreatif untuk memperoleh
keunggulan bangsa dapat diperoleh melalui inovasi jalur pembelajaran di sekolah.
loading...
No comments:
Post a Comment