loading...
A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum biologi telah beberapa kali mendapat penyempurnaan untuk
meningkatkan mutu pendidikan biologi secara nasional. Namun perubahan tersebut
belum memberi makna bila tidak ditunjukkan melalui berbagai inovasi proses belajar
mengajar di kelas. Pada pemberlakuan kurikulum biologi terbaru (kurikulum 2006)
terdapat dua isu strategis yang perlu mendapat perhatian, yakni: bagaimana
mendesain pembelajaran biologi yang mampu (1) meningkatkan daya saing bangsa
dan (2) mempercepat akselerasi pertumbuhan ekonomi khususnya ekonomi lokal. Untuk
meningkatkan daya saing bangsa berarti meningkatkan kemampuan siswa di bidang
biologi yang setara dengan kemampuan siswa-siswa lain di tingkat nasional
maupun global. Kemudian dengan meningkatkan keterkaitan Sains, Teknologi, dan
Masyarakat (Salingtemas) pada pembelajaran biologi diharapkan dapat mempercepat
pemanfaatan sumberdaya lingkungan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah
(lokal).
Merespon perubahan yang sangat cepat yang terjadi pada akhir-akhir ini, khususnya
di bidang Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) tim guru biologi Madrasah
Aliyah Negeri (MAN) 1 Medan terus berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang
ditempuh melalui pelatihan guru, pemberdayaan MGMP, penelitian tindakan kelas
(PTK) dengan berkolaborasi dengan mahasiswa tingkat akhir dan dosen Universitas
Negeri Medan (Unimed), inisatif inovasi dari guru, dan sebagainya. Namun hasil
diagnosis kesulitan belajar siswa MAN 1 Medan, sebagaimana dilaporkan oleh
Apriyanti (2004), ditemukan beberapa kesulitas belajar yang dihadapi oleh siswa
yang berkaitan dengan: (1) rendahnya kebebasan berpikir dan kematangan dalam
pengambilan keputusan; (2) motivasi berprestasi siswa rendah; dan (3) persepsi
negatif siswa terhadap mata pelajaran biologi.
Hasil diagnosis juga ditemukan bahwa umumnya ingatan siswa terhadap
materi pelajaran sangat rendah; siswa kurang mampu menjawab dengan benar
pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan materi sebelumnya. Khusus pada
pembelajaran topik kajian Metabolisme dan Sel hal ini sangat sering ditemukan.
Akumulasi kesulitan belajar ini terjadi di kelas III, dimana pembelajaran topik
kajian Metabolisme dan Sel membutuhkan ingatan terhadap topik kajian di kelas I
dan II siswa umumnya tidak mengingatnya lagi. Misalnya, ketika materi sel
membicarakan perbedaan sel hewan Prokaryota dengan Eukaryota, dibutuhkan
ingatan siswa terhadap perbedaan ciri-ciri hewan/tumbuhan Prokaryota dan
Eukaryota yang dipelajarinya di kelas I. Akibatnya, sebagian dari alokasi waktu
pembelajaran biologi di kelas III digunakan untuk mengulang sekilas materi
sebelumnya yang menjadi prasyarat materi yang akan diajarkan, pembelajaran
menjadi tidak efisien.
Hasil diskusi tim peneliti (dosen Unimed dan guru MAN 1 Medan), ada 2
alternatif pemecahan masalah di atas, yakni memperbaiki model dan strategi
pembelajaran di kelas I dan II atau membenahi model dan strategi pembelajaran
di kelas III. Tampaknya untuk waktu yang singkat perbaikan model dan strategi
pembelajaran di kelas III adalah solusi yang paling mungkin dilakukan dalam hal
ini. Selanjutnya secara perlahan-lahan dilakukan perbaikan terhadap
pembelajaran di kelas I dan II. Keterlibatan guru kelas I dan II pada PTK ini
memungkinkan untuk melakukan perubahan tersebut sebagai keberlanjutan dari
tindakan yang dilakukan.
Permasalahan pembelajaran lain, khusus berkaitan dengan topik kajian
Metabolisme dan Sel adalah sulitnya siswa memahami materi karena peristiwa yang
dibicarakan dalam kajian ini cenderung abstrak (tidak dapat dilihat dalam
proses nyata). Guru telah berupaya membuatnya menjadi lebih nyata dengan
melakukan praktikum, namun karena keterbatasan peralatan yang dimiliki dan
waktu yang tersedia tidak semua fenomena biologi yang dapat diungkap. Dampaknya
adalah terjadi miskonsepsi terhadap konsep-konsep Metabolisme dan Sel yang
diajarkan, misalnya banyak siswa beranggapan bahwa kontraksi otot, penghantaran
impuls pada sistem syaraf semata-mata karena adanya reaksi yang berkaitan
dengan ATP. Padahal pada kenyataannya ATP hanya berperan sumber energi reaksi
sehingga terjadi transport ion Ca+ ke dalam sel dan atau terjadi
transport Na+ dan K+ ke dalam dan atau ke luar sel.
Kemajuan TIK tentunya telah dapat mengatasi hal ini. Penyediaan model
transportasi materi pada sel mulai dari media presentasi Microsoft Power Point hingga Macromedia’s
Flash, QuickTime animations or movies,
dan sebagainya. Beberapa situs animasi memberikan fasilitas ini dan telah diakses
antara lain Protein Structure Sites:
Protein Folding and Enzymes dan program visualisasi molecular melalui http://www.pubmedcentral.nih.gov.;
cell and molecular biology diakses
pada http://highered.mcgraw-hill.com.
Media yang telah didownload tersebut telah dikemas sedemikian rupa, sehingga
dapat digunakan siswa dalam bentuk multi media di dalam dan di luar kelas.
Pembelajaran dengan multimedia di dalam kelas di MAN 1 Medan sangat mungkin
dilakukan mengingat saat ini tersedia sarana komputer dan perangkat presentasi
yang cukup memadai untuk kebutuhan ini dan telah dapat digunakan untuk
mengakses internet. Minat siswa MAN 1 Medan terhadap pemanfaatan fasilitas
informasi yang disediakan di internet juga tinggi.
Inovasi desain dan strategi pembelajaran yang dilakukan menjadi sangat
penting, mengingat salah satu paradigma pembelajaran yang dikelola oleh guru di
sekolah adalah proses komunikasi yang sarat dengan muatan konsep-konsep lama
dan konsep-konsep baru. Konsep-konsep lama dapat diperoleh dari buku-buku teks
yang telah dipublikasi, sedang konsep-konsep baru diperoleh dari berbagai media
komunikasi yang setiap saat di up to date.
Dengan perkataan lain, informasi yang dikomunikasikan dalam satu proses
pembelajaran harus selalu di up to date
agar sesuai dengan perkembangan informasi yang sedang berlangsung. Dalam hal
ini guru sering terlambat dalam memperoleh informasi terkini; guru disibukkan
dengan tugas-tugas mengajar sebagai divergensi dari permasalahan content based pada implementasi
kurikulum 1994. Sehingga dengan menciptakan iklim akademik dalam bentuk
tukar-tukar menukar informasi diharapkan dapat meminimasi kelemahan-kelemahan
yang dimiliki guru dalam meng-update
informasi yang dimilikinya.
Penerapan model strategi-strategi
belajar pada tahap awal pembelajaran telah dilakukan untuk memperkenal dan atau
membiasakan siswa untuk belajar dan memanfaatkan sumber belajar (khususnya)
bentuk cetakan/buku dengan baik. Pembelajaran selanjutnya dilakukan dengan
menerapkan model pembelajaran langsung, model inquiri (praktikum), dan diskusi.
Integrasi model diskusi dengan kooperatif Jigsaw dalam penerapan model diskusi
membiasakan siswa untuk bertanggung jawab menguasai dengan benar materi yang
menjadi tanggung jawab belajarnya dan melakukan sharing informasi dengan siswa lain. Pemanfaatan berbagai model
pembelajaran tersebut disesuaikan dengan materi ajar sehingga pembelajaran
lebih menyenangkan karena memberikan pengalaman belajar yang berbeda-beda
kepada siswa.
Kolaborasi guru mata pelajaran biologi, khususnya yang mengajar pada
kelas paralel menumbuhkan iklim akademik yang kondusif di MAN 1 Medan,
khususnya pada mata pelajaran biologi. Juga melalui kolaborasi tim guru mata
pelajaran dengan dosen Unimed menumbuhkan iklim akademik yang baik dalam
pelaksanaan pendidikan khususnya di kota Medan, dan menumbuhkan kepedulian
LPTK terhadap kualitas pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan oleh alumni
LPTK di sekolah.
B. Rumusan Masalah dan Pemecahannya
Sebagaimana telah dipaparkan dalam
uraian pendahuluan di atas, beberapa fenomena/gejala permasalahan yang
dihadapi guru MAN 1 Medan pada pembelajaran topik kajian Metabolisme dan Sel
adalah:
1.
Rendahnya kemampuan siswa mengingat materi prasyarat
(konsep terdahulu).
2.
Miskonsepsi biologi khususnya pada beberapa konsep yang
tidak dapat dilihat dan dibuktikan dalam kehidupan nyata.
3.
Pembelajaran cenderung membosankan.
4.
Aktivitas belajar siswa di dalam dan di luar kelas
rendah.
Akar permasalahannya adalah:
pembelajaran topik kajian Sel dan Metabolisme belum dikemas dengan memanfaatkan
berbagai model pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai media yang telah
tersedia.
Solusi pemecahan yang dipilih untuk
mengatasi permasalahan pembelajaran di atas adalah dengan menerapkan berbagai
model pembelajaran untuk memanfaatkan berbagai media/sumber belajar yang
tersedia antara lain:
Model Pembelajaran
|
Media/Sumber Belajar yang dimanfaatkan
|
Kegunaan
|
Model pembelajaran
strategi-strategi belajar (learning
strategy)
|
Buku dan berbagai sumber belajar
tercetak
|
Meningkatkan kemampuan siswa
menggunakan memaknai sumber bacaan
|
Model pembelajaran langsung
|
Presentasi dalam bentuk Power
Point dan paket animasi.
|
Memberikan informasi kepada
siswa. Kemasan presentasi dalam bentuk CD dapat dimanfaatkan siswa di luar
kelas (di rumah)
|
Model pembelajaran
diskusi-kooperatif tipe Jigsaw
|
Buku, jurnal, presentasi Power
Point, paket animasi, browsing di internet, dan lain-lain.
|
Meningkatkan kemampuan siswa
menggali informasi, mengolah informasi, mengkomunikasikan dan melaporkan
hasil kerja kelompok
|
Praktikum
|
Peralatan laboratorium
|
Membuktikan beberapa dampak dari
proses metabolisme pada sel
|
Berdasarkan fenomena, akar permasalahan, dan solusi yang dipilih yang
telah dikemukakan di atas, maka masalah penelitian tindakan kelas dirumuskan
sebagai berikut:
1.
Apakah guru mampu mendesain dan mengelola pembelajaran
topik kajian Metabolisme dan Sel dengan menggunakan multimodel dan multimedia?
2. Apakah
siswa mampu menggunakan berbagai sumber belajar topik kajian Metabolisme dan
Sel secara mandiri?
3.
Apakah implementasi multimodel dan multimedia pada
pembelajaran Metabolisme dan Sel dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
4.
Apakah pembelajaran yang diterapkan guru dapat memotivasi
siswa untuk belajar?
Indikator
keberhasilan tindakan yang diukur meliputi:
1.
Kemampuan guru mendesain dan mengelola pembelajaran:
diukur dengan menggunakan instrumen tingkat kesesuaian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dengan pelaksanaan pembelajaran dan aktivitas guru di dalam kelas.
2.
Kemampuan siswa menggunakan berbagai sumber belajar:
diukur dengan menggunakan instrumen aktivitas siswa di dalam kelas dan
aktivitas siswa di luar kelas.
3.
Peningkatan hasil belajar siswa: diukur menggunakan
perangkat tes kognitif, pre-test dan post-test menurut blok waktu dan atau
lingkup kajian tertentu.
4.
Motivasi belajar siswa diukur menggunakan angket
motivasi di awal pembelajaran dan setelah pembelajaran dilakukan.
C. Tujuan
Secara umum penelitian ini bertujuan
untuk menghasilkan desain dan teknik pengelolaan pembelajaran menggunakan
multimodel dan multimedia untuk memecahkan permasalahan pembelajaran topik
kajian Metabolisme dan Sel di MAN 1 Medan. Secara khusus tindakan yang
dilakukan bertujuan untuk:
1.
Melatih kemampuan guru biologi MAN 1 Medan mendesain
dan mengelola pembelajaran dengan menggunakan mutimodel dan multimedia.
2.
Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan berbagai
sumber belajar.
3.
Meningkatkan hasil belajar siswa MAN 1 Medan tahun
ajaran 2007/2008.
D. Manfaat
Hasil penelitian tindakan kelas ini
diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak, antara lain:
1.
Hasil tindakan dapat dijadikan tim guru biologi MAN 1
Medan sebagai model pengembangan pembelajaran biologi yang berkualitas di masa
mendatang.
2.
Laporan kegiatan tindakan kelas dapat dijadikan sekolah
sebagai bahan perbandingan/contoh (benchmarking)
bagi guru-guru lainnya untuk kemudian dijadikan bagian dari program peningkatan
kualitas pembelajaran di MAN 1 Medan.
3.
Publikasi hasil tindakan ini pada berbagai jurnal dapat
dimanfaatkan oleh guru-guru biologi lain sebagai bahan perbandingan untuk
memecahkan masalah spesifik yang dihadapinya dalam pembelajaran biologi di
SMA/MA.
4.
Pemanfaatan berbagai sumber belajar dalam PBM
diharapkan dapat mempercepat perubahan paradigma pendidikan yang dituangkan
dalam kurikulum 2006.
5.
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan dosen Unimed
sebagai bahan pengembangan program pendidikan biologi.
E. Hipotesis Tindakan
Pembelajaran topik kajian Metabolisme dan Sel menggunakan multimodel dan
multimedia dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukkan oleh
peningkatan aktivitas belajar siswa di dalam dan di luar kelas.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Kajian Teori
1.
Model Pembelajaran Strategi-Strategi Belajar
Menurut
Arends (1997), strategi-strategi belajar merujuk kepada perilaku dan
proses-proses pikiran yang digunakan siswa yang mempengaruhi apa yang
dipelajarinya, termasuk ingatan dan proses metakognitif. Beberapa hal penting
yang dapat dilakukan siswa agar dapat belajar mandiri antara lain: (a)
mendiagnosis secara tepat situasi belajar khusus; (b) memilih strategi belajar
untuk mengatasi masalah belajar yang dihadapi, (c) memonitor keefektifan
strategi yang digunakan, dan (d) memotivasi diri sendiri.
Penggunaan
strategi belajar dalam pembelajaran didukung oleh karya Vygotsky dalam Arends
(1997) yang menekankan tiga ide pokok, yaitu (1) kecerdasan berkembang jika
individu dihadapkan pada ide-ide baru dan dikaitkan pada apa yang telah mereka
ketahui, (2) interaksi dengan orang lain untuk memperkaya perkembangan intelektual,
dan (3) peran pokok guru adalah sebagai penolong dan mediator belajar siswa.
Alasan
utamanya adalah: (a) pentingnya pengetahuan awal, (b) memahami apa pengetahuan
itu, dan membedakan variasi jenis pengetahuan, dan (c) membantu menjelaskan
bagaimana pengetahuan diperoleh oleh manusia dan diolah dalam sistem ingatan.
Menurut
Arends (1998), ada empat jenis utama strategi belajar, yaitu rehearsal (menghafal), elaborasi,
strategi organisasi dan strategi metakognitif. Strategi rehearsal
ada dua, yaitu rehearsal sederhana dengan cara mengulang (dihafal) dan
rehearsal komplek dengan cara menggarisbawahi (underlining) ide-ide
utama dan membuat catatan pinggir (marginal note). Elaborasi adalah
proses menambahkan rincian sehingga informasi baru lebih bermakna dan membuat
belajar lebih mudah. Jenis elaborasi ada tiga, yaitu membuat catatan (note
taking), analogi, dan metode PQ4R.
Selanjutnya,
bahan ajar yang diorganisasi dengan baik lebih mudah untuk dipelajari dari pada
yang tidak diorganisasi dengan baik (Degeng, 1997). Strategi organisasi ini
terdiri dari tiga jenis, yaitu pembuatan kerangka (outlining), pemetaan
(mapping), dan jembatan keledai (mnemonic)(Arends, 1998).
Strategi
metakognitif adalah pengetahuan seseorang tentang pembelajaran diri sendiri atau
berpikir tentang berpikir dan kemampuannya untuk menggunakan strategi belajar
tertentu dengan benar (Arends, 1998). Siswa dapat diajarkan strategi-strategi
untuk menilai pemahaman mereka sendiri, menghitung berapa waktu yang diperlukan
untuk mempelajari sesuatu, dan memilih rencana yang efektif untuk belajar atau
memecahkan masalah (Slavin, 1994).
Mengajar
strategi belajar tidak banyak perbedaannya dengan pengajaran isi pengetahuan
atau keterampilan. Mengajar strategi dengan pembelajaran langsung mempunyai
tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang pengetahuan deklaratif
dan pengetahuan prosedural yang tersusun baik secara bertahap (Arends, 1998).
Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan untuk mengetahui tentang sesuatu.
Dalam waktu singkat keterampilan dasar pengetahuan dapat dikuasai siswa dengan
belajar langsung.
Tabel 1. Fase-fase Pembelajaran Model Strategi
Belajar dan Dukungan Teori
TAHAP-TAHAP
|
DUKUNGAN TEORI
|
Fase
1
|
|
1.
Menyampaikan
tujuan pembelajaran
2.
Memotivasi
siswa
|
Teori
pemrosesan informasi (membimbing siswa menerima stimulus)
Mengarahkan
perhatian dan menginforma-sikan tujuan pembelajaran (Bell Gredler)
|
Fase 2
|
|
3.
Secara
klasikal menjelaskan strategi beajar khusus yang akan digunakan
4.
Memodelkan
strategi belajar khusus yang digunakan secara lisan
|
Teori
Vygotski (menjelaskan bagaimana pengetahuan diperoleh.
Teori
Bandura (tahap atensi; mendemonstrasikan suatu keterampilan).
|
Fase 3
|
|
5.
Melatih
siswa menggunakan strategi belajar
|
Teori
pemrosesan informasi (memper-lancar pengkodean).
Teori
Bandura (tahap retensi; pengulangan secara mental dan latihan yang
sebenar-nya.
|
Fase
4
|
|
6.
Memeriksa
pemahaman siswa terhadap strategi belajar yang diterapkan..
7.
Memberikan
umpan balik dan hasil pemahaman siswa terhadap strategi belajar yang
digunakan
|
Teori
pemrosesan informasi (pengulangan informasi).
|
Fase 5
|
|
8.
Melatih
siswa untuk menerapkan strategi belajar yang dilatihkan secara mandiri
|
Teori
pemrosesan informasi (penerapan tipe-tipe strategi belajar).
Teori
Bandura (tahap produksi); keyakin-an seorang siswa akan kemampuan me-lakukan
tugas.
|
Fase 6
|
|
9.
Mengevaluasi
tugas latihan
10. Membimbing siswa merangkum pelajaran
|
Teori
pemrosesan informasi (pengulangan informasi).
|
2.
Model Pembelajaran Langsung
Menurut
Arends (1997), tahap pembelajaran langsung digambarkan pada Tabel 2. Ada lima
tahap yang harus diketahui guru untuk menggunakan pembelajaran langsung
tersebut, yaitu:
1) Guru memulai pembelajaran dengan menjelaskan tujuan pembelajaran
khusus serta informasi latar belakang dan pentingnya materi pembelajaran.
2) Guru menginformasikan pengetahuan secara bertahap atau
mendemonstrasikan secara benar.
3) Guru membimbing pelatihan awal dengan cara meminta siswa untuk
melakukan kegiatan yang sama dengan kegiatan yang telah dilakukan guru
dengan panduan LKS.
4) Guru mengamati kegiatan siswa untuk mengetahui kebenaran
pekerjaannya sambil memberi umpan balik.
5) Guru
memberi kegiatan pemantapan supaya siswa berlatih sendiri serta menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dengan tugas.
Tabel 2. Tahap-tahap Pembelajaran Langsung
TAHAP-TAHAP
|
TINGKAH LAKU GURU
|
Tahap
1
Menginformasikan
tujuan dan menjelaskan latar belakang
|
a.
Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
b.
Guru
menginformasikan latar belakang dan pentingnya materi pembelajaran
c.
Guru
mempersiapkan siswa
|
Tahap
2
Menginformasikan
pengetahuan atau mendemonstrasikan keterampilan
|
a.
Guru
memberikan informasi pengetahuan langkah demi langkah.
b.
Guru
mendemonstrasikan keterampilan dengan benar.
|
Tahap
3
Memberikan
praktek terbimbing
|
Guru membimbing pelatihan awal dengan
cara meminta siswa untuk melakukan kegiatan yang sama dengan yang telah
dilakukan guru (Tahap 2) melalui panduan LKS
|
Tahap
4
Memeriksa
kebenaran dan memberikan umpan balik
|
a.
Guru
mengamati atau memeriksa kegiatan siswa untuk mengetahui apakah siswa telah
melakukan dengan benar
b.
Guru
memberikan umpan balik
|
Tahap
5
Memberikan
pemantapan atau aplikasi
|
Guru memberikan kegiatan pemantapan agar
siswa berlatih mandiri serta menerap-kannya dalam kehidupan sehari-hari
dalam bentuk tugas.
|
Meskipun tujuan
pembelajaran pada pembelajaran langsung direncanakan bersama oleh guru dan
siswa, model ini lebih berpusat pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran
menjamin terjadinya proses belajar yang efektif pada siswa terutama melalui
pengamatan, mendengarkan dan resitasi yang terencana. Beberapa penelitian yang
dilakukan sekitar tahun 1970 oleh Stallings dan rekan-rekannya menunjukkan
bahwa guru yang mengorganisasikan kelasnya dengan baik, yang memungkinkan
berlangsungnya pembelajaran yang terstruktur, mengahsilkan rasio keterlibatan
siswa yang tinggi dan hasil belajar yagn lebih tinggi daripada guru yang
menggunakan pendekatan yang kurang formal dan kurang terstruktur (Arends,
1997).
3. Model Pembelajaran Diskusi
a. Teori-Teori Belajar yang Mendukung Model
Pembelajaran Diskusi
·
Teori
Belajar Perilaku
Beberapa prinsip teori belajar perilaku yang menjadi landasan teori dalam
model pembelajaran diskusi, adalah peranan konsekuensi, kesegeraan
konsekuensi-konsekuensi, dan pembentukan. Konsekuensi-konsekuensi yang
menyenangkan akan “memperkuat” perilaku, sedang konsekuensi-konsekuensi yang
tidak menyenangkan akan “memperlemah” perilaku (Slavin, 1994). Implikasi
prinsip ini dalam model pembelajaran diskusi adalah pada saat siswa menjawab
pertanyaan dengan benar, mengungkapkan ide dengan lancar dan mudah dimengerti,
mengutarakan pendapatnya dengan baik, dan melakukan keterampilan diskusi
lainnya dengan baik, dosen dan pemandu diskusi hendaknya langsung memberikan
pujian misalnya dengan memberikan “applaus”.
Namun bila jawaban siswa salah atau kurang sempurna, sebaiknya dosen dan atau
pemandu diskusi sebaiknya langsung memberikan pertanyaan membimbing sehingga
jawaban itu menjadi benar.
Kata pembentukan digunakan dalam teori belajar perilaku mengacu pada pemberian
keterampilan atau perilaku baru dengan cara memberikan penguatan kepada siswa
untuk mencapai perilaku akhir yang diinginkan (Slavin, 1994). Perilaku akhir
yang diharapkan dalam hal ini meliputi: 1) menetapkan tujuan; 2)
mengindentifikasi kemampuan dan karakteristik siswa, sehingga dapat diketahui
kompetensi awalnya sebelum menguasai kompetensi baru, Implikasi prinsip ini
dalam model pembelajaran diskusi diterapkan oleh dosen pada saat melakukan
tugas perencanaan diskusi dan membimbing siswa dalam melakukan diskusi sesuai
dengan tahap-tahap dan aturan diskusi yang telah ditetapkan.
·
Teori
Pembelajaran Sosial
Bandura (dalam Woolfolk, 1995) mengemukakan, bahwa seseorang dapat
belajar melalui pengamatan (observational learning) terhadap suatu model, Bandura (dalam Slavin, 1994) berpendapat,
bahwa apa yang kita ketahui dapat lebih banyak daripada apa yang diperlihatkan.
Misalnya, seorang siswa sebenarnya memahami proses yang terjadi pada
pertumbuhan tumbuhan yang ada disekitarnya dan kaitannya dengan sains, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat (salingtemas), namun pada saat diberikan tes yang
berkaitan dengan hal itu, siswa tersebut mendapatkan nilai yang jelek. Hal ini
mungkin disebabkan karena dia gugup atau sakit atau salah membaca dan memahami
persoalan. Sementara siswa dapat saja telah memahami suatu materi, namun
pemahaman tersebut dapat tidak terdemonstrasikan sampai situasinya
memungkinkan.
Satu faktor yang terabaikan dari teori pelajar perilaku dalah fakta
adanya pengaruh yang kuat yang dimiliki oleh permodelan dan pengitimasian
terhadap belajar, Dalam hal ini terjadi interaksi antara penguatan eksternal
dan proses kognitif internal untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar
dari orang lain. Dalam proses ini, yang hadir adalah model tingkah laku, konsekuensi-konsekuensi
dari tingkah laku yang menjadi model, dan proses internal pembelajar. Pengaruh
kuat dari pemodelan dan pengimitasian terhadap belajar mengakibatkan seseorang
memperhatikan, meniru, dan adanya keinginan untuk melakukan. Jika diberi
penguatan, motivasi, dan insentif, diharapkan konsekuensi-konsekuensi langsung
dari tingkah laku menjadi dilakukan.
Dalam konteks penelitian ini, pembelajaran juga bermakna sebagai upaya
memotivasi siswa untuk dapat mempelajari suatu pengetahuan tersebut sesuai dengan
tujuannya.
·
Teori
Pembelajaran Kognitif
PBM biologi yang dikehendaki kurikulum Unimed 2005 menekankan pada
pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan. Perwujudan dari penekanan
tersebut melalui penerapan teori-teori pembelajaran kognitif. Dalam teori
belajar modern, strategi kognitif adalah proses penjajagan, suatu proses
internal yang melibatkan siswa untuk menyeleksi dan memodifikasi arah pikir
mereka dalam memperhatikan, belajar, mengingat, dan berpikir (Gagne, 1977).
Inti dari teori pembelajaran kognitif adalah, bahwa siswa secara
individual mencari dan mentransformasi informasi yang kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan
tersebut tidak sesuai lagi. Dengan perkataan lain, ide pokok teori ini adalah
siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri. Prinsip belajar aktif
sesuai dengan pandangan teori pembelajaran kognitif (Slavin, 1994).
Penekanan teori pembelajaran kognitif adalah siswa haruslah sebagai
prosessor yang aktif, bukan hanya sebagai penerima informasi yang pasif.
Informasi yang berupa pengetahuan itu merupakan suatu proses pembentukan dan
dalam pembentukannya siswa harus aktif mengatur/mengaitkan skema-skema yang
dimilikinya sehingga pengetahuan dipandang sebagai suatu hasil ciptaan, bukan
perolehan atau mengcopy, tetapi
belajar sebagai proses pencarian bermakna.
Beberapa teori belajar yang terkait dalam teori pembelajaran kognitif
adalah: 1) teori pemrosesan informasi dan 2) teori konstruktivis. Teori
pemrosesan informasi teori pembelajaran kognitif yang menjelaskan pemrosesan,
penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi dari otak, Atkinson dan Shiffrin
(dalam Slavin, 1994) membagi tiga struktur memori manusia, yaitu register
penginderaan, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang. Pengulangan
informasi yang diperoleh dari pengumpulan informasi dan pengolahan informasi
dalam pembelajaran diskusi, dan pengulangan kembali dalam model kooperatif
jigsaw diharapkan akan menjadikan informasi yang diperoleh siswa menjadi memori
jangka panjang.
Sejalan dengan paradigma yang terkandung dalam kurikulum Unimed 2005, dosen
bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus
membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Dosen membantu dan memberikan
kesempatan kepada siswa agar menggunakan
strateginya sendiri dalam belajar secara sadar dalam mencapai tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi.
b. Model Pembelajaran Diskusi
Pada pengunaan model pembelajaran apapun di kelas, saat-saat tertentu
selama berlangsungnya pembelajaran, diperlukan dialog antara dosen dan siswa,
serta antara siswa dengan siswa, Diskusi merupakan suatu model pembelajaran
yang memungkinkan berlangsungnya dialog sintaks diskusi berbeda dengan sintaks
model pembelajaran yang lain. Diskusi dapat terjadi pada pembelajaran
kooperatif, antara dosen dengan sejumlah siswa pada pembelajaran berdasarkan
masalah, dan diskusi kelas pada pembelajaran langsung (Arends, 1997).
Pengertian pembelajaran diskusi menurut Arifin (1994) adalah pelibatan satu
kelompok belajar yang saling berinteraksi secara verbal di dalam kelas dimana
interaksi yang dimaksud dapat berlangsung antara siswa dengan siswa atau siswa
dengan dosen. Semiawan (1985), menambahkan bahwa yang dapat menjadi pemimpin
diskusi tidak hanya dosen, tetapi lebih baik jika dosen membimbing siswa agar
mampu memimpin diskusi tidak hanya dosen, tetapi lebih baik jika dosen
membimbing siswa agar mampu memimpin diskusi, sehingga karenanya dosen dapat
dikatakan berhasil. Hal ini sesuai dengan yang dianjurkan dalam kurikulum 2004,
di mana dosen hanya berfungsi sebagai desainer (fasilitator) yang mendesain pengalaman belajar agar siswa dapat
mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan di dalam kurikulum.
Tidak semua persoalan patut didiskusikan. Persoalan yang patut
didiskusiskan hendaknya memiliki syarat-syarat: (1) menarik perhatian siswa (2)
sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, (3) memiliki lebih dari satu
kemungkinan pemecahan atau jawaban, bukan kebenaran tunggal, dan (4) pada
umumnya tidak mencari mana jawaban yang benar, melainkan mengutamakan
pertimbangan dan perbandingan (Semiawan, 1985).
Penggunaan model pembelajaran diskusi harus disertai petunjuk pelaksanaan
yang ekstensif untuk melaksanakannya. Bagi dosen yang belum berpengalaman,
menjadi pengelola yang berhasil melaksanakan diskusi kelas seringkali
memerlukan ketekunan dan pelatihan yang lebih banyak daripada model-model
pembelajaran yang lain.
Model pembelajaran diskusi dapat digunakan untuk mempelajari semua mata
pelajaran di sekolah. Langkah-langkah dalam model pembelajaran diskusi ini
mencakup lima tahap (Arends, 1997), yaitu:
Tahap pertama : Menyampaikan TPK
dan membangkitkan motivasi
Tahap kedua : Memfokuskan
diskusi
Tahap ketiga : Mengendalikan
diskusi
Tahap keempat : Mengakhiri
diskusi
Tahap kelima : Mengiktisarkan diskusi
Pelaksanaan aktivitas dalam model pembelajaran diskusi ini terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan (Arends, 1997:207), yaitu :
·
Tugas
Perencanaan
Perencanaan yang tepat pada pembelajaran diskusi meningkatkan kesempatan
untuk terjadinya spontanitas dan fleksibilitas dalam kegiatan pembelajaran, 1)
meningkatkan tujuan, 2) Mempertimbangkan siswa, dan 3) memilih pendekatan. Ada
tiga jenis pendekatan diskusi yaitu: 1) pertukaran resitasi, 2) diskusi berdasarkan
masalah, dan 3) diskusi berdasarkan tukar pendapat. Ada beberapa teknik diskusi
yang digunakan untuk meningkatkan partisipasi siswa antara lain: 1) berpikir berpasangan
berbagi (Think Pair Share), 2) kelompok
bebas (Buzz Group), dan bola pantai (Beach Ball).
·
Tugas
interaktif
Seorang dosen sebagai pimpinan diskusi, seharusnya memfokuskan diskusi,
menjaganya pada jalur yang sudah direncanakan, mendorong partisipasi, mencatat
hasilnya dan hal-hal yang penting lainnya (Arends,1997). Menetapkan aturan
diskusi dan memfokuskan diskusi dan melaksanakan diskusi. Penyimpangan-penyimpangan
dari tujuan yang terjadi selama kegiatan pembelajaran, harus dapat diatasi
oleh dosen yang efektif dengan cara menegur siswa yang menyimpang tersebut dan
kemudian memfokuskan ulang perhatian mereka pada topik yang sedang dibicarakan,
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah sebagai
berikut (Arends: 1997): 1) mencatat hal-hal penting dalam diskusi, 2) mendengarkan
gagasan siswa, 3) mengunakan waktu jeda/waktu tunggu, dan 4) menanggapi jawaban
siswa.
Pedoman yang diarahkan oleh Madeline Hunter (1982) dalam Arends (1997)
adalah sebagai berikut:
1)
Hargailah jawaban atau penampilan yang tidak benar
dengan memberikan pertanyaan agar jawaban itu menjadi benar
2)
Bantulah siswa itu dengan dorongan
3)
Berikan pada siswa itu rasa bertanggung jawab
4)
Menanggapi jawaban/gagasan atau pendapat siswa
5)
Mengekspresikan pendapat/ide sendiri
·
Tugas
penilaian
Tugas penilaian dan evaluasi merupakan tindak lanjut dari sebuah
pengajaran, begitu pula pengajaran dengan diskusi. Pertama adalah bagaimana dosen
menindaklanjuti pengajaran dengan diskusi pada pelajaran berikutnya, kedua
adalah menetapkan peringkat diskusi kelas, dan ketiga adalah menggunakan soal
uraian dalam ujian Arends (1997):
1)
Menindaklanjuti pengajaran dengan diskusi pada
pelajaran berikutnya.
2)
Meningkatkan peningkatan diskusi kelas
3)
Menggunakan tes uraian/esei dalam ujian
Agar
kegiatan diskusi dapat dilakukan lebih efektif dengan tujuan agar siswa
memiliki tanggung jawab untuk mempelajari seluruh materi dan tugas-tugas
perkuliahan yang diberikan, kegiatan diskusi selanjutnya didesain menurut
kaidah-kaidah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dengan model ini, siswa
bertukar dari kelompok asal (focus group)
ke kelompok ahli (home group) dengan
suatu perbedaan penting; setiap siswa siswa mempelajari sesuatu yang
dikombinasikan dengan materi yang telah dipelajari oleh siswa lain dan
mengajarkan sesuatu tersebut kepada anggota kelompoknya. Integrasi dua model
pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja sharing informasi antar siswa-siswa, siswa-sumber belajar, dan siswa
dengan dosen. Menurut Nur, dkk. (1994), agar siswa benar-benar memahami dan
dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk
dirinya, berusaha dengan susah payah dengan berbagai ide. Berikut ini diuraikan
kajian teori berkaitan dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
4. Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif
adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam
pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman
dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur dasar dalam
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994).
1)
Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka
“tenggelam atau berenang bersama.”
2)
Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa
atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri
sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3)
Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua
memiliki tujuan yang sama.
4)
Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di
antara para anggota kelompok.
5)
Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan
yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
6)
Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka
memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
7)
Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Menurut Thompson, et al, (1995), pembelajaran kooperatif
turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran sains. Di dalam
pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil
yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri
dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok
heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan
suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja
dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Pada pembelajaran
kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama
dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa
diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan
untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai
ketuntasan (Slavin, 1995).
Beberapa ciri dari
pembelajaran kooperatif adalah; (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi
hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap anggota kelompok
bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru
membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, (e)
guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan (Carin, 1993).
Tiga konsep sentral yang
menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan oleh
Slavin (1995), yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan
kesempatan yang sama untuk berhasil.
1) Penghargaan kelompok
Pembelajaran kooperatif
menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok.
Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria
yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu
sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling
mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
2) Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok
tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok.
Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok
yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu
juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas
lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif
menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan
peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan
menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah,
sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan
melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
Tujuan pembelajaran
kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem
kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang
lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi
di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhioleh keberhasilan
kelompoknya (Slavin, 1994). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh
Ibrahim, et al, (2000), yaitu:
Dalam belajar kooperatif
meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau
tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model
ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang
model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah
dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan
dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik
pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama
menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2) Penerimaan
terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model
pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang
berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari
berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada
tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar
saling menghargai satu sama lain.
3) Pengembangan
keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga
pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja
sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa
sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
Dalam pembelajaran
kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik
juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut
keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk
melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun
dengan membangun tugas anggota kelompok selama kegiatan.
Keterampilan-keterampilan
selama kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut (Lungdren, 1994):
1) Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal
a) Menggunakan kesepakatan
Yang dimaksud dengan
menggunakan kesepakatan adalah menyamakan pendapat yang berguna untuk
meningkatkan hubungan kerja dalam kelompok.
b) Menghargai kontribusi
Menghargai berarti
memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan anggota
lain. Hal ini berarti harus selalu setuju dengan anggota lain, dapat saja kritik
yang diberikan itu ditujukan terhadap ide dan tidak individu.
c) Mengambil giliran dan
berbagi tugas
Pengertian ini mengandung
arti bahwa setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia
mengemban tugas/tanggungjawab tertentu dalam kelompok.
d) Berada dalam kelompok
Maksud di sini adalah
setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung.
e) Berada dalam tugas
Yang dimaksud berada dalam
tugas adalah meneruskan tugas yang menjadi tanggungjawabnya, agar kegiatan
dapat diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan.
f) Mendorong partisipasi
Mendorong partisipasi
berarti mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap
tugas kelompok.
g) Mengundang orang lain
Maksudnya adalah meminta
orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas.
h) Menyelesaikan tugas
dalam waktunya
i) Menghormati perbedaan
individu
Menghormati perbedaan
individu berarti bersikap menghormati terhadap budaya, suku, ras atau
pengalaman dari semua siswa atau peserta didik.
2) Keterampilan Tingkat Menengah
Keterampilan tingkat
menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan
ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan arif, bertanya,
membuat ringkasan, menafsirkan, mengorganisir, dan mengurangi ketegangan.
3) Keterampilan Tingkat Mahir
Keterampilan tingkat mahir
meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran,
menetapkan tujuan, dan berkompromi.
Urutan langkah-langkah
prilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuriakan oleh Arends
(1997) adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase
|
Tingkah Laku Guru
|
Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
|
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
|
Fase 2:
Menyajikan informasi
|
Guru menyajikan informai kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan
|
Fase 3:
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok
belajar
|
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efektif.
|
Fase 4:
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
|
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
mereka mengerjakan tugas mereka
|
Fase 5:
Evaluasi
|
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
|
Fase 6:
Memberikan penghargaan
|
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
maupun hasil belajar individu dan kelompok.
|
Sumber: Arends, 1997 dan 1998.
Terdapat enam fase utama
dalam pembelajaran kooperatif (Arends, 1997), Pembelajaran dalam kooperatif
dimulai dengan guru menginformasikan tujuan dari pembelajaran dan memotivasi siswa
untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk
teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan langkah-langkah di mana siswa di bawah
bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling
bergantung. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif meliputi penyajian
produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah dipelajari oleh siswa dan
pengenalan kelompok dan usaha-usaha individu.
Pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari
beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan
bagian materi belajar dan mampu mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota
lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa
belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4–6 orang secara heterogen dan
bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas
ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan
materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan
juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang
diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling
tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk
mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie A., 1994).
Para anggota dari tim-tim
yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling
membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada
mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk
menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka
pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli”. Kelompok
asal, yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan,
asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan
gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri
dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan
mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan
topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Hubungan
antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends,
1998).
Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu
dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi
yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama
lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, para
anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman
sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok
ahli. Jigsaw didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
secara mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi
tahu) terhadap teman sekelompoknya. Selanjutnya di akhir pembelajaran, siswa
diberi kuis secara individu yang mencakup topik materi yang telah dibahas.
Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependensi setiap siswa terhadap anggota tim
yang memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan
kuis dengan baik.
Untuk pelaksanaan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, disusun langkah-angkah pokok sebagai
berikut; (1) pembagian tugas, (2) pemberian lembar ahli, (3) mengadakan diskusi,
(4) mengadakan kuis. Adapun rencana pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini
diatur secara instruksional sebagai berikut (Slavin, 1995):
a.
Membaca:
siswa memperoleh topik-topik ahli dan membaca materi tersebut ntuk mendapatkan
informasi.
b.
Diskusi kelompokahli: siswa dengan topik-topik ahli yang sama bertemu ntuk mendiskusikan
topik tersebut.
c.
Diskusi kelompok:
ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan opik pada kelompoknya.
d.
Kuis: siswa
memperoleh kuis individu yang mencakup semua topik.
e.
Penghargaan kelompok: penghitungan skor kelompok dan
menentukan penghargaan kelompok.
Setelah kuis dilakukan,
maka dilakukan perhitungan skor perkembangan individu dan skor kelompok. Skor
individu setiap kelompok memberi sumbangan pada skor kelompok berdasarkan
rentang skor yang diperoleh pada kuis sebelumnya dengan skor terakhir, Arends
(1997) memberikan petunjuk perhitungan skor kelompok sebagaimana terlihat dalam
Tabel berikut.
Tabel 4. Konversi Skor Perkembangan
Skor Kuis
Individu
|
Skor
Perkembangan
|
1.
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
|
5
|
2.
10 poin sampai 1 poin di bawah skor awal
|
10
|
3.
Skor awal sampai 10 point di atasnya
|
20
|
4.
Lebih dari 10 di atas skor awal
|
30
|
5.
Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)
|
30
|
Untuk menentukan tingkat
penghargaan yang diberikan untuk prestasi kelompok, menurut Arends (1997) dapat
dilihat dalam Tabel berikut.
Tabel 5. Tingkat Penghargaan
Kelompok
Rata-rata
Kelompok
|
Penghargaan
|
15
|
Good Team
(tim yang bagus)
|
20
|
Great Team (tim
yang hebat)
|
25
|
Super Team
(tim yang super)
|
Pembelajaran Jigsaw adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang
spesifik yang telah mencapai sukses dalam tiga dekade. Pada pembelajaran dengan
model Jigsaw, tiap siswa dikelompokkan dengan mekanisme tukar-menukar kelompok,
dan tiap anggota kelompok berperan penting dalam penguasaan materi secara
menyeluruh dan menentukan produk akhir (Aronson, 2005).
Menurut Siberman (2002), pelaksanaan belajar dengan teknik Jigsaw (Jigsaw Learning) dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Pilihlah materi belajar yang dapat dipisah menjadi
bagian-bagian. Sebuah bagian dapat disingkat seperti sebuah kalimat atau
beberapa halaman. Contohnya: sebuah berita memiliki banyak maksud;
bagian-bagian ilmu pengetahuan eksperimental; sebuah teks yang mempunyai bagian
berbeda; daftar defenisi; sekelompok majalah yang memuat artikel panjang atau
jenis bacaan lain yang materinya pendek; dan lain-lain.
b.
Hitunglah jumlah bagian belajar dan jumlah peserta
didik. Dengan satu cara yang pantas, bagikan tugas yang berbeda kepada kelompok
peserta yang berbeda. Contoh: bayangkan sebuah kelas terdiri atas 12 orang
peserta. Anggaplah Anda dapat membagi materi pelajaran dalam tiga bagian,
kemudian Anda dapat membuat kwartet, berikan tugas setiap kelompok bagian 1, 2,
3, mintalah kwartet atau “kelompok belajar” membaca, menduskusikan, dan
mempelajari materi yang ditugaskan kepada mereka.
c.
Setelah selesai, bentuklah kelompok “Jigsaw Learning”, Setiap kelompok ada
seorang wakil dari masing-masing kelompok dalam kelas. Seperti dalam contoh,
setiap anggota masing-masing kwartet menghitung 1, 2, 3, dan 4. Kemudian
bentuklah kelompok peserta “Jigsaw
learning” dengan jumlah sama. Hasilnya akan terdapat 4 kelompok yang
terdiri dari 3 orang (trio). Dalam setiap trio kan ada orang peserta yang
mempelajari bagian 1, seorang untuk bagian 2, dan seorang lagi bagian 3.
d.
Mintalah anggota kelompok “jigsaw” untuk mengajarkan
materi yang telah dipelajari kepada yang lain.
e.
Kumpulkan kembali peserta didik ke kelas besar untuk
memberi ulasan dan sisakan pertanyaan guna memastikan pemahaman yang tepat.
Langkah-langkah
di atas dapat dilakukan variasi sebagai berikut:
a.
Berikan tugas baru, seperti menjawab pertanyaan
kelompok tergantung akumulasi pengetahuan anggota kelompok Jigsaw.
b.
Berikan tanggung jawab kepada peserta didik yang lain
guna mempelajari kecakapan daripada informasi kognitif. Mintalah peserta didik
mengajar peserta lain kecakapan yang telah mereka pelajari.
Menurut Aronson (2005), ada 10 langkah bila guru ingin menggunakan model
kooperatif Jigsaw dalam pembelajaran di kelas, yakni:
a.
Mahasiswa-siswa dikelompok ke dalam kelompok jigsaw
yang beranggota 5–6 orang. Pembagian kelompok dapat menurut jender, etnik,
kemampuan, dan lain-lain.
b.
Pilih salah seorang kelompok sebagai pemimpin kelompok,
dengan memperhatikan kedewasaan setiap anggota kelompok.
c.
Kelompokkan hari-hari belajar ke dalam 5–6 segmen.
d.
Lakukan pengaturan agar setiap siswa mempelajari sati
segmen pelajaran. Setiap siswa hanya dituntut untukmenguasai segmen yang
dipelajarinya saja.
e.
Berikan tugas agar setiap siswa mempelajari semua
segmen, tetapi tidak dituntut untuk menguasainya.
f.
Kelompokkan siswa-siswa yang mempelajari segmen yang sama
ke dalam satu kelompok. Mahasiswa-siswa mendiskusikan materi di dalam kelompok
masing-masing.
g.
Kemudian kelompokkan kembali siswa-siswa ke dalam
kelompok yang di dalamnya terdapat siswa-siswa yang menguasai semua segmen
pelajaran (kelompok Jigsaw).
h.
Setiap siswa ditugaskan untuk mempresentasekan
penguasaannya, dan siswa-siswa lain memberikan pertanyaan untuk
mengklarifikasi.
i.
Lakukan pengamatan dari satu ke kelompok ke kelompok
lainnya. Bila timbul masalah, lakukan intervensi.
j.
Pada sesi terakhir, berikan quiz yang berkaitan dengan
materi pelajaran.
Berdasar pada paparan teori di atas, memberikan indikasi bahwa model
pembelajaran diskusi akan lebih efektif dan efisien bila sebelumnya siswa-siswa
dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok Jigsaw, sehingga setiap siswa
menguasai setiap segmen pelajaran, yang pada gilirannya saling memberikan
informasi sesama siswa dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar,
sehingga semua siswa akan dapat menguasai semua segmen pelajaran yang telah
ditetapkan, Integrasi kedua model ini akan saling melengkapi guna pencapaian
kompetensi dasar seefektif dan seefisien mungkin.
5. Pembelajaran dengan Multimedia
Pembelajaran
dengan multimedia dikembangkan sesuai dengankriteria proses belajar mengajar
inovatif menurut Eggen dan Kauchak (1996) meliputi hal-hal berikut:
- Pembelajaran didasarkan pada deskripsi pembelajaran kognitif
- Guru menyediakan informasi yang dianalisisi siswa selama PBM berlangsung.
- Strategi-strategi belajar didasarkan pada penelitian
- Guru secara aktif mengarahkan analisis siswa
- Pelajaran berorientasi pada pemecahan masalah.
Keberhasilan pembelajaran
dipengaruhi oleh penggunaan media yang sesuai dengan tujuan tertentu. Media
pembelajaran yang dipilih dan disiapkan secara hati-hati dapat memenuhi satu
atau lebih tujuan pembelejaran berikut: memotivasi siswa, melibatkan siswa
dalam pengalaman belajar yang bermakna, melaksanakan pengajaran individual,
menjelaskan dan menggambarkan materi pelajaran dan keterampilan kinerja,
menyumbang pembentukan sikap dan perkembangan perhargaan, serta memberi
kesempatan untuk menganalisis sendiri kinerja individual dan perilaku (Kemp,
1994).
Jerome Bruner dalam Heinich, et al (1999) mengemukakan, bahwa
pembelajaran seharusnya dimulai dengan urutan pengalaman langsung menuju representasi
iconic pengalaman (seperti gambar dan
film), baru kemudian representasi simbolik (seperti kata-kata dan
persamaan-persamaan matematis). Bruner lebih jauh menyatakan, bahwa urutan
pembelajaran tersebut berpengaruh langsung terhadap pencapaian ketuntasan
tugas, di mana hal ini ipermudah bila pembelajaran mengikuti urutan dari
pengalaman konkrit, peresentasi iconic,
kemudian representasi akbstrak.
Dalam usaha memanfaatkan media
sebagai alat bantu pembelajaran, Edgar Dale dalam Heinich, et al (1999) mengemukakan
klasifikasi pengalaman menurut tingkat kontrit sampai abstrak yang dikenal
sebagai kerucut pengalaman.
Pemilihan media
yang sesuai dengan pertimbangan ciri-ciri setiap media dalam strategi
pembelajaran yang telah diidentifikasi, ukuran kelompok target, dan keperluan
penyebaran digambarkan oleh Hackbarth (1996) sebagai berikut:
Tabel
6. Jenis Media Pembelajaran
Media
|
Ciri-ciri
|
Ukuran Kelompok
|
Distribusi
|
Buku
|
Bentuk, tanda baca, organisasi, pertanyaan, gaya bahasa,
sajak, metafora, drama, komedi
|
Kecil
|
Lokal
|
Gambar
|
Subjek, komposisi, perpektif, warna, kontras, fokus,
petunjuk
|
kecil
|
Lokal
|
Audiotape
|
Volume, tinggi-rendah nada, irama, perubahan suara,
tingkat/kecapatan
|
sedang
|
Lokal
|
Slide
|
Semua ciri di atas
|
sedang
|
Lokal
|
Film/Videotape
|
Semua ciri di atas
|
sedang
|
Lokal
|
Radio
|
Sama dengan audio, batas waktu
|
sedang
|
Lokal
|
Televisi
|
Semua ciri di atas
|
besar
|
Jauh
|
Komputer
|
Semua ciri di atas, interaktif
|
kecil
|
Lokal
|
Tutor
|
Hampir semua ciri di atas, fleksibel, empati, perhatian
|
kecil
|
Lokal
|
Guru
|
Sama dengan tutor, wewenang, kebijaksanaan
|
sedang
|
Lokal
|
Pada penelitian ini pembelajaran multimedia ditekankan pada kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi menggunakan komputer. Penggunaan komputer
digunakan untuk presentasi, pemecahan masalah, dan mengakses informasi melalui
internet. Mengingat luasnya penggunaan komputer saat ini, maka pembelajaran
dengan multimedia diharapkan dapat meningkatkan kemandirian siswa dalam
belajar. Kriteria siswa mandiri menurut Arends (1977) adalah siswa yang dapat
melakukan empat hal penting berikut:
1.
Mendiagnosis suatu situasi pembelajaran khusus secara
tepat.
2.
Memilih strategi belajar untuk mengatasi masalah
pembelajaran
3.
Memantau kefektifan strategi
4.
Cukup termotivasi untuk terlibat dalam situasi
pembelajaran sampai selesai
B. Kerangka Pikir
Rendahnya motivasi belajar siswa
yang diindikasikan oleh rendahnya aktivitas belajar dan hasil belajar siswa
umumnya disebabkan oleh rendahnya keterampilan siswa dalam melakukan proses
belajar secara mandiri dan atau berkelompok. Karena itu pemberian
strategi-strategi belajar (learningstrategi) pada tahap awal proses pendidikan siswa merupakan awal pembiasaan
siswa melakukan proses belajar sesuai dengan strategi yang sesuai dengan
masing-masing pribadi siswa.
Kebiasaan belajar berkelompok dengan
melakukan praktikum dan diskusi secara umum akan menumbuhkan iklim akademik
yang baik dalam proses belajar mengajar di sekolah. Namun sering sekali
pengelolaan diskusi kelompok justru membuat siswa aktif menjadi lebih aktif
sedang siswa kurang aktif justru tertinggal. Ini disebabkan karena tugas
diskusi sering sekali diserahkan kepada satu atau beberapa orang anggota
kelompok saja. Karena itu, penerapan model kooperatif tipe Jigsaw dalam
pembelajaran model diskusi akan membiasakan siswa untuk mengemban tanggung
jawab belajar pada kelompok asal maupun kelompok ahli.
Selanjutnya dukungan fasilitas
sarana dan sumber belajar merupakan penentu utama dalam mendorong motivasi dan
aktivitas belajar siswa khususnya pada pembelajaran biologi yang cenderung
bersifat abstrak seperti sel dan metabolisme. Penggunaan multimedia dapat
mengatasi kendala pembelajaran ini. Gambar-gambar, animasi proses dan atau
rekaman langsung terhadap proses-proses biologi di tingkat sel akan memberikan
penjelasan yang lebih lengkap bagi siswa untuk menjawab berbagai pertanyaan
berkaitan dengan topik kajian yang menjadi tugas diskusinya. Namun penyediaan
sarana multimedia ini perlu dikemas sedemikian rupa agar memiliki arah dan
tugas belajar yang menjadi panduan bagi siswa dalam melakukan proses belajar
secara mandiri dan atau berkelompok.
BAB III
PELAKSANAAN
A. Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di kelas II dan
III Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Medan tahun ajaran 2007/2008, Jl. Willem
Iskandar No. 7B Medan. Waktu pelaksanaan penelitian 8 bulan (April sampai
November 2007), terdiri dari tahap perancangan tindakan dan tahap pelaksanaan
tindakan.
B. Subjek
Subjek penelitian ini meliputi
subjek kajian yang mendapat tindakan, yakni materi pokok “Sel”, pada Kurikulum
2006 disajikan pada kelas II semester ganjil, dan materi pokok “Metabolisme”
yang disajikan pada kelas III semester ganjil. Subjek kajian juga berkenaan
dengan guru dan siswa yang dikenai tindakan. Subjek guru adalah guru mata pelajaran
yang mengajar di kelas II dan III. Subjek siswa yang mendapat tindakan adalah
siswa kelas II IPA dan III IPA MAN 1 Medan tahun ajaran 2007/2008.
B. Prosedur
1. Tahap Perancangan
Pada tahap perancangan ini (3 bulan) secara intensif tim peneliti
melakukan pertemuan untuk mendiskusi strategi tindakan yang akan dilakukan.
Pada tahap ini dilakukan telaah kurikulum, pengemasan materi ajar dan media
yang dimanfaatkan, penyusunan Rencana Pembelajaran, penyusunan dan uji coba
instrumen penelitian, serta simulasi pembelajaran (peer teaching) dan observasi tindakan. Pertemuan intensif dilakukan
setiap minggu dengan melibatkan dosen Unimed (ketua peneliti), guru model
(anggota peneliti), dan observer (anggota peneliti 2, guru Biologi lainnya, dan
mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA Unimed yang sedang melakukan tugas akhir).
Pelibatan guru biologi lainnya dalam tindakan ini ditujukan untuk menumbuhkan
semangat Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dalam melakukan inovasi
pembelajaran. Sedang pelibatan mahasiswa yang sedang melakukan tugas akhir
dimaksudkan untuk lebih memudahkan mahasiswa program kependidikan memperoleh
permasalahan yang akan ditelitinya sehingga dapat mempercepat penyelesaian
tugas akhirnya. Bersamaan dengan pelaksanaan penelitian ini telah dibina 8
(depan) orang siswa yang sedang melakukan penelitian untuk kepentingan
penyelesaian tugas akhirnya, 3 (tiga) orang melakukan kajian tindakan kelas di
sekolah yang sama, 5 (lima) orang lainnya melakukan kajian tindakan di sekolah
lain.
Pada tahap persiapan tindakan tim
peneliti melakukan pengembangan desain pembelajaran sesuai dengan mekanisme
pengembangan silabus dan penilaian yang dianjurkan oleh Depdiknas (2003).
terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut:
2)
Pengurutan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Standar kompetensi dan kompetensi
dasar mata pelajaran Biologi dirumuskan berdasarkan struktur keilmuan Biologi
dan tuntutan kompetensi lulusan. Selanjutnya standar kompetensi dan kompetensi
dasar diurutkan dan disebarkan secara sistematis.
3)
Penentuan Materi
Pokok dan Uraian Materi pokok. Materi pokok dan uraian materi pokok adalah
butit-butir bahan pelajaran yang dibutuhkan sisiwa untuk mencapai suatu kompetensi
dasar. Pengurutan materi pokok dapat menggunakan pendekatan prosedural,
hirarkis, konkrit ke abstrak. pendekatan tematik.
Prinsip yang yang digunakan dalam menentukan materi pokok dan uraian
materi pokok adalah; a) prinsip relevansi. yaitu adanya kesesuaian antara
materi pokok dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai; b) prinsip konsistensi.
yaitu adanya kecukupan materi pelajaran yang diberikan untuk mencapai dasar
yang telah ditentukan. Materi pokok inipun telah ditentukan Depdiknas.
4)
Pemilihan
Pengalaman Belajar. Proses pencapaian kompetensi dasar dikembangkan melalui
pemilihan strategi pembelajaran yang meliputi pembelajaran tatap muka dan
pengalaman belajar. Pengalaman belajar merupan kegiatan fisik maupun mental
yang dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan bahan ajar. Pengalaman belajar
dilakukan oleh siswa untuk menguasai kompetensi dasar yang telah ditentukan.
Baik pembelajaran tatap muka maupun pengalan belajar. dapat dilakukan di dalam
maupun di luar kelas. Untuk itu. pembelajarannya dilakukan dengan metode yang bervariasi.
yang kemudian didesain untuk kepentingan model pembelajaran terintegrasi
diskusi dengan learning strategies.
Pengalaman belajar yang disusun memuat kecakapan hidup (life skills) yang harus dimiliki oleh
siswa. Misalnya mendiskusikan ragam persoalan biologi dari berbagai tingkat
organisasi kehidupan yang ada di lingkungan sekitarnya (kecakapan hidup: kesadaran sebagai makhluk Tuhan. kesadaran akan
eksistensi diri. kesadaran akan potensi diri. menggali informasi. mengolah
informasi. bekerja sama dan mengambil keputusan).
5)
Penjabaran
Kompetensi Dasar menjadi Indikator. Indikator yang ditetapkan dalam kurikulum
lebih bersifat sebagai indikator. dalam pengembangannya masih membutuhkan
indikator penunjang sesuai dengan tujuan spesifik pembelajaran.
6)
Penjabaran
Indikator ke dalam Instrumen Penilaian. Indikator dijabarkan lebih lanjut
ke dalam instrumen penilaian yang meliputi jenis tagihan. bentuk instrumen dan
contoh instrumen. Setiap indikator dapat dikembangkan menjadi 3 instrumen
penilaian yang meliputi ranah kognitif. psikomotor dan efektif.
g)
Menentukan
Alokasi Waktu. Alokasi waktu adalah perkiraan berapa lama siswa mempelajari
suatu materi pelajaran. Untuk menentukan alokasi waktu. prinsip yang perlu
diperhatikan adalah tingkat kesukaran materi. cakupan materi. frekuensi
penggunaan materi baik di dalam maupun di luar kelas. Karya-karya ini dipilih
dan kemudian dinilai. sehingga dapat dilihat perkembangan kemampuan siswa.
h)
Sumber/Bahan/Alat.
Istilah sumber yang digunakan di sini berarti buku-buku rujukan. referensi
atau literatur. baik untuk menyusun silabus maupun mengajar. Sedangkan yang
dimaksud dengan bahan dan alat adalah bahan-bahan dan alat-alat yang diperlukan
dalam praktikum atau proses pembelajaran lainnya. Bahan dan alat di sini dapat
bervariasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran biologi.
Sebelum
memasuki tahap implementasi, terlebih dilakukan simulasi pembelajaran dengan
melibatkan tim peneliti dan mahasiswa. Simulasi dilakukan sebagai saranan
latihan bagi guru dalam mengelola KBM biologi yang berorientasi model strategi
belajar. Juga menjadi sarana latihan bagi pengamat (observer) ketika melakukan
pengamatan KBM di dalam kelas tindakan. Simulasi juga berguna untuk mengkoreksi
perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian sebelum dilakukan KBM di dalam
kelas.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan
tindakan dilakukan mengikuti kaidah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri
dari tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan
refleksi (Gambar 1). Setiap tindakan dilakukan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran spesifik
setiap materi ajar. Pembelajaran menggunakan model-model sebagai berikut:
1.
Model strategi-strategi belajar (learning strategy)
2.
Model pembelajaran langsung
3.
Model diskusi-kooperatif tipe Jigsaw
4.
Model pembelajaran prosedural (praktikum)
Model strategi-strategi belajar (learning
strategy) dilakukan di awal pertemuan untuk melatih siswa menggunakan
sumber bacaan dengan teknik menandai konsep-konsep penting, meringkas dan
membuat catatan penting. Model pembelajaran langsung dilakukan untuk memberikan
informasi awal kepada siswa dengan menggunakan teknik presentasi materi
menggunakan power point dan paket animasi yang dipadukan dengan tanya jawab.
Pada pembelajaran model diskusi-kooperatif tipe Jigsaw siswa dibagi atas
beberapa kelompok asal (focus group)
dan kelompok ahli (home group). Pada
kelompok asal siswa mendiskusi materi yang menjadi tanggung jawabnya untuk
disampaikan pada siswa lain pada kelompok ahli. Hubungan antara kelompok asal
dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1998).
Keterangan:
Para anggota dari kelompok asal yang berbeda. bertemu dengan topik yang
sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan
pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk
mempelajari topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota
kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman
sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok
ahli. Pola pengelompokan ini didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab siswa secara mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif
(saling memberi tahu) terhadap teman sekelompoknya. Selanjutnya di akhir
pembelajaran, siswa diberi kuis secara individu yang mencakup topik materi yang
telah dibahas.
Untuk mempermudah pengaturan kelas dilakukan teknik pengelompokan tempat
dukuk dan meja sebagaimana
ditunjukkan pada
Model pembelajaran prosedural (praktikum) ditujukan untuk membuktikan
beberapa konsep yang telah dipelajari untuk mendapatkan penguatan dan menjadi
memori jangka panjang pada siswa. Model ini juga dapat dijadikan sebagai sumber
permasalahan untuk dipecahkan pada diskusi kelompok.
Pada tahap persiapan tindakan, dengan melibatkan tenaga ahli pendidikan
dosen dan guru model (anggota peneliti) menyusun Rencana Pembelajaran yang
kemudian didiskusikan dan disimulasikan dengan anggota peneliti dan guru
biologi lainnya. Anggota peneliti 2, dosen, dan beberapa orang mahasiswa
bertindak sebagai observer.
Pada tahap pelaksanaan tindakan, guru model melakukan pembelajaran dan
proses pembelajaran diamati oleh observer (terdiri dari dosen, anggota
peneliti, guru biologi lain, dan mahasiswa). Hasil observasi dari tiap
pertemuan langsung dianalisis oleh tim peneliti untuk menyusun perbaikan pada
siklus berikutnya. Setiap siklus tindakan dapat terdiri dari 2-4 pertemuan
sesuai dengan alokasi waktu yang disediakan untuk pembelajaran suatu lingkup
materi ajar. Selanjutnya hasil evaluasi tindakan setiap siklus kemudian
dijadikan bahan penyusunan rencana tindakan tahap berikutnya. Perbaikan yang
dilakukan berkaitan dengan teknis pemanfaatan model pembelajaran dan
media/sumber belajar yang digunakan. Rencana tindakan dilakukan sebanyak tiga
kali meliputi lingkup materi: (1) Pertumbuhan dan Perkembangan; (2)
Katabolisme; dan (3) Anabolisme.
3. Tahap Analisis Akhir dan Publikasi
Analisis akhir tindakan dilakukan
oleh tim peneliti untuk menghasilkan rekomendasi desain pembelajaran topik
kajian Metabolisme dan Sel menggunakan multimetode dan multimedia, dengan
menganalisis kemampuan guru mendesain dan mengelola pembelajaran, kemandirian
mahasiswa menggunakan sumber-sumber belajar, hasil belajar siswa, dan motivasi
siswa terhadap desain pembelajaran yang kembangkan. Teknik analisis data yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
a.
Rencana
Pembelajaran (RP) dianalisis dengan statistik deskriptif evaluatif secara
langsung terhadap RP yang telah disusun oleh guru mitra.
b.
Hasil
observasi aktivitas belajar siswa dan aktivitas mengajar guru. keterampilan
siswa dalam melakukan diskusi selama KBM, dan motivasi siswa terhadap
pengelolaan pembelajaran dianalisis dengan deskriptif presentase secara
kuantitatif.
c.
Hasil
belajar siswa dianalisis dengan menggunakan kriteria ketuntasan belajar yang
ditetapkan dalam kurikulum 2004, yakni siswa dinyatakan tuntas belajar secara
individu bila telah memperoleh skor ³75% dari skor total, dan ketuntasan
klasikal tercapai bila di kelas tersebut terdapat ³85%
siswa tuntas belajar.
d.
Pendeskripsian
tiap-tiap aktivitas baik secara kuantitatif maupun kualitatif disesuaikan
dengan kegiatan siswa, guru, serta respon yang diberikan. yang disajikan dalam
bentuk tabel-tabel dan grafik.
Pemilihan analisis
deskriptif ini didasarkan pada pemikiran. bahwa penelitian ini tidak membebani
guru mitra dengan statistik inferensial yang umumnya menjadi momok bagi banyak
guru yang ingin melakukan penelitian tindakan kelas.
Hasil analisis selanjutnya digunakan sebagai bahan penyusunan laporan dan
artikel tindakan kelas yang telah dilakukan. Seminar hasil penelitian dilakukan
untuk mensosialisasikan hasil tindakan kepada guru-guru lain yang difasilitasi
di Kepala Sekolah MAN 1 Medan. Melalui seminar ini praktik baik (good practice) yang dilakukan melalui
PTK ini dapat disampaikan kepada guru-guru yang kemudian diharapkan akan
mencontoh dan melakukan tindakan terhadap mata pelajaran yang diampunya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pengelolaan Pembelajaran
Tindakan yang dilakukan mengacu pada
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP 1 s.d 6). Pada siklus I dan II tindakan
yang diberikan adalah siswa mempelajari materi ajar yang telah disusun guru
menggunakan strategi-strategi belajar seperti menggarisbawahi dan memberi
menandai konsep penting, membuat catatan pinggir dan sebagainya. Agar kegiatan
belajar siswa terkendali, pembelajaran dilengkapi dengan Lembaran Kerja Siswa
(LKS-1). Hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran ditampilkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Penilaian
Pengelolaan Pembelajaran Biologi dengan Model Strategi Belajar pada Siklus I
dan II.
No
|
Aspek yang diamati
|
Siklus I
|
Siklus II
|
Rerata
|
Kategori
|
I
|
Fase
1
|
||||
1.
Menyampaikan tujuan pembelajaran
|
3,8
|
4,0
|
3,9
|
Baik
|
|
2.
Memotivasi siswa
|
3,8
|
3,5
|
3,6
|
Baik
|
|
Fase
2
|
|||||
3.
Menjelaskan strategi belajar khusus yang akan
Digunakan
|
4,0
|
3,5
|
3,8
|
Baik
|
|
4.
Memodelkan strategi strategi belajar khusus
yang digunakan secara lisan
|
3,5
|
4,0
|
3,8
|
Baik
|
|
Fase
3
|
|||||
5.
Melatih siswa menggunakan strategi belajar
di bawah bimbingan guru
|
3,3
|
3,5
|
3,4
|
Cukup Baik
|
|
Fase
4
|
|||||
6.
Memeriksa pemahaman siswa terhadap
strategi belajar yang diterapkan.
|
3,8
|
3,5
|
3,6
|
Baik
|
|
7.
Memberikan umpan balik dari hasil pemaham-
an siswa terhadap strategi belajar yang
diguna-
kan.
|
3,3
|
4,0
|
3,6
|
Baik
|
|
Fase
5
|
|||||
8.
Melatih siswa untuk menerapkan strategi
belajar yang dilatihkan secara mandiri
|
3,3
|
3,8
|
3,5
|
Baik
|
|
Fase
6
|
|||||
9.
Mengevaluasi tugas latihan
|
3,8
|
3,5
|
3,6
|
Baik
|
|
10.
Membimbing siswa merangkum pelajaran
|
4,0
|
3,8
|
3,9
|
Baik
|
|
II
|
Suasana
Kelas
|
||||
1.
Siswa antusias
|
4,0
|
4,0
|
4,0
|
Baik
|
|
2.
Guru antusias
|
4,0
|
4,0
|
4,0
|
Baik
|
|
III
|
Pengelolaan
waktu
|
4,0
|
4,0
|
4,0
|
Baik
|
Jumlah
|
44,3
|
45,0
|
Hasil analisis yang ditunjukkan
pada Tabel 4.1 menunjukkan, bahwa selama penelitian tindakan pada siklus I dan
siklus II, terjadi peningkatan kemampuan guru mengelola pembelajaran
berorientasi model strategi belajar, di antaranya pada aspek pengamatan: (a)
Menyampaikan tujuan pembelajaran; (b) Memodelkan strategi belajar; (c)
melatihkan strategi belajar; dan (d) Memberikan umpan balik. Selanjutnya selama
pembelajaran tampak bahwa guru dan siswa antusias melaksanakan pembelajaran.
Pada siklus III telah
pembelajaran telah dikembangkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw. Urutan
langkah-langkah pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran tindakan mengacu
pada tahap-tahap: pendahuluan–kegiatan inti–penutup, yang didalamnya diintegrasikan
fase-fase pembelajaran sesuai dengan syntax pembelajaran kooperatif. Hasilnya
diperoleh, bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran biologi
tergolong cukup baik dalam hal
penyampaian tujuan pembelajaran, memotivasi siswa dan menjelaskan mekanisme
belajar model diskusi-kooperatif Jigsaw (fase I dan III); dan tergolong baik dalam hal menyajikan materi,
mengaitkan dengan pengetahuan sebelumnya, membimbing siswa, mendorong dan
melatihkan keterampilan diskusi, mengevaluasi hasil kerja kelompok, membimbing
siswa dalam presentasi, membimbing siswa membuat kesimpulan, memberi tugas
rumah, dan mengumumkan penghargaan (Gambar
4.1). Hasil ini mengindikasikan, bahwa proses pembelajaran pada kelas
tindakan berlangsung dengan baik. Hal ini didukung oleh adanya kecenderungan
perubahan pengelolaan pembelajaran dari kategori cukup baik ke baik,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.2.
2. Aktivitas Siswa dan Guru selama
Pembelajaran Berlangsung
Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru
dan siswa dalam KBM pada pembelajaran biologi dengan model strategi belajar,
disajikan dalam Tabel 4.2.
Pada
Siklus I aktivitas guru cenderung merata pada pemberian keterampilan strategi
belajar kepada siswa (13,9–18,8%), dan aktivitas siswa lebih cenderung mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru (17,5%) dan berdiskusi antar siswa (12,8%).
Aktivitas
Guru
|
||||
No.
|
Aktivitas
|
Siklus I
|
Siklus II
|
Jumlah
|
1
|
Menyampaikan
tujuan pembelajaran
|
3,5
|
2,5
|
6,0
|
2
|
Memotivasi
siswa
|
6,0
|
2,5
|
8,5
|
3
|
Secara
klasikal menjelaskan strategi belajar khusus
yang akan digunakan
|
5,0
|
1,0
|
6,0
|
4
|
Memodelan dan melatihkan strategi belajar
yang
Digunakan
|
5,8
|
4,3
|
10,1
|
5
|
Membimbing
siswa mempraktekkan strategi
Belajar yang dilatihkan
|
6,8
|
5,8
|
12,6
|
6
|
Mengevaluasi
tugas latihan
|
5,5
|
7,3
|
12,8
|
7
|
Membimbing
siswa merangkum pelajaran
|
2,0
|
6,8
|
8,8
|
8
|
Bukan
kategori di atas
|
1,5
|
2,5
|
4,0
|
Tabel 4.2 Rata-rata Aktivitas Siswa Pada Pembelajaran
dengan Model Strategi-Strategi Belajar.
Aktivitas
Siswa
|
||||
No.
|
Aktivitas
|
Siklus I
|
Siklus II
|
Jumlah
|
1
|
Mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru
|
6,3
|
3,3
|
9,6
|
2
|
Diskusi
antar siswa dan guru
|
0,9
|
0,9
|
1,8
|
3
|
Diskusi
antar siswa
|
4,6
|
4,3
|
8,9
|
4
|
Mempraktekkan
strategi yang dilatihkan
|
1,8
|
2,3
|
4,1
|
5
|
Merangkum pelajaran
|
2,9
|
2,4
|
5,3
|
6
|
Bukan
kategori di atas.
|
2,0
|
1,7
|
3,7
|
Pada
siklus II guru lebih cenderung melakukan aktivitas seperti memodelkan strategi
yang digunakan (11,8%), membimbing praktek siswa (16,0%), mengevaluasi (20,1%)
dan membimbing siswa merangkum pelajaran (18,8%). Sedang aktivitas siswa yang
dominan adalah berdiskusi dengan sesama temannya (12,1%).
Mencermati
hasil pengamatan aktivitas guru dan siswa dalam KBM biologi berorientasi model
strategi belajar pada siklus I dan II menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas
guru dalam mengevaluasi tugas latihan dan membimbing siswa merangkum pelajaran,
serta penurunan aktivitas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa cenderung
telah mandiri dalam menerapkan strategi belajar dalam KBM. Hal ini ditunjukkan
oleh peningkatan aktivitas diskusi dengan sesama siswa dan mempraktekkan
strategi belajar, serta penurunan aktivitas mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru.
Pada tahap awal pembelajaran (tindakan Siklus III), kegiatan guru
cenderung didominasi oleh aktivitas menjelaskan materi dan mendorong
keterlibatan dan keikutsertaan siswa (memotivasi siswa). Pada tahap tindakan IV
dan VI, guru cenderung lebih banyak mengamati kegiatan siswa, mengajukan
pertanyaan, dan menerapkan waktu tunggu. Di sisi lain, pada tahap awal
(tindakan III dan IV), siswa cenderung lebih memperhatikan penjelasan guru dan
membaca dan atau menanggapi guru, selanjutnya pada tindakan V dan VI sudah
lebih cenderung melakukan aktivitas-aktivitas produktif seperti menanggapi
pertanyaan, mengajukan pertanyaan, dan menulis hal-hal yang relevan dengan KBM.
Keadaan ini mengindikasikan bahwa
guru mata pelajaran dan siswa telah mampu menerapkan model pembelajaran yang
diperkenalkan melalui PTK ini dengan baik.
Melalui empat tahapan tindakan
yang dilakukan (pada siklus III, IV, V dan VI) diperoleh adanya
kecenderungan peningkatan keterampilan siswa mengajukan pertanyaan tinggi,
diiringi dengan penurunan aktivitas mengajukan pertanyaan tingkat rendah.
Mengajukan pertanyaan pada mulanya mengalami penurunan (pada tindakan siklus IV dan V), tetapi menunjukkan
kecenderungan menaik kembali pada tindakan VI. Gambar 4.7 di bawah ini
menunjukkan kecenderungan penurunan aktivitas siswa dalam menyatakan ide. Ini
diduga karena pada tindakan V kegiatan siswa adalah paktikum, dan pada tindakan
VI cenderung menyimpulkan hasil diskusi dan praktikum yang telah dilakukan pada
tahap tindakan sebelumnya.
3. Hasil Belajar dan Respon Siswa Terhadap
Tindakan Pembelajaran yang Diberikan
Hasil
belajar siswa setelah mendapat perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran
strategi-strategi belajar dan diskusi menggunakan model Jigsaw dengan
memanfaatkan multimedia berupa slide dan animasi diperoleh, 88,4% siswa
mencapai ketuntasan belajar dengan penguasaan 70% dan frekuensi terbesar berada
pada rentang skor 70-79. Hanya 11,6% siswa (5 dari 43 siswa) yang tidak
mencapai ketuntasan belajar (Gambar 4.8). Kepada siswa yang tidak mencapai
ketuntasan belajar dilakukan pembelajaran remedial dengan memanfaatkan tutor
sebaya, di mana siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar dijadikan tutor
untuk membantu rekan-rekannya yang belum mencapai ketuntasan belajar. Upaya ini
diharapkan dapat menumbuhkan iklim akademik di lingkungan sekolah MAN 1 Medan.
Bila dibandingkan
dengan hasil belajar siswa sebelum mendapatkan tindakan, hasil belajar siswa
setelah mendapatkan tindakan menunjukkan kecenderungan peningkatan yang cukup
memuaskan, di mana pada ulangan harian sangat sering terjadi hampir keseluruhan
siswa tidak mencapai ketuntasan belajar.
Hasil diskusi mendalam
dengan guru diperoleh informasi bahwa saat ini telah terjadi penurunan minat
dan motivasi siswa untuk sungguh-sungguh belajar. Tindakan yang diberikan
melalui penelitian menunjukkan respon siswa terhadap pembelajaran yang menggembirakan,
dimana 75% siswa menyatakan senang dengan desain pembelajaran yang disusun.
Respon senang karena pembelajaran yang diselenggarakan banyak praktek atau
kegiatan, guru menerangkan dengan jelas, gurunya menyenangkan, cara mengajar
bervariasi dan tidak membosankan, banyak memperoleh kesempatan
berbicara, mengeluarkan pendapat, atau bertanya kepada guru atau teman.
Pembelajaran
sebelumnya kurang menyenangkan, sebab guru lebih banyak menerangkan (ceramah),
dalam menerangkan sering tidak jelas (karena tidak dilengkapi dengan LKS,
model, dan atau media pembelajaran), membosankan, dan soal-soal tes sering
terasa asing bagi siswa.
Secara
keseluruhan, setelah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran
strategi-strategi belajar dan diskusi menggunakan model Jigsaw dengan
memanfaatkan multimedia, respon siswa: 1) cara mengajar seperti ini agar
diterapkan untuk pelajaran lain; 2) banyak hal-hal baru yang menyenangkan
selama pelajaran; dan 3) penjelasan guru mudah dipahami (sebab sebelumnya siswa
telah diberi bahan berupa LKS, slide dan animasi biologi).
B.
Pembahasan
Kunci kesuksesan pembelajaran di sekolah
yang pertama dan utama adalah terletak pada kemampuan profesional guru dalam
mengelola pembelajaran. Meskipun tujuan pem-belajaran dapat direncanakan
bersama oleh guru dan siswa, model strategi belajar lebih berpusat pada guru.
Sistem perencanaan dan pengelolaan pembelajaran yang baik akan menjamin
terjadinya proses belajar yang efektif pada siswa, terutama melalui pengamatan,
mendengarkan, dan resitasi yang terencana. Hal ini didukung oleh pendapat Gagne
dan Briggs (1987) dalam Arends (1998) yang menyatakan, bahwa pengajaran yang
dirancang secara sistematis banyak berpengaruh terhadap perkembangan individu
manusia.
Hasil
pengamatan pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru berupa tindakan
pembelajaran model strategi-strategi belajar memanfaatkan multimedia secara
deskriptif telah menunjukkan peningkatan dari 76,9% kategori baik pada tindakan
siklus I menjadi 100% baik pada tindakan siklus II, terutama dalam pengelolaan
pembelajaran yang berorientasi model strategi-strategi belajar. Dengan
demikian, untuk pembelajaran selanjutnya, guru sudah dapat secara mandiri
mengembangkan kemampuannya merencanakan dan melaksanakan pembelajaran
khususnya yang berorientasi model strategi-strategi belajar. Keterampilan ini
sangat bermanfaat bagi guru dan siswa ketika akan menerapkan model pembelajaran
inovatif lainnya (misalnya model diskusi), karena siswa telah memiliki
keterampilan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang dianjurkan dan atau
ditugaskan oleh guru dalam PBM.
Pandangan
ini didukung oleh hasil penelitian Stallings dan rekan-rekannya (1970 dalam
Arends, 1997) menunjukkan, bahwa guru yang mengorganisasikan kelasnya dengan
baik, yang memungkinkan berlangsungnya pembelajaran yang terstruktur,
menghasilkan rasio keterlibatan siswa yang tinggi (time – task – ratio)
dan hasil belajar yang lebih tinggi daripada guru yang menggunakan pendekatan
kurang formal dan kurang terstruktur.
Perencanaan
dan pengelolaan pembelajaran yang baik oleh guru tentunya akan membantu guru
untuk lebih mengarahkan aktivitasnya di kelas kepada upaya-upaya membelajarkan
siswa. Dari hasil penelitian ini ditunjukkan bahwa aktivitas yang tinggi yang
dilakukan guru di siklus I pada kategori: (2) memotivasi siswa; (3) menjelaskan
strategi belajar khusus yang akan digunakan; (4) memodelkan dan melatihkan
strategi belajar yang digunakan; dan (5) membimbing siswa mempraktekkan
strategi belajar yang dilatihkan; dapat menurunkan aktivitas: (1) mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru; dan (2) diskusi antara siswa dan guru; serta meningkatkan
aktivitas: (3) diskusi antar siswa; dan (4) mempraktekkan strategi belajar yang
dilatihkan pada siklus II.
Slavin
(1997) mengemukakan, bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep
yang sulit apabila meraka dapat mendiskusikan dengan temannya. Konstruktivisme
memandang perkembangan kognitif sebagai suatu hasil pertumbuhan dari
perkembangan sosial melalui interaksi dengan orang lain yang terjadi dalam zona
perkembangan terdekat anak-anak, dimana anak-anak dapat melakukan tugas-tugas
baru yang berada dalam kemampuan meraka dengan bantuan guru atau teman sebaya.
Diskusi
merupakan komunikasi, dimana siswa berbicara dengan siswa yang lain, saling
membagi gagasan dan pendapat. Menurut Arends (1997) diskusi dapat mencapai tiga
tujuan pembelajaran, yaitu: (a) memperbaiki pemikiran siswa dan membantu mereka
menyusun pemahaman materi akademis; (b) mendorong keterlibatan dan
keikutsertaan siswa, memberi kesempatan luas kepada siswa untuk mengutarakan
ide-ide mereka sendiri, serta memotivasi siswa untuk ikut terlibat dalam
pembicaraan di kelas; (c) membantu siswa belajar keterampilan komunikasi dan
proses berpikir.
Atas dasar pada pemikiran tersebut, tindakan pembelajaran yang
dilakukan berikutnya adalah menerapkan model pembelajaran diskusi dengan
pembagian kelompok tipe Jigsaw. Kualitas pembelajaran diindikasikan dari: a)
kemampuan guru mata pelajaran mengelola pembelajaran; b) kecenderungan
aktivitas guru selama proses pembelajaran; c) kecenderungan aktivitas siswa
selama proses pembelajaran; d) keterampilan siswa dalam berdiskusi; dan e)
respon siswa terhadap model pembelajaran yang digunakan. Selanjutnya kualitas hasil belajar akan tergambar dari ketuntasan belajar klasikal
siswa.
Pengalaman
selama melakukan penelitian tindakan, mulai dari perencanaan, implementasi, dan
evaluasi menunjukkan, bahwa guru mata pelajaran telah siap mengimplementasikan
pembelajaran berbasis kompetensi pada tahun pelajaran mendatang. Hal ini
ditunjukkan oleh capaian kategori “baik”
dalam pengelolaan pembelajaran pada kelas tindakan. Walaupun pada awal-awal
pelaksanaan tindakan kelihatan guru masih mendominasi pembelajaran, tidak
menyampaikan aturan diskusi kelompok, pertanyaan awal guru (untuk kepentingan
motivasi) cenderung tidak dilakukan, dan guru terlalu cepat memberikan
respon/jawaban yang tidak dapat dijawab oleh siswa.
Hasil pengamatan aktivitas guru dan
siswa juga menunjukkan kecenderungan peningkatan aktivitas mengamati kegiatan
siswa dan mengajukan pertanyaan. Penyampaian materi dalam bentuk ceramah sudah
sedikit sekali dilakukan guru. Selama proses pembelajaran
guru hanya menyajikan cuplikan materi sebagai kerangka awal bagi siswa untuk berpikir
atau belajar lebih lanjut secara kelompok.
Seperti yang dikemukakan oleh
Carin (1993), bahwa salah satu ciri pembelajaran kooperatif adalah, selama proses
belajar mengajar berlangsung, guru membantu melatihkan dan mengembangkan
keterampilan-keterampilan interpersonal siswa dalam kelompok. Menurut Vygotsky
dalam Slavin (1994), di sinilah letaknya konsep scaffolding, di mana guru memberikan kepada siswa sejumlah bantuan
atau pengetahuan selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi
bantuan tersebut dan memberikan kesempatan pada anak untuk mengambil alih
tanggung jawab. Fungsi mental yang lebih tinggi bagi siswa, pada umumnya muncul
dalam kerjasama antar individu. Rendahnya persentase aktivitas menjelaskan juga
didukung oleh pandangan konstruktivis dalam pembelajaran IPA (Slavin, 1994),
bahwa prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah guru
memberikan kepada siswa anak tangga yang membawa siswa akan pemahaman yang
lebih tinggi, dengan catatan, siswa sendiri yang harus memanjat tangga tersebut.
Perubahan perilaku mengajar guru
yang diimplementasikan melalui penelitian tindakan ini telah berdampak bagi
perubahan perilaku belajar siswa, sebagaimana ditemukan melalui penelitian ini;
di akhir tindakan proporsi aktivitas pembelajaran terbesar telah berada aktivitas
siswa bertanya (dengan pertanyaan tingkat rendah dan tingkat tinggi) dan
mencatat hal-hal yang relevan dengan kegiatan pembelajaran. Dari gambaran aktivitas siswa tersebut tampak, bahwa pembelajaran
menggunakan multimodel telah menunjukkan kegiatan pembelajaran yang menempatkan
siswa sebagai pusat kegiatan belajar mengajar, sedangkan guru hanya bertindak
sebagai fasilitator dan pendorong siswa belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat
Abruscato (1999) dan Vol Glaserferl dalam Soeparno (1997) tentang teori konstruktivisme
dalam pembelajaran IPA, bahwa, pembelajaran merupakan kerja mental aktif, bukan
menerima pengajaran dari guru secara pasif. Dalam kerja mental siswa, guru
memegang peranan penting dengan cara memberikan dukungan, tantangan berpikir, melayani
sebagai pelatih atau model, namun siswa tetap merupakan kunci pembelajaran
Pada akhirnya, perubahan
perilaku mengajar guru dan perubahan perilaku belajar siswa yang difasilitasi
melalui penelitian tindakan ini berdampak bagi peningkatan hasil belajar siswa,
di mana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa mencapai ketuntasan
belajar, suatu keadaan yang sulit untuk dicapainya sebelumnya. Fenomena ini
mengandung makna, bahwa pembelajaran dengan menerapkan multimodel (model
strategi-strategi belajar dan model diskusi dengan memanfaatkan media slide dan
animasi) yang diimplementasikan peneliti, mempunyai kualitas proses dan
kualitas hasil belajar yang baik. Hasil tersebut sejalan dengan yang dikemukaan
oleh Slavin (1994), bahwa pembelajaran kooperatif dapat memperbaiki prestasi
akademik siswa dan membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.
Seluruh
hasil penelitian yang telah dipaparkan di muka selanjutnya akan memberikan
dampak yang lebih luas bila guru mata pelajaran lain khususnya di MAN 1 Medan
juga melakukan inovasi dalam pembelajarannya melalui penerapan model-model
pembelajaran inovatif dan kreatif. Satu model pembelajaran tidak selalu baik
diterapkan pada semua kajian dan semua mata pelajaran di SMA/MA, karena itu
guru harus terus mencoba dan mengembangkan kreativitasnya untuk mendesain
pembelajaran yang mampu memotivasi siswa untuk belajar. Pemberdayaan MGMP
adalah salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan ini yang
dinaungi di bawah panji-panji manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Mengacu
pada uraian hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, dapat disusun simpulan bahwa:
1.
Desain
pembelajaran biologi kelas SMA/MA dengan multimodel (strategi-strategi belajar
dan diskusi kelompok tipe Jigsaw) dan multimedia (slide presentasi dan animasi)
dapat dilaksanakan oleh guru mata pelajaran dengan “baik”.
2.
Dengan
model pembelajaran strategi-strategi belajar siswa mampu menggunakan berbagai
sumber belajar (buku literatur) yang dimanfaatkan dalam bertukar informasi pada
pembelajaran diskusi.
3.
Ada
kecenderungan perubahan dan peningkatan aktivitas guru dan siswa dalam
melakukan pembelajaran ke arah yang lebih baik.
4.
Penerapan
pembelajaran topik kajian sel dan metabolisme dengan multimodel dan multimedia memberikan
dampak bagi peningkatan hasil belajar siswa.
5.
Siswa
merespon dengan baik variasi metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru pada
pembelajaran topik kajian Sel dan Metabolisme.
B. Saran
Berdasarkan
pengalaman melakukan PTK dan analisis hasil tindakan, disampaikan beberapa
saran yang diharapkan berguna bagi perbaikan desain model pada penerapan model
dan atau pengembangannya serupa di masa mendatang, sebagai berikut:
1.
Siswa
telah mampu menggunakan sumber belajar yang beragam, namun sebatas buku-buku
pelajaran yang mereka miliki dan tersedia di perpustakaan sekolah. Karena itu
ke depan, perpustakaan sekolah perlu disiapkan dengan berbagai sumber belajar
(berupa buku) terutama buku-buku teks dan CD-ROOM pembelajaran. Siswa
kelas-kelas rendah perlu dibekali terlebih dahulu dengan keterampilan strategi
belajar seperti keterampilan membaca, memberi tanda, pemetaan konsep, dan
sebagainya agar dapat memanfaatkan sumber belajar yang tersedia untuk menggali
informasi terkait dengan materi kajian pembelajaran.
2.
Dengan
desain model yang telah disusun ini, diharapkan guru mata pelajaran biologi
dapat mengembangkan dan mendesain sesuai dengan kebutuhan/kondisi siswa dan
sekolah.
3.
Pembelajaran
dengan hanya menggunakan satu model saja tidak selamanya baik untuk semua topik
kajian mata pelajaran, karena itu kreativitas guru dalam melakukan tindakan
yang berulang-ulang akan memberikan hasil berupa model-model pembelajaran yang
sesuai dengan kekhasan tiap topik kajian mata pelajaran.
4.
Pemberdayaan
MGMP adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan sekolah dan pemerintah dalam
meningkatkan kemampuan profesional guru. Melalui pertemuan rutin, guru-guru
dapat mendiskusikan berbagai persoalan yang ditemukan dalam pembelajaran,
mencari akar masalah, mengindentifikasi alternatif pemecahan masalah, dan
menetapkan prioritas pemecahan sesuai dengan kondisi dan kemampuan sekolah dan
siswa.
5.
Desain
pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian tindakan kelas ini belum sepenuhnya
sempurna. Karena itu, bagi guru yang ingin mengimplementasikannya dalam
pembelajaran Biologi, hendaknya melakukan telaah terlebih dahulu, sehingga akan
dihasilkan strategi yang mungkin berbeda dan lebih bersifat inovatif.
DAFTAR PUSTAKA
Arends. R. I. (1998). Learning to Teach. New York: McGraw Hill
Companies.
Arends. R.I. (1997). Classroom
Instructional and Management. New York: McGraw-Hill Book Co.
Arends. Richard I. (1998).
Learning to Teach. New York: McGraw-Hill Book Co.
Aronson. Elliot. 2005. Classrom
Jigsaw. http://www.jigsaw.org.
Abruscato, J. (1999). Teaching
Children Science: A Discovery Approach. New York: Allyn and Bacon.
Bryce, T.G.K., McCall, J., MacGregor, J., Robertson, I.J., dan
Weston, R.A.J. (1990). Tecniques process
skills in practical science: Teacher’s guide. Oxford: Heinemann Educational Books.
Carin, A. (1993). Teaching
Modern Science. New York: McMillan Publishing Company.
Drost, J. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kompas Online, http://www.kompas.com. 26 Januari 2004.
Eggen, P.D.
and Kauchak, D.P. (1996). Strategies for
Teachers Teaching Content and Thingking Skills. Boston: Allyn and Bacon.
Gagne. R.M. (1977). The
Condition of Learning. Third Edition. New York: Holt Rinehart and Winston.
Gronlund, Norman E. (1971). Measurement
and Evaluation in Teaching. New
York: The MacMillan Publ. Co.
Hackbarth, S.
(1996) The Educational Technology
Handbook. New Jersey: Educational Technology Publications, Inc.
Hall, Gene E. (1986). Competency
– Base Education: A Process for the improvement of education, New Jersey: Englewood
Cliffs, Inc.
Harris, Sue
and Kington, Alison (2002). The use of
ICT in the classroom. Tersedia pada http://www.nfer.ed.gov.
Diakses tanggal 3 Juni 2006.
Harris, Sue and Kington, Alison. (2002). Innovative
Classroom Practices Using ICT in England: the Second Information
Technology in Education Study (SITES). Tersedia pada http://www.nfer.ed.gov. Diakses tanggal 3 Juni
2006.
Heinich, R., et al. (1999) Instructional Media and Technologies for Learning. USA:
Prentice-Hall Inc.
Howe, A.C. and Jones, L. (1993). Engaging
Children in Science. New York: MacMillan Publishing Company.
Ibrahim. M.. Fida R.. Nur. M. dan
Ismono. (2000). Pembelajaran Kooperatif.
Surabaya: Unesa Press.
Kemp, J.E.
(1994). Designing Effective Instruction.
New York: MacMillan College Publishing Company.
Lie. A.. (1994). Jigsaw: A Cooperative Learning Method for the Reading Class. Waco.
Texas: Phi Delta Kappa Society.
Lungdren. L. (1994). Cooperative Learning in The Science
Classroom. New York: McGraw Hill
Companies.
Mayer, W. V. (Ed.). (1978). BSCS: Biology
teachers’ handbook. 3-rd ed. New York: John willey and Sons.
Natawidjaja. R. (1997). Konsep
Dasar Penelitian Tindakan (Action Research). Jakarta: Proyek Pengembangan
Pendidikan Guru Sekolah Menengah.Ditjen Dikti. Departemen Pendikikan dan
Kebudayaan.
Nur. Mohamad dan Wikandari, Prima Retno. (1998). Pendekatan-Pendekatan Konstruktivis dalam Pembelajaran. Surabaya:
IKIP Surabaya.
Rahadi, Suko. (2004). Kurikulum Berbasis Kapitalis. Kurikulum Online, http://www.puskur.or.id. 22 Desember 2004.
Raven, et. a. 2006. Biology.
Seventh Edition. http://highered mcgraw-hill com=sites= dl=free=0072437316=120060=ravenanimation.html
Reed, A.J.S., Bergemann, V.E., and Olson, M.W. (1998). A Guide to Observation and Participation In
the Classroom: An Introduction to Education. Boston: McGraw Hill Companies,
Inc.
Siberman, Mel. (2002). Active
Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Edisi Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Pendidikan Islam
(Yapendis).
Simatupang, Zulkifli. (2003). Meningkatkan Keterampilan Belajar Siswa
Melalui Implementasi Model Strategi-Strategi Belajar. Suara Pendidikan. Vol. 21. No. 3. November 2003.
Slavin, (1994). Educational
Psychology, Theory and Practice. Needham Heights: Allyn & Bacon.
Slavin, (1995). Cooperative Learning Theory. Second Edition. Massachusetts: Allyn
and Bacon Publisher.
Stith, Bradley
J. (2004). Use of Animation in Teaching Cell Biology. Cell Biol Educ. 2004 Fall; 3(3):
181–188. Tersedia pada http://www.pubmedcentral.nih.gov.
Diakses tanggal 1 Juni 2006.
Tim Pelatih Proyek PGSM (1999). Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Proyek PGSM Ditjen Dikti.
Depdikbud.
Suparno, P. (1997). Filsafat
Konstruktivis dalam Pendidikan. Jakarta: Penerbit Kanisius.
Thompson. M.. McLaughlin. C.W.. &
Smith. R.G. (1995). Merril Physical
Science Teacher. Wraparound Edition. New York: Glencoe McGraw-Hill.
Whitaker, U. (1989). Assessing
Learning: Standards, Principles, & Procedures. Philadelphia: Council
for Adult and Experiential Learning.
Woolfolk, A. (1993). Educational
Psychology. Fifth Edition. Needham Heights: Allyn and Bacon Publishers.
-----------, (2003). Layanan Profesional: Kurikulum dan Hasil Belajar
Mata Pelajaran Biologi SMA/MA. Jakarta: Puskur, Balitbang, Depdiknas.
-----------, (2003). Layanan Profesional: Penilaian Berbasis Kelas. Jakarta:
Puskur, Balitbang, Depdiknas.
loading...
No comments:
Post a Comment