loading...
PENDAHULUAN
Maju mundurnya suatu negara sangat ditentukan oleh
kemajuan di bidang pendi-dikan. Oleh karena itu setiap negara senantiasa
berusaha secara terus menerus untuk melakukan perbaikan dan peningkatan
kualitas pendidikan di negaranya. Salah satunya dengan perubahan dan
penyempurnaan kurikulum yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan
pendidikan di setiap jenjang dan jenis pendidikan. Pemberlakuan kuriku-lum baru juga merupakan salah satu upaya untuk
memperbaiki proses penyelenggaraan pendidikan di suatu negara agar tidak
tertinggal jauh dari negara lain (Olivia, 1992 : 3).
Seiring
dengan berlakunya kurikulum di negara kita, yaitu kurikulum yang operasi-onalnya
disebut KTSP, maka setiap komponen yang terlibat di dalam sistem pendidikan
umumnya dan pembelajaran khususnya ikut berbenah dalam rangka melaksanakan
semua yang dianjurkan dalam kurikulum baru tersebut. Tidak terkecuali guru
sebagai pemegang peran utama dalam proses pembelajaran. Meskipun telah terjadi
perubahan paradigma dari teacher centered
ke student centered, namun bukan
berarti guru tugasnya menjadi ringan, tetapi justru guru sebagai motivator dan
”perancang” proses pembelajaran mendapatkan beban yang lebih berat.
Pada kenyataannya, tidak semua guru memiliki kemampuan
yang diharapkan dapat menjadi modal dalam menyukseskan pelaksanaan KTSP. Hal
ini disebabkan sebagian guru di negara kita memiliki beban tugas yang relatif
banyak, bukan hanya menyangkut persiapan pembelajaran, melainkan juga
tugas-tugas lain yang memerlukan penyelesaian dalam waktu yang sama, sehingga
tidak ada waktu yang tersisa untuk memikirkan hal-hal lain yang berkenaan
dengan peningkatan profesionalnya sebagai guru. Rutinitas mengajar yang monoton
membuat guru menjadi jenuh dan kehilangan kreativitas dalam menuangkan buah
pikirannya, baik dalam bentuk karya ilmiah maupun penelitian sederhana. Oleh
karena itu perlu adanya kegiatan-kegiatan yang mampu mengkondisikan guru untuk
berkarya dan mengembangkan diri.

*) Makalah
disampaikan pada Kegiatan Workshop Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
dalam rangka Lustrum ke-3 SMA N 1 Mlati, Sleman, tanggal 7 Mei 2011 di Lab
Fisika SMA N 1 Mlati.
** ) Dosen Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA
UNY Yogyakarta
Sebagai guru senantiasa dituntut untuk mengembangkan
diri. Apalagi dengan adanya program
sertifikasi yang mengharapkan setiap guru menjadi lebih profesional. Salah satu
aktivitas yang harus dapat dilakukan guru untuk menunjukkan keprofesional-annya
adalah dengan melakukan penelitian. Banyak jenis penelitian yang dapat
dilakukan, tetapi yang paling tepat dilakukan seorang guru adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Melalui PTK ini diharapkan guru mampu memberikan sumbangsih
terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran di kelas yang bermuara
pada peningkatan prestasi belajar peserta didiknya.
Mungkin
timbul pertanyaan di benak guru, mengapa PTK merupakan penelitian yang paling
tepat untuk seorang guru ? Apakah dengan melakukan PTK proses pembe-lajaran tidak
terganggu, padahal alokasi waktu belajar demikian sempitnya ? Rumitkah
melakukan PTK itu ? Apa manfaatnya kita melakukan PTK ? Hal inilah yang
menggelitik guru-guru MA di wilayah Magelang melakukan workshop PTK, dengan
tujuan untuk menjawab semua pertanyaan tersebut.
MENGAPA HARUS PTK ?
Guru
adalah orang yang paling mengetahui tentang perkembangan dan kemajuan prestasi belajar
peserta didiknya pada mata pelajaran yang diampunya. Guru pula yang mengetahui
dengan pasti ada tidaknya masalah yang dihadapi peserta didiknya dalam memahami
dan menguasai materi yang diajarkan. Guru memperhatikan dari hari ke hari, dari
pertemuan ke pertemuan, perilaku dan karakter peserta didiknya. Dengan kata
lain, guru adalah sumber informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan
peserta didiknya.
PTK
adalah suatu jenis penelitian tindakan dimana permasalahan yang diangkat
merupakan permasalahan yang benar-benar dihadapi oleh peserta didik (masalah
kon-kret) dan dirasakan dihadapi oleh sebagian besar peserta didik, sekaligus permasalahan
yang muncul secara terus menerus di kelas ketika guru mengajar (Sukardi, 2004: 211).
Permasalahan yang demikian hanya dapat ditangkap oleh seorang guru yang setiap
hari berhadapan dengan mereka, bukan oleh orang lain yang hanya datang sekali-sekali.
Guru pula yang mengetahui secara pasti apakah masalah yang muncul di kelas itu
perlu penanganan segera dan jika tidak diatasi dapat mengganggu proses
pembelajaran.
Berdasarkan
hal tersebut, maka penelitian yang paling tepat adalah PTK, karena melalui PTK
guru dapat mengajar seperti biasa, tanpa terkurangi jam pelajarannya, tetapi
sekaligus dapat menerapkan suatu tindakan yang tujuannya untuk mengatasi
masalah dan memperbaiki kualitas pembelajaran. Hal ini karena PTK dirancang
sedemi-kian rupa menyatu dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas dan guru
tidak harus meninggalkan pekerjaannya (Sukardi, 2004: 210). Perbedaannya hanya
terletak pada adanya suatu tindakan tertentu yang dilakukan guru untuk
mengatasi masalah yang diangkat dalam PTK tersebut, tetapi penyampaian materi
ajar tetap tersampaikan sesuai sistematika dalam silabus, karena secara umum PTK
tidak pandang materi.
PTK dilakukan dalam rangka memberikan kajian yang
bersifat reflektif oleh pelaku tindakan (guru) untuk meningkatkan kemampuan
rasional dari tindakan-tindakan yang dilakukan dan untuk memperbaiki kondisi
dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan (Raka Joni, 1980: 22). Melalui
PTK guru menginginkan terjadinya perubahan, pening-katan, dan
perubahan pembelajaran yang lebih baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai secara optimal.
RUMITKAH MELAKUKAN PTK ?
Sesuatu
akan dikatakan rumit jika kita belum mencoba, apalagi belum memba-yangkan dan
memikirkannya. Bukankah Allah berfirman “Sesungguhnya akan datang kemudahan sesudah
kesulitan” (QS. Al-Insirah: 7). Jika kita ragu ketika akan melakukan sesuatu
itu tandanya kita termasuk orang yang pandai, karena Einstein mengatakan “yang
pandai selalu ragu, yang bodoh selalu yakin”.
Melakukan
PTK tidaklah sulit, jika kita dapat memahami langkah-langkahnya dengan baik dan
menjaga kekonsistenan dari objek/variabel yang akan diteliti. Pelaksa-naan PTK
memang mudah jika ditinjau dari segi teknis pelaksanaan, ruang lingkup, subjek
penelitian, dan analisis data yang nampaknya sangat sederhana dibandingkan
penelitian jenis lainnya. Namun bila
ditinjau dari segi non teknis, ada kecenderungan bahwa pelaksa-naan PTK menjadi
begitu sulit, karena banyak permasalahan dan hal-hal tak terduga yang dapat
muncul ketika PTK berjalan. Kunci utama dan yang paling penting dalam
pelaksanaan PTK adalah adanya kemauan dan kesiapan pihak sekolah dan guru itu
sendiri dalam mendukung keberhasilan PTK (Manurung, 2008:124).
Menurut Crowl, dkk. (1971), besarnya motivasi guru dalam
melakukan PTK ikut serta dalam mempengaruhi keberhasilan penelitian itu
sendiri. Semakin kuat motivasi guru untuk melakukan PTK, maka hasil yang
diperoleh akan semakin optimal, dan sebaliknya (David, dkk, 1976). Oleh karena
itu bagi guru-guru yang belum termotivasi melakukan PTK, sangat perlu dan
penting mendapat perhatian dari berbagai pihak, terutama Kepala Sekolah. Selain
itu kerjasama diantara guru dalam cooperative
action-research juga sangat diharapkan, karena hal ini memiliki beberapa
keuntungan, seperti meningkatkan pengetahuan; meringankan beban tugas; menjadi
model antar sesama; belajar menata orang lain; mengembangkan pemahaman diri dan
pemahaman terhadap orang lain; hasil kerja menjadi lebih akurat, lebih baik,
lebih terpercaya; dan yang terakhir terjalinnya kerjasama antar guru untuk
dapat saling mengisi (Berliner, David, & Calfee,1992).
TEKNIK ANALISIS DATA DALAM PTK
Sebagian
besar guru, baik guru SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA menyatakan bahwa pada teknik
analisis data inilah bagian yang tersulit dalam PTK. Hal ini tidaklah 100%
benar, karena sebenarnya pada bagian inilah hal yang sangat mengasyikkan. Orang
akan bisa karena terbiasa, orang akan tidak bisa karena belum terbiasa.
Kata-kata itu nampaknya benar, artinya guru merasa tidak bisa melakukan
analisis data dalam PTK karena memang belum terbiasa.
Berbeda
dengan penelitian lainnya, maka analisis data dalam PTK bertujuan bukan untuk digeneralisasikan, melainkan untuk
memperoleh bukti kepastian apakah terjadi perbaikan, peningkatan, dan atau
perubahan sebagaimana yg diharapkan. Hal ini karena masalah yang diangkat dalam
PTK bersifat kasuistik, artinya masalah yang spesifik terjadi dan dihadapi oleh
guru yang melakukan PTK tersebut dan alternatif pemecahan masalah yang
dilakukan belum tentu akan memberikan hasil yang sama untuk kasus serupa. Oleh
karena itu ketika suatu PTK berhasil menunjukkan terjadinya perbaikan,
peningkatan, dan atau perubahan sebagaimana yg diharapkan, maka berarti
sekaligus peneliti (guru) telah berhasil menemukan model dan prosedur tindakan
yang memberikan jaminan terhadap upaya pemecahan masalah tersebut.
Jika guru yang lain memiliki masalah pembelajaran yang
sama atau hampir sama dengan guru yang telah berhasil melakukan PTK dengan
tindakan tertentu, maka dia dapat melakukan modifikasi terhadap prosedur
tindakan tersebut untuk disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, kedalaman
dan keluasan masalah, dan potensi sekolah (sarana prasarana dan fasilitas) yang
tersedia, agar tindakan yang dilakukan tepat dan efektif dalam memecahkan
masalah. Jika guru yang lain merasa bahwa permasalahan yang dihadapi persis
sama, maka dia dapat saja langsung mengikuti prosedur tindakan yang dilakukan
oleh guru yang telah berhasil tadi tanpa memodifikasi, namun hasil yang
diperoleh belum tentu sama, karena karakteristik peserta didik, kedalaman dan
keluasan masalah, lingkungan sekolah, dan berbagai faktor lain ikut menentuka
hasil PTK. Hal terpenting yang harus menjadi pegangan adalah bahwa dalam PTK,
baik prosedur tindakan, banyaknya siklus, instrumen pengumpul data, maupun
teknik analisis data bersifat fleksibel, tidak kaku seperti jenis penelitian
yang lain.
Bagaimana teknik analisis data dalam PTK sangat
tergantung pada data yang terkumpul. Seperti halnya penelitian jenis lain, data
dalam PTK dapat dikumpulkan dengan menggunakan berbagai instrumen penelitian
(alat monitoring), seperti: catatan harian,
lapangan, berkala, lembar observasi; pedoman wawancara; lembar angket/kuesioner,
soal prestasi; lembar masukan peserta didik (refleksi tindakan); tugas portofolio;
dokumen; lembar penilaian unjuk kerja, instrumen perekam gambar/suara (video);
dan lain-lain. Semua instrumen tersebut harus dipersiapkan secara baik dan
matang sebelum kita mulai melakukan PTK.
Analisisdata difokuskan pada sasaran/variabel/objek yang akan diperbaiki/ diting-katkan,
misalnya tentang kesiapan peserta didik dalam mengikuti pelajaran, frekuensi dan kualitas
pertanyaan, cara menjawab dan penalarannya, kualitas kerjasama kelompok, aktivitas,
partisipasi, motivasi, minat, konsep diri, berpikir kritis, kreativitas, kemandirian,
dan lain-lain. Data dapat berupa angka maupun non-angka (kalimat atau
kata-kata), yang dapat dianalisis deskriptif dan sajian visual yang
menggambarkan bahwa tindakan yang dilakukan dapat menimbulkan adanya perbaikan,
peningkatan, dan atau perubahan ke arah yang lebih baik jika dibandingkan
keadaan sebelumnya.
Pada umumnya analisis
kualitatif terhadap data PTK dapat dilakukan dengan tahap-tahap: menyeleksi,
menyederhanakan, mengklasifikasi, memfokuskan, mengorga-nisasi (mengaitkan
gejala secara sistematis dan logis), membuat abstraksi atas kesim-pulan makna
hasil analisis. Model analisis kualitatif yang terkenal adalah model Miles
& Hubberman (1992: 20) yang meliputi : reduksi data (memilah data penting,
relevan, dan bermakna dari data yang tidak berguna), sajian deskriptif (narasi,
visual gambar, tabel) dengan alur sajian yang sistematis dan logis, penyimpulan
dari hasil yg disajikan (dampak PTK dan efektivitasnya). Model analisis ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
BEBERAPA CONTOH
ANALISIS DATA DALAM PTK
Bagaimana
cara melakukan analisis data dalam PTK ? Jika hanya teoretis mungkin kita tidak
mempunyai gambaran yang jelas. Oleh karena itu berikut ini diberikan beberapa
contoh analisis data yang berupa hasil angket, observasi, dan tes.
PERMASALAHAN
1.
Pak Agus melakukan PTK untuk
meningkatkan minat peserta didiknya dengan menerapkan media instruksional
melalui 3 siklus pada peserta didik kelas XA SMA.. Setiap akhir siklus ia
mengambil data minat menggunakan lembar angket, Bagaimana cara menganalisis
data minat tersebut ?
PENJELASAN
Setiap kali kita akan melakukan
PTK, maka semua instrumen yang akan diguna-kan untuk mengambil data harus sudah
dipersiapkan. Pada kasus ini lembar angket minat harus
sudah dibuat sebelum PTK dimulai. Angket dapat dibuat sendiri, mengadopsi, atau
mengadaptasi, tetapi yang jelas setiap angket dibuat berdasarkan jabaran aspek
yang akan diteliti yang diambil dari teori. Sebagai contoh, berdasarkan
beberapa teori aspek-aspek minat meliputi:
Tabel 1. Kisi-kisi Butir Angket Minat
No.
|
Aspek
Minat
|
Nomor
Butir Angket
|
Jumlah
|
1.
|
Rasa senang
|
1, 2, 3, 4
|
4
|
2.
|
Perhatian
|
5, 6, 7, 8, 9, 10
|
6
|
3.
|
Rasa tertarik
|
11, 12, 13, 14, 15,
16, 17, 18, 19, 20
|
10
|
4.
|
Rasa ingin tahu
|
21, 22, 23, 24
|
4
|
5.
|
Antusiasme /
Kemauan
|
25, 26, 27, 28, 29,
30
|
6
|
30
|
Data minat yang diambil setiap akhir siklus selanjutnya
dihitung skor totalnya untuk setiap peserta didik sesuai dengan skala yang
digunakan, misal dari sangat tidak setuju – tidak setuju - ragu-ragu – setuju -
sangat setuju. Selanjutnya skor diubah menjadi persentase (%). Untuk mengetahui
meningkat tidaknya minat, maka % minat setiap peserta didik diperbandingkan
dari siklus 1 – 2 – 3. Perbandingan minat
dapat dilakuKan karena instrumen minat yang digunakan sama. Sedangkan untuk
mengetahui peningkatan minat secara keseluruhan, maka dihitung rerata % minat
untuk setiap siklus. Jika kita ingin melihat kriteria minat tersebut sangat
baik atau sebaliknya, maka digunakan pedoman konversi data kuantitatif ke
kualitatif. Sebagai contoh (Robert Ebel L., 1972: 266):
Tabel 2. Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif
Persentase
Minat (Kuantitatif)
|
Kriteria
Minat (Kualitatif)
|
80 – 100
|
Sangat tinggi
|
60 – 79
|
Tinggi
|
40 – 59
|
Sedang
|
20 – 39
|
Rendah
|
0 - 19
|
Sangat rendah
|
PERMASALAHAN 2.
Untuk mengetahui efektif tidaknya LKS digunakan dalam
meningkatkan partisi-pasi peserta didik, seorang guru melakukan PTK yang
dirancang dalam 3 siklus. Pada setiap siklus, peneliti (sebagai observer) melakukan observasi/pengamatan
terhadap partisipasi setiap peserta didik dengan menggunakan lembar observasi
yang telah disiapkan. Lembar observasi berisi tentang jabaran konsep
partisipasi yang diturunkan dari teori yang diacu. Bagaimana cara menganalisis
data partisipasi yang diperoleh dari lembar observasi tersebut ?
PENJELASAN
Sama seperti minat, maka lembar observasi berisi
aspek-aspek partisipasi yang diacu dari teori lalu dijabarkan dalam butir-butir
pernyataan. Akan lebih baik sebagai observer
bukan hanya peneliti, tetapi mengajak beberapa rekan guru agar data observasi
lebih akurat, karena ada kontrol diantara observer
(ingat, indera kita sangat terbatas). Data partisipasi yang diperoleh
dianalisis seperti data angket.
PERMASALAHAN
3.
Seorang guru merasa bahwa prestasi belajar peserta
didiknya pada mata pelajaran yang diajarkan kurang memuaskan. Setelah ia amati
dari hari ke hari ternyata ia merasa bahwa anak didiknya kurang termotivasi
belajar hingga berakibat prestasinya rendah. Oleh karena itu ia kemudian
melakukan PTK dalam usaha meningkatkan prestasi belajar peserta didik, yaitu
dengan menerapkan “kuis berhadiah nilai” di setiap akhir pertemuan. Setiap awal
siklus ia melakukan pretes, kemudian di akhir siklus ia melakukan tes lagi
dengan lembar tes yang sama. Setelah melalui 3 siklus ia merasakan ada
peningkatan prestasi yang relatif memuaskan, sehingga ia mengakhiri PTK-nya.
Bagaimanakah cara ia mengolah dan menganalisis data prestasi tersebut hingga ia
tahu terjadi peningkatan prestasi belajar anak didiknya ?
PENJELASAN
Dalam PTK sebenarnya memang kita tidak boleh membatasi
siklus, karena siklus hanya dapat dihentikan ketika kita memperoleh data yang
sudah jenuh, artinya sudah tidak ada lagi peningkatan yang signifikan/bermakna
dari perlakuan yang kita berikan terhadap objek/variabel yang menjadi target
untuk ditingkatkan. Pada penelitian
ini, peneliti melakukan dalam 3 siklus, karena ia melihat peningkatan prestasi
peserta didik sudah memuaskan, menurut pertimbangan peneliti tersebut. Berbeda
dengan minat (melalui angket) dan partisipasi (melalui observasi) yang dapat
langsung diban-dingkan skor atau % antar siklus, maka prestasi tidak dapat
langsung diperbandingkan. Hal ini karena tes yang diujikan berisi materi yang
berbeda dari siklus ke siklus. Oleh karena itu kita harus melakukan pretes dan
postes, kemudian selisih pretes dan postes untuk setiap siklus per peserta
didik dapat dibandingkan. Ingat ! perbandingan hanya dilakukan terhadap selisih
pretes dan postes, bukan postes antar siklus! Perhatikan contoh ini:
Tabel 3. Rerata Nilai Pretes dan Postes pada Ketiga
Siklus
Topik
|
Siklus
|
Kenaikan
|
|||||
1
|
2
|
3
|
|||||
Pre
|
Pos
|
Pre
|
Pos
|
Pre
|
Pos
|
||
Karbohidrat
|
4,11
|
5,97
|
1,86
|
||||
Protein
|
6,32
|
7,67
|
1,35
|
||||
Enzim
|
6,14
|
8,09
|
1,95
|
Berdasarkan contoh tersebut, maka yang dapat dibandingkan
adalah kenaikan nilai untuk setiap siklus (kolom paling kanan), bukan rerata
postes pada akhir siklus.
BAGAIMANA MEMBERIKAN PEMBAHASAN TERHADAP HASIL PTK ?
Seperti
halnya penelitian jenis lain, maka pembahasan terhadap hasil PTK sebaiknya juga tidak terlalu banyak membahas
data-data yang tidak penting dan kurang berhubungan dengan fokus penelitian
kita. Pembahasan lebih ditekankan terhadap data yang sesuai dengan prediksi
awal kita, yaitu data yang menjadi bukti empirik adanya perbaikan, peningkatan,
dan atau perubahan seperti yang diharapkan.
Data lain yang memerlukan
pembahasan adalah jika ada data yang menyimpang atau menunjukkan kejanggalan
yang mencolok. Sebagai contoh, data pada Tabel 3 dimana pada siklus kedua
justru mengalami penurunan, padahal sebenarnya perubahan yang diharapkan adalah
adanya kenaikan. Pembahasan data-data yang mencolok harus disertai alasan/argumen
yang kuat, akan lebih baik lagi jika ada sumber acuan yang mendukung adanya
penyimpangan data tersebut.
Pembahasan
akan terasa lebih berat ketika peneliti sudah melakukan banyak siklus denan
rentang waktu yang relatif lama (misal satu semester) tetapi dari data yang
terkumpul tiap siklus belum menunjukkan adanya perbaikan, peningkatan, dan atau
peru-bahan seperti yang diharapkan. Jika terjadi demikian, maka guru harus
segera menghenti-kan PTK tersebut, karena hal ini berarti ada sesuatu yang
salah dari salah satu atau lebih komponen PTK yang dirumuskan. Kita mencoba mencermati
satu persatu bagian proposal PTK yang telah dibuat, mulai dari latar belakang
masalah, perumusan masalah, sampai pada alternatif tindakan yang dipilih. Berdasarkan
hal tersebut, maka akan ditemukan letak kesalahan atau kekurangtepatan PTK yang
dilakukan. Data-data dari PTK yang telah gagal memberikan hasil yang sesuai
dengan yang diharapkan sebaiknya tidak dibuang, karena sebenarnya itu dapat
dibuat laporannya jika kita dapat membahasnya.
Kita tidak perlu menyesali atau kecewa jika PTK yang
dilakukan gagal, karena kemungkinan gagal memang dapat terjadi mengingat yang
kita hadapi peserta didik de-ngan karakter dan sifat individual yang spesifik. Sebagai
contoh, jika kegagalan itu dise-babkan kesalahan dalam memilih alternatif
tindakan. Hal ini wajar saja, mengingat ketika PTK berlangsung situasi lapangan
dapat berubah secara tiba-tiba, sehingga kita kesulitan untuk tetap pada jalur
PTK yang telah direncanakan (Suwarsih Madya, 1994: 47).
Berkaitan dengan kegagalan yang demikian, maka seorang
peneliti PTK harus peka terhadap situasi dan sesegera mungkin melakukan perubahan
alternatif tindakan manakala alternatif tindakan yang dipilih sudah terlihat
tidak memberikan hasil yang diharapkan. Hal ini sah-sah saja dilakukan dalam
PTK mengingat PTK memiliki sifat fleksibilitas. Secara umum tidak ada satupun
peneliti yang menginginkan kegagalan dalam penelitiannya. Oleh karena itu
sebelum mulai penelitian, sudah seharusnya seorang peneliti mempertimbangkan
dan mencermati ulang semua hal yang berkaitan dengan penelitian tersebut,
termasuk mencermati kerelevanan antara masalah – teori – alternatif tindakan
yang ditetapkan. Mintalah pertimbangan, koreksi, dan atau sharing dengan pihak yang kita anggap kompeten mengenai seluk beluk
PTK, agar kita memperoleh masukan dan saran sebelum PTK dimulai. Lebih penting
lagi, guru harus tetap bersemangat dan menganggap kegagalan sebagai awal dari
keberhasilan dan cambuk untuk tetap maju.
PENUTUP
Kematangan profesional yang “sempurna” hanya mungkin
dicapai dengan pendidikan formal dan tempaan pengalaman kerja (Raka Joni, 1980:
22). Seorang guru tidak akan mewujudkan profesional yang sempurna kalau hanya
mengandalkan kesar-janaannya, tetapi perlu pengasahan otak dengan berbagai
aktivitas yang dapat mem-bantu dalam mengembangkan diri. Seorang guru penting
untuk menciptakan paradigma baru untuk menghasilkan praktik terbaik dalam
proses pembelajaran (Carolin Rekar Munro, 2005). PTK merupakan salah satu
sarana unjuk keprofesionalan guru dan bentuk kepedulian guru terhadap peningkatan
dan perbaikan kualitas pembelajarannya.
Jangan pernah berpikir untuk mengurai dan memecahkan masalah
pendidikan nasional kita, karena memang sulit dicari ujung pangkalnya. Lebih
bijaksana kita memikirkan apa yang dapat dilakukan untuk membantu anak didik
kita memperoleh prestasi belajar yang lebih baik dengan menggunakan segenap
kompetensi yang kita miliki disertai KTP (Kemauan – Tekad - Pengorbanan) dan
SIM (Semangat – Ikhtiar – Mencoba). Hidup ini penuh pilihan, dan menjadi guru adalah
pilihan tepat, karena memberikan ilmu yang bermanfaat termasuk amalan yang
tidak ada putusnya (shodaqoh jariah), dan Insya Allah jaminannya syurga.
Inginkah kita tinggal di sana ?
DAFTAR PUSTAKA
Berliner, David, C., & Calfee, R. C. (1992). Hand Book of Educational Psychology. New York: Macmillan
Library Reference.
Carolin
Rekar Munro. (2005). “Best Practices” in
teaching and learning : Challenging current paradigms and redefining their role
in education. The College Quarterly. 8 (3), 1 – 7.
Crowl,
dkk. (1971). Educational psychology windows
on teaching. Toronto:
Times Mirror Higher Education Group, Inc.
David,
C.M. (1976). Achievement motive. New York: Irvington
Publisher.
Manurung.
(2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Grasindo
Miles,
M.B. & Huberman, A.M. (1992). Analisis
data kualitatif : Buku sumber tentang metode-metode baru (Terjemahan
Tjetjep Rohendi Rohidi). Beverly Hills
CA : Sage Publications, Inc.
(Buku asli diterbitkan tahun 1984).
Olivia,
Peter, F. (1992). Developing the
curriculum. New York
: Harper Collins Publishers.
Raka Joni. (1980). Pengembangan Kurikulum FIP,
IKIP, FKG, Suatu Pendekatan Kasus Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi. Jakarta : P3G Depdikbud.
Robert
Ebel L. (1972). Essentials of Educational Measurement. New
Jersey : Prentice Hall Inc. Englewood
Clift.
Sukardi.
(2004). Metodologi penelitian pendidikan.
Jakarta: Bumi
Aksara.
penelitian tindakan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
loading...
No comments:
Post a Comment