loading...
1. Jual Beli
Islam adalah agama
yang sempurna, datang dengan mengatur hubungan antara Sang Khaliq (Allah SWT) dan makhluk, dalam
ibadah untuk membersihkan jiwa dan mensucikan hati. Dan
(Islam) datang dengan mengatur hubungan di antara sesama makhluk, sebagian
mereka bersama sebagian yang lain, seperti jual beli, nikah, warisan, had dan yang lainnya agar manusia hidup
bersaudara di dalam rasa damai, adil dan kasih sayang.
. Aqad (transaksi) terbagi tiga:
1.
Aqad pertukaran secara murni, seperti jual beli, sewa-menyewa, dan syarikat
(perseroan) dan semisalnya.
2. Aqad pemberian secara murni, seperti hibah (pemberian),
sedekah, pinjaman, jaminan, dan semisalnya.
3. Aqad pemberian dan pertukaran secara bersama-sama, seperti
qardh (hutang), maka ia termasuk pemberian karena ia dalam makna sedekah, dan
pertukaran di mana ia dikembalikan dengan
semisalnya.
Bai' (jual-beli): yaitu pertukaran harta dengan harta untuk dimiliki.
. Seorang muslim bekerja dalam bidang
apapun jenis usahanya adalah untuk menegakkan perintah Allah SWT dalam
pekerjaan itu, dan untuk mendapatkan ridha Rabb SWT dengan menjunjung
perintah-perintah-Nya dan menghidupkan sunnah Rasul SAW dalam amal ibadah
tersebut, dan melaksanakan sebab-sebab yang diperintahkan dengannya. Kemudian
Allah SWT memberikan rizqi yang baik kepadanya dan memberi taufik kepadanya
untuk menggunakannya dalam penyaluran yang baik.
Hikmah disyareatkannya jual beli:
. Manakala uang, komoditi, dan harta benda tersebar
di antara manusia seluruhnya, dan kebutuhan manusia bergantung dengan apa yang
ada di tangan temannya, dan ia tidak memberikannya tanpa ada
imbalan/pertukaran.
Dan
dibolehkannya jual beli, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari untuk
mencapai tujuan hidupnya. Dan jika tidak
demikian, niscaya manusia akan saling merampas, mencuri, melakukan tipu daya,
dan saling membunuh.
Karena
alasan inilah, Allah SWT menghalalkan jual beli untuk merealisasikan
kemashlahatan dan memadamkan kejahatan tersebut. Jual beli itu hukumnya boleh
dengan ijma' (konsensus) semua ulama. Firman Allah SWT:
﴿ ......... وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ
........ ﴾ [البقرة: ٢٧٥]
"Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…" (QS.
Al-Baqarah: 275).
. Syarat sah jual-beli:
1.
Sama-sama ridha baik
penjual maupun pembeli, kecuali orang yang dipaksa dengan kebenaran.
2.
Bahwa boleh melakukan
transaksi, yaitu dengan syarat keduanya orang yang merdeka, mukallaf, lagi
cerdas.
3.
Yang dijual adalah yang boleh diambil
manfaatnya secara mutlak (absolut). Maka tidak boleh menjual yang tidak ada
manfaatnya, seperti nyamuk dan jangkerik. Dan tidak boleh pula yang manfaatnya
diharamkan seperti arak dan babi. Dan tidak boleh pula sesuatu yang mengandung manfaat
yang tidak dibolehkan kecuali saat terpaksa, seperti anjing dan bangkai kecuali
belalang dan ikan.
4.
Bahwa yang dijual adalah milik sang
penjual, atau diijinkan baginya menjualnya saat transaksi.
5.
Bahwa yang dijual sudah diketahui bagi
kedua belah pihak yang melakukan transaksi dengan melihat atau dengan sifat.
6.
Bahwa harganya sudah diketahui.
7.
Bahwa yang dijual itu sesuatu yang bisa
diserahkan, maka tidak boleh menjual ikan yang ada di laut, atau burung yang
ada di udara, dan semisal keduanya, karena adanya unsur penipuan. Dan
syarat-syarat ini untuk menampik kedzaliman, penipuan, dan riba dari kedua
belah pihak.
. Terjadi transaksi jual beli dengan salah
satu dari dua sifat:
1. Ucapan: seperti penjual berkata, 'Aku menjual
kepadamu.' Atau 'Aku memilikkannya kepadamu,' atau semisal keduanya. Dan
pembeli berkata, 'Aku membeli' atau 'aku menerima' dan semisal keduanya yang
sudah dikenal masyarakat secara umum.
2. Perbuatan: yaitu pemberian, seperti ia (seseorang)
berkata, 'Berikanlah kepadaku daging seharga sepuluh ribu rupiah', lalu ia
memberikannya tanpa ucapan dan semisal yang demikian itu yang sudah berlaku
umum, apabila terjadi saling senang (dengan transaksi itu).
. Keutamaan wara' dalam mumalah:
Wajib
kepada setiap muslim dalam jual belinya, makan dan minumnya, dan semua
muamalahnya agar berada di atas sunnah
(sesuai aturan agama), lalu ia mengambil yang halal, jelas halalnya dan
melakukan transaksi dengannya. Dan menjauhi yang
diharamkan secara jelas dan tidak melakukan muamalah dengannya. Adapun yang syubhat, maka seharusnya meninggalkannya karena
menjaga agama dan kehormatannya, agar dia tidak terjerumus dalam yang haram.
Dari An-Nu'man bin
Basyir r.a, ia berkata: 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
اِنَّ
الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَاِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَ َبيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ
كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ. وَمنْ
وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ
الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ. أَلاَ وَاِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى
أَلاَ وَاِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمَهُ أَلاَ وَاِنّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً اِذَا
صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّه
ُأَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ.
"Sesungguhnya
yang halal itu jelas dan sesungguhnya yang haram itu jelas, dan di antara
keduanya ada perkara-perkara syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan
manusia. Maka barang siapa yang meninggalkan yang syubhat berarti ia telah
membebaskan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjerumus dalam
yang syubhat berarti ia terjerumus pada yang haram, seperti penggembala yang
menggembala di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir ia merumput padanya.
Ketahuilah, sesungguhnya bagi setiap raja ada daerah terlarang dan sesungguhnya
daerah terlarang Allah SWT adalah segala yang diharamkan-Nya. Ketahuilah,
sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah, apabila ia baik niscaya baiklah
semua tubuh dan apabila rusak niscaya rusaklah semua tubuh, ketahuilah, ia
adalah hati." (Muttafaqun 'alaih).[1]
. Harta-harta yang syubhat seharusnya dipergunakan di tempat yang paling jauh
dari manfaat. Maka yang paling dekat adalah yang masuk ke
dalam perut, kemudian yang mengikuti penampilan lahiriyah, berupa pakaian.
Kemudian yang mendatang dari tunggangan seperti kuda dan mobil dan semisalnya.
. Keutamaan usaha yang halal:
1. Firman Allah SWT:
﴿ فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ
فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا لَّعَلَّكُمۡ
تُفۡلِحُونَ ١٠ ﴾ [الجمعة: ١٠]
"Apabila
telah menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu
beruntung." (QS.
Al-Jumu'ah: 10).
2.
Dari Al-Miqdam r.a, dari Nabi SAW, Beliau bersabda:
مَا أَكَلَ
أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ. وَاِنَّ نَبِيَّ اللهِ
دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ
يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ.
'Tidaklah seseorang menyantap makanan selama-lamanya yang lebih
baik dari pada ia memakan dari hasil pekerjaan tangannya. Dan sesungguhnya Nabi Daud a.s makan dari hasil pekerjaan tangannya.' (HR. Bukhari).[2]
. Para sahabat Nabi
SAW melakukan jual beli dan perdagangan, akan tetapi apabila datang suatu
kebenaran dari hak-hak Allah SWT, perdagangan dan jual beli tidak melalaikan
mereka dari zikir kepada Allah SWT, sehingga mereka menunaikannya kepada Allah
SWT.
. Usaha itu berbeda dengan berbedanya
manusia, dan yang paling utama bagi seseorang adalah yang sesuai kondisinya,
berupa pertanian, perindustrian, atau perdagangan, dengan syarat-syaratnya yang
syar'i.
. Manusia harus berusaha mencari rizqi yang
halal untuk memberi makan dan nafkah kepada keluarganya dan fi sabilillah SWT, dan untuk menahan
diri untuk tidak meminta-minta kepada orang lain. Dan sebaik-baik usaha adalah
pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik.
Dari
Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ َلأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَحْتَطِبَ عَلَى
ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْتِيَ رَجُلاً فَيَسْأَلُهُ أَعْطَاهُ أَوْ
مَنَعَهُ.
"Demi
Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh salah seorang darimu mengambil
talinya, lalu mencari kayu bakar (dan membawanya) di atas punggungnya, lebih
baik baginya dari pada mendatangi seseorang, lalu meminta kepadanya, baik ia
memberinya atau tidak." (Muttafaqun
'alaih).[3]
. Keutamaan toleransi (bermurah hati) dalam
jual beli:
Seharusnya
manusia bersifat toleransi lagi mudah, sehingga ia mendapat rahmat Allah SWT. Dari Jabir bin Abdullah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW
bersabda:
رَحِمَ
اللهُ رَجُلاً سَمْحًا اِذَا بَاعَ
وَاِذَا اشْتَرَى وَاِذَا اقْتَضَى.
"Semoga Allah SWT memberi rahmat kepada seseorang yang toleransi (bermurah
hati), apabila menjual, membeli, dan apabila membayar." (HR.
Bukhari).[4]
. Bahaya banyak bersumpah dalam jual beli:
Bersumpah
dalam jual beli ada kalanya menjadikan laris komoditi (barang dagangan), akan
tetapi menghapuskan keberkahan. Dan Nabi SAW telah melarang darinya dengan
sabdanya:
اِيَّاكُمْ
وَكَثْرَةَ الْحِلْفِ فِى الْبَيْعِ فَاِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ.
"Jauhilah banyak bersumpah
dalam jual beli, sesungguhnya ia menjadikan laris, kemudian menghapus
(keberkahan)." (HR. Muslim).[5]
. Kejujuran dalam jual beli
merupakan penyebab keberkahan, dan bohong penyebab hilangnya berkah.
Kunci-kunci
Rizqi
Kunci-kunci
rizqi dan sebab-sebab datangnya yang paling penting, yang dimohon turunnya
rizqi dari Allah SWT adalah:
. Istigfar dan taubat kepada
Allah SWT dari segala dosa:
Firman Allah SWT tentang Nabi Nuh SAW:
﴿ فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ
كَانَ غَفَّارٗا ١٠ يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا ١١ وَيُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَٰلٖ
وَبَنِينَ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّٰتٖ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَٰرٗا ١٢ ﴾ [نوح: ١٠، ١٢]
“…Maka
aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun" * niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu
dengan lebat, * dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu
kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS.
Nuh: 10-12).
Firman Allah SWT tentang Hud SAW:
﴿ وَيَٰقَوۡمِ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ ثُمَّ
تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِ يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا وَيَزِدۡكُمۡ قُوَّةً
إِلَىٰ قُوَّتِكُمۡ وَلَا تَتَوَلَّوۡاْ مُجۡرِمِينَ ٥٢ ﴾ [هود: ٥٢]
"Dan
(dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu tobatlah
kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan
menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan
berbuat dosa." (QS.
11: 52).
. Berpagi-pagi dalam mencari
rizqi:
Semestinya berpagi-pagi dalam mencari rizqi, berdasarkan
sabda Nabi SAW:
اَللّهُمَّ
بَارِكْ ِلأُمَّتِي فِى بُكُوْرِهَا
"Ya Allah, berilah berkah untuk
umatku di pagi harinya." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi).[6]
. Doa:
1. Allah SWT berfirman:
﴿ وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي
قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ
بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ ١٨٦ ﴾ [البقرة: ١٨٦]
"Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran". (Q.S Al-Baqarah 186)
﴿ قَالَ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَ ٱللَّهُمَّ رَبَّنَآ
أَنزِلۡ عَلَيۡنَا مَآئِدَةٗ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ تَكُونُ لَنَا عِيدٗا لِّأَوَّلِنَا
وَءَاخِرِنَا وَءَايَةٗ مِّنكَۖ وَٱرۡزُقۡنَا وَأَنتَ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ ١١٤ ﴾ [المائدة: ١١٤]
"'Isa putera Maryam berdo'a: "Ya Tuhan kami,
turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya)
akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan
yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau, beri
rizkilah kami, dan Engkau-lah Pemberi rizki Yang Paling Utama." (Q.S
Al-Maaidah 114).
. Bertaqwa kepada Allah SWT:
1. Firman Allah SWT:
﴿ ...... وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا
٢ وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ .......... ﴾ [الطلاق : ٢، ٣]
“Barangsiapa
yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. *
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.. (QS.
Ath-Thalaaq: 2-3).
2. Firman Allah SWT:
﴿ وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ
وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن
كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ ٩٦ ﴾ [الاعراف: ٩٥]
“Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (QS. Al-A'raaf: 96).
. Menjauhi semua maksiat:
Firman Allah SWT:
﴿ ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ
بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ
يَرۡجِعُونَ ٤١ ﴾ [الروم: ٤١]
“Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS.
Ar-Ruum: 41).
. Tawakkal kepada Allah SWT:
Pengertiannya:
bergantungnya hati hanya kepada Allah SWT semata-mata.
1. Firman Allah SWT:
﴿ .. وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ
إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا ٣ ﴾ [الطلاق : ٣]
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah,
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan
urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan
bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 3).
2.
Dari
'Umar bin Khaththab r.a, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ
تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقٌ
الطَّيْرَ تَغْدُوْ خِمَاصًا وَتَعُوْدُ بِطَانًا.
"Jika kalian bertawakkal kepada Allah SWT dengan
sebenarnya, niscaya Dia SWT akan memberi rizki kepada kalian sebagaimana Dia
memberi rizki kepada burung, ia berangkat di pagi hari dalam keadaan lapar dan
kembali dalam kondisi kenyang.”
(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).[7]
. Tafarrugh untuk beribadah
kepada Allah SWT:
Pengertiannya adalah: hadirnya hati, khusyu'nya, dan
tunduknya kepada Allah SWT saat beribadah.
Dari
Ma'qil bin Yasar r.a, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
يَقُوْلُ
رَبُّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَاابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي امْلاَءْ
قَلْبَكَ غِنًى وَامْلاَءْ يَدَيْكَ رِزْقًا. يَا ابْنَ آدَمَ, لاَ تَبَاعَدْ
مِنِّي فَأمْلاَءْ قَلْبَكَ فَقْرًا وَامْلاَءْ يَدَيْكَ شُغْلاً. أخرجه الحاكم
"Rabbmu
Yang Maha Tinggi berfirman: Wahai keturunan Adam SAW, kosongkanlah dirimu untuk
beribadah kepada-Ku, niscaya Aku mengisi hatimu dengan kekayaan dan Aku mengisi
kedua tanganmu dengan rizqi. Wahai keturunan Adam SAW, janganlah engkau
menjauhkan diri dariku, maka aku mengisi hatimu dengan kefakiran dan Aku
mengisi kedua tanganmu dengan kesibukan."
(HR. al-Hakim).[8]
. Meneruskan di antara haji dan umrah:
Dari Abdullah bin Mas'ud r.a, ia berkata:
تَابِعُوْا
بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَاِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوْبَ
كَمَا يَنْفِي الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ وَالذَّهَبِ وَاْلفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُوْرِ ثَوَابٌ
اِلاَّ الْجَنَّةِ.
“Rasulullah SAW bersabda: 'Ikutkanlah
(teruskanlah) di antara haji dan umrah, sesungguhnya keduanya menghilangkan
kefakiran dan dosa, sebagaimana ubupan (alat peniup) tukang besi menghilangkan
kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala bagi haji mabrur selain surga.” (HR.at-Tirmidzi dan An-Nasa`i).[9]
. Berinfak fi sabilillah:
1. Firman Allah SWT:
﴿ ..... وَمَآ أَنفَقۡتُم مِّن شَيۡءٖ فَهُوَ يُخۡلِفُهُۥۖ
وَهُوَ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ ٣٩ ﴾ [سبا: ٣٩]
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah
akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Sabaa`:39).
2.
Dari Abu Hurairah r.a, Nabi SAW menyampaikan
dengannya, Beliau bersabda:
قاَلَ اللهُ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ.
“Allah SWT berfirman: 'Wahai keturunan Adam, berinfaklah
niscaya Aku memberi nafkah kepadamu.” (HR. Muslim).[10]
. Berinfak kepada orang yang
mengkhususkan diri untuk menuntut ilmu syari'at:
Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata:
كَانَ أَخَوَانِ
فِى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَكَانَ أَحَدُهُمَا يَأْتِي
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَاْلآخَرُ يَحْتَرِفُ فَشَكَا الْمُحْتَرِفُ
أَخَاهُ اِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: لَعَلَّكَ تُرْزَقُ بِهِ.
"Ada
dua orang bersaudara di masa Rasulullah SAW, salah seorang dari keduanya datang
kepada Nabi SAW (menuntut ilmu) dan yang lain bekerja. Maka yang bekerja mengadukan saudaranya kepada Nabi SAW, lalu
Beliau SAW bersabda: 'Semoga engkau diberi rizqi dengan dia.”
(HR. At-Tirmidzi).[11]
.
Silaturrahim:
Yaitu menyampaikan sesuatu yang
mungkin berupa kebaikan kepada karib kerabat dan menolak bahaya dari mereka,
serta berbuat baik kepada mereka. Dari
Anas bin Malik r.a, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ سَرَّهُ
أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ
رَحِمَهُ. متفق عليه.
"Barangsiapa yang senang
dibukakan rizkinya atau dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung
silaturrahmi." (Muttafaqun 'alaih).[12]
. Memuliakan orang-orang
lemah dan berbuat baik kepada mereka:
1. Dari Mush'ab bin Sa'ad, ia berkata, 'Sa'ad r.a
menganggap bahwa ia mempunyai kelebihan dari orang lain, maka Nabi SAW
bersabda:
هَلْ
تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ اِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ.
“Tidaklah kamu diberi pertolongan
dan diberi rizki kecuali karena orang-orang lemah darimu.” (HR. Bukhari).[13]
2.
Dan pada
lafazh (yang lain):
اِنَّمَا
يَنْصُرُ اللهُ هذِهِ اْلأُمَّةَ بِضَعِيْفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلاَتِهِمْ
وَاِخْلاَصِهِمْ.
"Sesungguhnya Allah SWT menolong umat ini dengan orang yang
lemah darinya, dengan doa, shalat, dan ikhlas mereka." (HR. An-Nasa`i).[14]
. Hijrah fi sabilillah:
Firman Allah SWT:
﴿ ۞وَمَن يُهَاجِرۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدۡ
فِي ٱلۡأَرۡضِ مُرَٰغَمٗا كَثِيرٗا وَسَعَةٗۚ وَمَن يَخۡرُجۡ مِنۢ بَيۡتِهِۦ مُهَاجِرًا
إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدۡرِكۡهُ ٱلۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ أَجۡرُهُۥ عَلَى
ٱللَّهِۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ١٠٠ ﴾ [النساء : ١٠٠]
"Barangsiapa
berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah
yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud
berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum
sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya disisi Allah.
Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nisaa`: 100).
. Yang diharamkan dalam
syara' ada dua macam:
1. Yang diharamkan berupa benda, seperti bangkai, darah, daging babi, segala yang
keji, segala yang najis, dan semisalnya.
2.
Yang diharamkan berupa perbuatan
atau tindakan, seperti riba, judi, menahan
barang, menipu, jual beli yang menipu, dan semisal yang demikian itu yang mengandung kezaliman dan memakan harta
manusia dengan cara yang batil.
Maka
yang pertama dibenci oleh jiwa/diri, dan yang kedua disenangi oleh jiwa, maka
dibutuhkan penghalang, pencegah dan hukuman yang akan menghalangi sesorang
terjerumus ke dalamnya.
. Gambaran-gambaran jual beli
yang diharamkan:
Islam membolehkan segala sesuatu yang membawa kebaikan,
berkah, dan manfaat yang dibolehkan, dan mengharamkan sebagian jual beli dan
golongan, karena pada sebagiannya terdapat jahalah (ketidak-tahuan) dan
penipuan, atau merusak pasar, atau menyesakkan dada, atau kepalsuan dan
kebohongan, atau bahaya terhadap badan, akal dan semisalnya yang menyebabkan
sifat dendam, pertikaian, pertengkaran, dan bahaya.
Maka diharamkan jual beli tersebut dan hukumnya tidak sah,
di antaranya adalah:
1.
Jual beli mulamasah (sentuhan):
seperti penjual berkata kepada pembeli, umpamanya: pakaian apapun yang kamu sentuh,
maka ia untukmu dengan harga sepuluh. Ini adalah jual beli yang rusak karena
adanya ketidak tahuan dan penipuan.
2.
Jual beli munabadzah (lemparan):
seperti pembeli berkata kepada penjual: pakaian manapun yang engkau lempar
kepadaku, maka ia untukku dengan harga sekian. Ini adalah jual beli yang rusak
(tidak sah), karena adanya ketidaktahuan dan penipuan.
3.
Jual beli hashah
(lemparan batu): seperti penjual berkata, 'Lemparkanlah batu ini, maka benda
apapun yang kejatuhan batu itu, maka ia untukmu dengan harga sekian. Ini
termasuk jual beli yang rusak karena adanya ketidak tahuan dan penipuan.
4.
Jual beli najsy: yaitu menaikan harga komoditi (yang dilakukan)
oleh orang yang tidak ingin membelinya. Ini adalah jual beli yang diharamkan,
karena mengandung godaan kepada para pembeli yang lain dan penipuan kepada
mereka.
5.
Penjualan oleh orang kota
kepada orang desa: yaitu simsar (perantara,
broker), yang menjual komoditi lebih mahal daripada harga saat itu. Jual beli
ini tidak sah, karena mengandung mudharat dan penekanan terhadap manusia, akan
tetapi bila penduduk desa yang datang kepadanya dan meminta darinya agar
menjual atau membeli untuknya maka tidak apa-apa.
6.
Menjual komoditi sebelum
menerimanya hukumnya tidak boleh, karena
membawa kepada permusuhan dan perbatalan secara khusus apabila ia (penjual)
melihat bahwa yang membeli akan mendapat keuntungan padanya.
7.
Jual beli 'inah: yaitu menjual suatu komoditi secara bertempo,
kemudian ia (penjual) membelinya lagi darinya (pembeli) dengan harga yang lebih
murah secara kontan. Maka tergabunglah di dalamnya dua jual beli dalam satu
transaksi. Jual beli ini haram dan batil, karena ia adalah sarana menuju riba.
Jika ia membelinya setelah menerima harganya, atau setelah berubah sifatnya,
atau dari selain pembelinya, hukumnya boleh.
8.
Penjualan seseorang atas
penjualan saudaranya: seperti seseorang membeli
suatu komoditi dengan harga sepuluh, dan sebelum selesai pembelian, datanglah
orang lain seraya berkata, 'Aku menjual kepadamu barang yang sama dengan harga
sembilan atau lebih murah dari harga yang engkau beli darinya,' dan sama juga
pembelian, seperti seseorang berkata kepada orang yang menjual suatu komoditi
dengan harga sepuluh (10), 'Aku membelinya darimu dengan harga lima belas
(15),' agar orang pertama pergi dan menyerahkannya untuknya. Jual beli ini
haram, karena mengandung mudharat kepada kaum muslimin dan mengobarkan
kemarahan kepada yang lain.
9.
Jual beli setelah panggilan
(azan)yang kedua pada shalat Jum'at,
hukumnya haram dan tidak sah, demikian pula semua transaksi.
10.
Setiap yang haram, seperti arak, babi, patung, atau sarana kepada
yang haram, seperti alat-alat musik, maka menjual dan membelinya hukumnya
haram.
. Dan termasuk jual beli
yang diharamkan: jual beli hablul-habalah,
jual beli malaqiih, yaitu sesuatu
yang ada di perut induknya (ibunya), jual beli madhamiin, yaitu sesuatu yang ada di sulbi yang jantan, dhirab unta
dan 'asab pejantan.
Dan diharamkan jual beli anjing, kucing, uang hasil
pelacuran, hadiah untuk dukun, jual beli yang tidak diketahui, jual beli yang
mengandung penipuan, jual beli yang tidak mampu menyerahkannya seperti burung
yang terbang di udara, jual beli buah sebelum nyata baiknya, dan semisal yang
demikian itu.
. Apabila membeli secara
bersama-sama (komunal) di antara dia dan orang lain, niscaya sah pada
bagiannya, dan bagi pembeli boleh memilih jika ia tidak mengetahui keadaan.
. Kaum muslimin (memiliki
secara) bersama-sama dalam tiga macam: air, rumput, dan api. Maka air hujan
dan air mata air tidak dimiliki dan tidak sah menjualnya selama ia belum
mengumpulkannya di geribanya (kantong air dari kulit) atau kolamnya atau
semisal keduanya. Dan rumput, sama saja masih basah atau sudah kering, selama
masih berada di buminya, tidak boleh menjualnya. Dan api, sama saja bahan
bakarnya seperti kayu bakar atau bara apinya tidak boleh menjualnya. Semuanya
ini termasuk perkara-perkara yang diberikan oleh Allah SWT secara bersama-sama
(komunal) di antara makhluk-Nya. Maka wajib memberikannya kepada yang
membutuhkannya dan haram menghalangi seseorang darinya.
. Apabila seseorang menjual
rumah, penjualan itu mencakup tanahnya, atasnya dan bawahnya, serta segala yang
ada padanya. Dan jika yang dijual adalah tanah, penjualan itu meliputi segala
yang ada di atasnya selama tidak dikecualikan darinya.
. Apabila seseorang menjual
rumah seluas seratus meter (100 M.), ternyata kurang atau lebih (dari 100 M.),
jual beli itu sah dan kelebihan untuk (milik) penjual dan kekurangan atas
tanggungannya, dan boleh khiyar (hak memilih) bagi yang tidak mengetahuinya dan
luput tujuannya.
. Apabila bergabung di antara
pembelian dan penyewaan, maka ia berkata, 'Aku menjual rumah ini dengan harga
seratus ribu (100.000) dan aku menyewakan rumah ini dengan harga sepuluh ribu
(10.000), lalu yang lain berkata, 'Aku terima.' Niscaya sah penjualan dan
penyewaan. Dan seperti ini pula jikalau ia berkata, 'Aku menjual rumah ini dan
menyewakannya kepadamu dengan harta seratus ribu (100.000),' niscaya hukumnya
sah. Dan dibagi penggantian atas keduanya saat dibutuhkan.
. Hukum mengambil hadiah dari
pusat-pusat perdagangan:
Hadiah-hadiah yang diberikan dari pusat-pusat perdagangan
bagi orang yang membeli komoditi mereka yang ditawarkan hukumnya haram. Ia
termasuk judi, karena di dalamnya mengandung bujukan (rayuan) kepada manusia
untuk membeli dari mereka, bukan dari selain mereka, membeli sesuatu yang tidak
dibutuhkan, atau yang diharamkan karena mengharapkan hadiah, dan merugikan para
pedagang yang lain. Dan hadiah yang diambilnya dari mereka adalah haram, karena
keadaannya berasal dari judi yang diharamkan secara syara'. Firman Allah SWT:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا
ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ
فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٩٠ ﴾ [المائدة: ٩٠]
"Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, ( berkorban
untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan" (QS.
Al-Maidah: 90).
. Hukum menjual
majalah-majalah dan koran-koran porno:
Majalah-majalah
dan korang-koran yang berisi pemikiran sesat seperti untuk memerangi Agama
Islam dan pemeluknya, majalah-majalah dan korang-koran porno yang mengajak
kepada tindakan amoral, cabul dan kefasikan, video dan kaset-kaset yang berisi
nyanyian dan suara-suara musik, yang nampak di dalamnya gambar-gambar wanita
yang membuka aurat sambil menyanyi dan berlenggang-lenggok, segala yang berisi
ucapan yang rendah, candaan yang keji, dan mengajak kepada kehinaan, maka semua
itu haram menjual dan membelinya, mendengarnya, menontonnya,
memperdagangkannya, dan harta yang bersumber darinya baik menjual, atau
membeli, atau menyewakan, semuanya adalah harta yang haram, yang tidak halal
bagi pemiliknya.
. Hukum asuransi
konvensional:
Asuransi konvensional adalah traksaksi yang di dalamnya
mengharuskan muammin (pemberi
jaminan, perusahan asuransi) membayar kepada peserta asuransi sebagai pengganti
materi yang disepakati atasnya saat terjadi musibah atau kerugian sebagai
imbalan pembayaran yang diberikan peserta asuransi. Ia termasuk yang diharamkan
karena mengandung penipuan dan ketidak jelasan. Ia termasuk judi dan memakan
harta manusia dengan cara batil, sama saja atas jiwa atau harta benda, atau
alat-alat, atau yang lainnya.
. Tidak boleh menjual juice
kepada orang yang akan menjadikannya minuman keras, dan tidak boleh menjual
senjata di masa kacau, dan tidak boleh menjual yang hidup dengan yang mati.
. Setiap penjualan yang
digantungkan atas syarat yang tidak menghalalkan yang haram dan tidak pula
mengharamkan yang halal, maka jual beli itu dibolehkan, seperti penjual
mensyaratkan tinggal di rumah selama satu bulan, atau pembeli mensyaratkan
membawa kayu bakar dan mematahkannya, dan semisal yang demikian itu.
. Bumi Mina, Muzdalifah, dan
Arafah adalah masya'ir seperti masjid-masjid untuk semua kaum muslimin. Maka
tidak boleh menjualnya atau menyewakannya. Dan barang siapa yang melakukan hal
itu, maka ia berbuat maksiat, dosa, dan zalim, dan sewaan atasnya adalah haram.
Dan barangsiapa yang membayar (sewa tersebut) karena membutuhkannya maka tiada
dosa atasnya.
. Hukum jual beli kredit:
Jual beli kredit adalah gambaran dari penjualan nasi`ah.
Hukumnya boleh. Jual beli nasi`ah ditempokan untuk satu tempo, dan jual beli
kredit ditempokan untuk beberapa waktu.
. Boleh bertambah pada harta
komoditi karena bertempo atau kredit, seperti penjualan satu komoditi yang
nilainya seratus (100) secara kontan, dengan harta seratus dua puluh (120)
secara bertempo untuk satu masa atau beberapa waktu yang ditentukan, dengan
syarat tambahan itu tidak berlebihan atau mengambil kesempatan orang-orang yang
membutuhkan.
. Penjualan secara bertempo
atau kredit menjadi sunnah apabila ditujukan membantu pembeli, lalu ia tidak
menambah pada harga karena bertempo. Dengan hal itu penjual mendapat pahala
atas kebaikannya. Dan menjadi boleh apabila ditujukan untuk mendapat
keuntungan, lalu ia menambah dalam harga karena bertempo, dan mengarahkan
kepada kredit yang dimaklumi untuk waktu-waktu yang sudah diketahui.
. Penjual tidak boleh
mengambil tambahan (bunga) hutang kepada pembeli karena keterlambatan
pembayaran kredit, karena hal itu termasuk riba yang diharamkan. Akan tetapi ia
mempunyai hak terhadap barang yang dijual sampai semua hutang itu dibayar oleh
pembeli.
. Apabila seseorang menjual
tanah yang terdapat pohon korma atau pepohonan lainnya. Jika pohon korma itu
sudah dilakukan pembuahan, dan pepohonan telah nampak buahnya, maka ia untuk
penjual kecuali apabila pembeli mensyaratkannya untuknya. Dan jika pohon korma
belum dilakukan pembuahan dan pepohonan itu belum nampak buahnya, maka ia untuk
pembeli.
. Tidak sah menjual buah dari
pohon korma atau pepohonan lainnya sampai nampak baiknya. Dan tidak sah menjual
hasil pertanian sebelum kuat/keras bijinya. Apabila seseorang menjual
buah-buahan sebelum nyata baiknya bersama pohonnya, atau menjual hasil
pertanian hijau bersama tanahnya, niscaya hal itu boleh, atau menjual buah
dengan syarat memotongnya pada saat itu (saat dilaksanakan transaksi), niscaya
boleh.
. Apabila seseorang membeli
buah dan membiarkannya hingga panen atau dipetik tanpa menunda dan tanpa
melalaikan. Kemudian datang bencana dari langit seperti angin, dingin, dan
semisal keduanya, lalu memusnahkannya, maka pembeli berhak mengambil harga dari
penjual.
Dan jika dihancurkan/dirusak oleh manusia, pembeli berhak
memilih di antara membatalkan atau meneruskan, dan menuntut ganti kepada yang
merusaknya.
. Hukum Muhaqalah:
Yaitu menjual biji yang sudah keras dalam bijinya dengan
biji dari jenisnya, hukumnya tidak boleh, karena jual beli ini menggabungkan di
antara dua hal yang ditakutkan: ketidak jelasan pada ukuran dan baiknya, dan
riba karena tidak jelas kesamaannya.
. Hukum Muzabanah:
Yaitu menjual buah di pohon kurma dengan korma kering
dengan takaran. Hukumnya tidak boleh seperti muhaqalah.
. Tidak boleh menjual korma
dengan ruthab di atas pohon kurma
karena mengandung penipuan dan riba. Namun dibolehkan pada jual beli 'araya
karena kebutuhan, yaitu diperkirakan ruthab di atas pohon korma, kemudian
memberikan nilainya dari tamar (kurma kering) yang sudah lama, dengan syarat
tidak lebih dari lima wasaq disertai
serah terima di tempat transaksi.
. Tidak boleh menjual anggota
tubuh atau satu bagian tubuh manusia sebelum mati atau sesudahnya. Jika orang
yang terpaksa tidak memperolehnya kecuali dengan harga, boleh membayar karena
terpaksa dan haram atas yang mengambil. Jika ia menghibahkannya kepada yang
sangat membutuhkan dan diberikan imbalan sebelum mati, maka tidak mengapa mengambilnya.
. Tidak boleh menjual darah
untuk pengobatan dan tidak boleh pula untuk yang lainnya. Jika ia
membutuhkannya untuk pengobatan dan tidak memperolehnya kecuali dengan gantian
(harga), maka boleh baginya mengambilnya dengan harga dan haram mengambil harga
itu atas yang memberikannya.
. Gharar (penipuan): yaitu
sesuatu yang manusia tidak mengetahuinya, samar atasnya batinnya (dalamnya)
berupa tidak ada, atau tidak diketahui, atau dilemahkan darinya atau tidak
mampu atasnya.
. Hukum jual beli yang
mengandung penipuan dan judi:
Penipuan dan judi termasuk transaksi berbahaya serta
menghancurkan sendi-sendi perekonomian, penyebab kebangkrutan perusahan besar,
menyebabkan kayanya suatu kaum tanpa bersusah payah, dan kefakiran yang lain
dengan cara yang batil. Maka ia adalah perbuatan haram, permusuhan, dan
kebencian. Semua ini termasuk pekerjaan syetan. Firman Allah SWT:
﴿ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱلشَّيۡطَٰنُ أَن يُوقِعَ
بَيۡنَكُمُ ٱلۡعَدَٰوَةَ وَٱلۡبَغۡضَآءَ فِي ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِ وَيَصُدَّكُمۡ
عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَعَنِ ٱلصَّلَوٰةِۖ فَهَلۡ أَنتُم مُّنتَهُونَ ٩١ ﴾ [المائدة: ٩١]
"Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu
pada minuman keras dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah
dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)." (QS.
Al-Ma`idah: 91).
. Jual beli gharar (penipuan) menyeret kepada dua
kerusakan besar:
1.
Memakan harta manusia dengan
cara batil, salah satunya boleh jadi berhutang tanpa keuntungan, atau beruntung
tanpa berhutang, karena ia adalah gadaian dan judi.
2.
Permusuhan dan kebencian di
antara dua pihak yang bertransaksi, akan menimbulkan dendam dan pertengkaran.
2- Khiyar (memilih)
. Hikmah disyari'atkan
khiyar:
Khiyar dalam jual beli termasuk dari keindahan Islam.
Karena terkadang terjadi jual beli
secara mendadak tanpa berpikir dan merenungkan harga dan manfaat barang yang
dibeli. Karena alasan itulah, Islam memberikan kesempatan untuk
mempertimbangkan yang dinamakan khiyar, keduanya bisa memilih di sela-selanya
yang sesuai salah satu dari keduanya berupa meneruskan jual beli atau
membatalkannya.
Dari Hakim bin Hizam r.a ia berkata: 'Rasulullah SAW
bersabda:
اَلْبَيِّعَانِ
بِالخِيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ قَالَ: حَتَّى يَتَفَرَّقَا. فَاِنْ
صَدَقَا وَبَيَّنَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَاِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا
مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا.
"Dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak memilih
selama keduanya belum berpisah,
'atau beliau bersabda: 'sampai keduanya berpisah. Maka jika keduanya
benar dan menjelaskan, niscaya diberi berkah untuk keduanya dalam transaksi
keduanya, dan jika keduanya menyembunyikan dan berdusta, niscaya dihapus berkah
jual beli keduanya." (Muttafaqun 'alaih).[15]
. Pembagian-pembagian khiyar:
Khiyar terdiri dari beberapa bagian, di antaranya adalah:
1.
Khiyar majelis:
dan ia ada pada jual beli, berdamai, sewa-menyewa, dan selainnya dari penukaran
yang tujuannya adalah harta. Ia adalah hak dua orang yang melakukan jual beli
secara bersamaan. Dan waktunya adalah dari saat transaksi sampai berpisah
dengan badan. Jika keduanya menggugurkannya, gugurlah ia. Jika salah satu dari
keduanya menggugurkannya, niscaya tersisa khiyar yang lain. Maka apabila
keduanya berpisah, terjadilah jual beli. Dan haram berpisah dari majelis karena
takut ia mengundurkan diri.
2.
Khiyar
syarat: yaitu dua orang yang
melakukan jual beli atau salah satunya mensyaratkan khiyar hingga masa yang
sudah diketahui, maka sah syarat itu, sekalipun lama. Masanya dari saat
transaksi hingga berakhirnya masa yang disyaratkan. Dan apabila berlalu masa
khiyar dan yang mensyaratkan tidak membatalkan penjualan, niscaya tetaplah jual
beli. Dan jika keduanya memutuskan khiyar saat masa itu, niscaya batalah,
karena hak untuk keduanya.
3.
Khiyar
perbedaan penjual dan pembeli:
seperti jikalau keduanya berbeda pada kadar harga, atau benda yang dijual, atau
sifatnya, dan tidak ada saksi, maka ucapan adalah ucapan penjual disertai
sumpahnya, dan pemberi diberi pilihan antara menerima atau membatalkan.
4.
Khiyar 'aib:
yaitu sesuatu yang mengurangi nilai yang dijual. Apabila (seseorang) membeli
suatu komoditi dan ia menemukan cacat padanya, maka boleh memilih (khiyar),
bisa jadi ia mengembalikannya dan mengambil harganya, atau menahannya dan
mengambil tambalan cacat itu. Maka dinilai komoditi yang tanpa cacat, kemudian
dinilai yang cacat dan ia mengambil perbedaan di antara keduanya. Dan jika
keduanya berbeda pendapat di sisi siapa terjadinya cacat itu seperti pincang
(bagi binatang), dan rusaknya makanan, maka ucapan (yang diterima adalah)
ucapan penjual diserta sumpahnya, atau keduanya saling mengembalikan.
5.
Khiyar ghubn (penipuan,
kecurangan): yaitu pembeli atau penjual melakukan penipuan/kecurangan pada
komoditi, kecurangan yang keluar dari kebiasaan atau 'uruf. Hukumnya adalah
haram. Apabila seseorang merasa dicurangi, maka ia mempunyai hak khiyar di
antara menahan dan membatalkan, seperti orang yang tertipu dengan orang yang
menghadap rombongan (yang mau memasuki pasar), atau tambahan orang yang
meninggikan harga (najisy) yang tidak ingin membeli, atau ia tidak
mengetahui nilai dan tidak pandai menawar dalam jual beli, maka ia mempunyai
hak khiyar.
6.
Khiyar tadlis
(penyamaran): yaitu penjual menampakkan (memperlihatkan, memajang) suatu
komoditi dengan penampilan yang disenangi padanya, padahal ia kosong darinya.
seperti membiarkan laban (susu) di tetek (kambing, sapi, unta) saat menjual
supaya pembeli mengira banyak susunya, dan semisal yang demikian itu. Perbuatan
ini hukumnya haram. Maka apabila hal itu terjadi, maka ia (pembeli) memiliki
hak khiyar di antara menahan atau membatalkan. Apabila ia telah memerah
susunya, kemudian mengembalikannya, ia mengembalikan bersamanya satu sha' kurma
sebagai gantian susu.
7.
Khiyar
mengabarkan harga apabila nyata perbedaan kenyataan (realita), atau kurang dari
yang dia kabarkan, maka pembeli memiliki hak
khiyar di antara menahan dan mengambil (harga) perbedaan atau membatalkan.
Sebagaimana jikalau ia membeli pulpen dengan harga seratus (100). Lalu
datanglah kepadanya seseorang dan berkata, 'Juallah kepadaku dengan harga
pokoknya.' Ia berkata, 'Harga pokoknya (modalnya) adalah seratus lima puluh
(150).' Lalu ia menjual kepadanya. Kemudian jelas kebohongan penjual, maka
pembeli mempunyai hak khiyar. Dan tetapi khiyar ini pada tauliyah (pemberian hak wali), syarikah
(perusahaan bersama), murabahah,
muwadha'ah. Dan dalam semua itu, pembeli dan penjual harus mengetahui modal
harta.
8.
Apabila telah nampak bahwa
pembeli itu susah atau curang, maka pembeli mempunyak hak membatalkan jika ia
menghendaki untuk memelihara hartanya.
. Bahaya menipu:
Menipu hukumnya haram dalam segala sesuatu, bersama setiap
orang, di setiap transaksi. Hukumnya haram pada semua mu'amalah, diharamkan
pada semua pekerjaan profesi, diharamkan pada industri, dan diharamkan pada
segala akad (transaksi, kontrak), jual beli, dan seliannya, karena mengandung
kebohongan dan penipuan, dan menyebabkan pertikaian dan permusuhan.
Dari Abu Hurairah r.a,
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ حَمَلَ
عَلَيْنَا السِّلاَحَ فَلَيْسَ مِنَّا وَمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا. أخرجه
مسلم.
"Barang siapa yang membawa senjata atas kami (menyerang
kami), maka ia bukan dari golongan kami, dan barang siapa yang menipu kami, maka
ia bukan dari golongan kami." (HR. Muslim).[16]
. Iqalah: yaitu membatalkan transaksi dan kembalinya kedua orang
yang melakukan transaksi dengan sesuatu yang miliknya, boleh dengan yang lebih
sedikit atau lebih banyak darinya.
. Iqalah, sunnah bagi orang yang menyesal dari penjual dan pembeli,
yaitu sunnah bagi/pada hak orang yang membatalkan, boleh pada hak yang meminta
pembatalan. Dan disyari'atkan apabila menyesal salah seorang yang melakukan
jual beli, atau hilang kebutuhannya dengan komoditi, atau tidak mampu atas
harga itu, dan semisal yang demikian itu.
. Iqalah termasuk perbuatan
baik seorang muslim kepada saudaranya apabila ia membutuhkannya, Nabi SAW
mendorong padanya dengan sabdanya:
مَنْ أَقَالَ
مُسْلِمًا أَقَالَ اللهُ عَثْرَتَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
"Barang siapa yang memaafkan kepada seorang muslim niscaya
Allah SWT memaafkan kesalahannya di hari kiamat." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)[17]
3. Salam (Pesanan)
. Salam adalah transaksi atas
sesuatu yang disifatkan dalam jaminan yang bertempo dengan harga yang
diserahkan (dibayar) di tempat transaksi. Allah SWT membolehkannya sebagai
keluasaan kepada kaum muslim dalam memenuhi kebutuhan mereka. Dan dinamakan
(salaf), yaitu penjualan yang pembayarannya lebih dahulu dan barangnya
diserahkan beberapa waktu kemudian (pesanan, dengan pembayaraan di depan).
. Hukum salam: boleh,
contohnya, seperti seseorang memberikan seratus riyal kepada penjual, nanti
penjual itu menyerahkan lima puluh takar kurma setelah satu tahun.
Dari Ibnu Abbas r.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ أَسْلَفَ
فِى شَيْئٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ اِلَى أَجَلٍ مَعْلُوْمٍ
"Barang siapa yang memesan sesuatu, maka hendaklah pada
takaran yang jelas (sudah diketahui), timbangan yang jelas, hingga batas waktu
yang jelas." (Muttafaqun 'alaih).[18]
. Syarat sahnya salam
(pesanan):
Disyaratkan baginya beberapa syarat tambahan atas
syarat-syarat jual beli untuk menguatkannya, yaitu: mengetahui muslam bih (barang, komoditi yang
dipesan), mengetahui harga, menerimanya di tempat transaksi, bahwa barang yang
dipesan berada dalam jaminan, ia telah menjelaskan sifat yang menghilangkan
ketidak jelasan, menyebutkan masanya dan tempat permulaannya.
. Masalah-masalah yang
berkaitan dengan jual beli:
1.
Tas'ir:
yaitu menentukan harga yang terbatas untuk komoditi, selama pemilik tidak
dizalimi dan pembeli tidak tercekik.
Diharamkan
tas'ir (penentuan harga) apabila mengandung kezaliman kepada manusia, atau
memaksa mereka dengan cara yang tidak benar dengan sesuatu yang tidak mereka
senangi, atau menghalangi mereka dari sesuatu yang Allah SWT bolehkan untuk
mereka.
Boleh
menentukan harga apabila tidak sempurna kepentingan manusia (orang banyak)
kecuali dengannya, seperti pemilik komoditi tidak mau menjualnya kecuali dengan
harga lebih, padahal orang banyak sangat membutuhkannya. Maka ditentukan harga
dengan nilai standar, tidak berbahaya dan tidak membahayakan orang lain.
2.
Ihtikar
(monopoli): yaitu
membeli komoditi dan menahannya supaya menjadi sedikit di tengah-tengah
manusia, lalu harganya menjadi naik.
Ihtikar
hukumnya haram, karena mengandung sifat serakah, rakus dan mencekik manusia,
dan barang siapa yang melakukan ihtikar maka ia melakukan kesalahan.
3.
Tawarruq:
Apabila seseorang membutuhkan uang kontan dan ia tidak menemukan orang yang
memberikan pinjaman, maka ia boleh membeli suatu komoditi/barang secara
bertempo, kemudian ia menjualnya bukan kepada yang pertama dan mengambil
manfaat dengan harganya.
4.
Jual beli 'arbuun (uang muka): yaitu menjual suatu komoditi disertai penyerahan
uang dari pembeli kepada penjual, bahwa jika ia mengambil komoditi itu, uang
itu sudah termasuk harga, dan jika meninggalkannya, maka uang yang diserahkan
menjadi milik penjual, yang merupakan uang muka. Jual beli ini hukumnya boleh,
apabila dibatasi masa menunggu dengan masa yang sudah ditentukan.
4. Riba
. Hukum dasar harta ada
tiga: adil, utama, dan zalim. Maka adil adalah jual beli, utama adalah
sedekah, dan zalim adalah riba dan semisalnya.
. Riba adalah tambahan
dalam penjualan dua barang yang berlaku riba pada keduanya.
. Hukum riba:
1.
Riba termasuk dosa besar, dan
diharamkan dalam semua agama samawi, karena mengandung bahaya besar. Ia
menyebabkan permusuhan di antara menusia dan membawa kepada membesarnya harta
atas hitungan penarikan harta orang fakir. Padanya merupakan kezaliman bagi
yang membutuhkan, penguasaan orang kaya terhadap orang fakir, menutup pintu
sedekah dan perbuatan baik, dan membunuh syi'ar kasih sayang pada manusia.
2.
Riba adalah memakan harta
manusia dengan cara yang batil, menghilangkan segala usaha, perdagangan dan
perindustrian yang dibutuhkan manusia. Orang yang melakukan riba menambah
hartanya tanpa bersusah payah, maka ia meninggalkan perdagangan yang dibutuhkan
manusia. Tidak ada seseorang yang banyak melakukan riba melainkan pada akhirnya
adalah sedikit.
. Hukuman riba:
Riba termasuk dosa besar, dan Allah SWT telah mengumumkan
peperangan kepada pemakan riba dan yang mewakilkannya di antara semua dosa yang
lain.
1.
Firman Allah SWT:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ
ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ٢٧٨ فَإِن
لَّمۡ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَإِن تُبۡتُمۡ
فَلَكُمۡ رُءُوسُ أَمۡوَٰلِكُمۡ لَا تَظۡلِمُونَ وَلَا تُظۡلَمُونَ ٢٧٩ ﴾ [البقرة: ٢٧٨، ٢٧٩]
"Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. * Maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan
Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya." (QS.
Al-Baqarah: 278-279).
2.
Dari Jabir r.a, ia berkata:
لَعَنَ رَسُوْلُ
اللهُ صلى الله عليه وسلم آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ
وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
"Rasulullah SAW mengutuk orang yang memakan riba, yang
mewakilkannya, penulisnya, dan dua orang saksinya, dan Beliau bersabda, 'Mereka
itu sama (dalam dosa)." (HR. Muslim).[19]
3.
Dari Abu Hurairah r.a, Nabi SAW bersabda:
اِجْتَنِبُوْا
السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ, وَمَا هُنَّ؟ قَالَ:
الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ اِلاَّ
بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّى يَوْمَ
الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَات ِالْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ.
"Jauhilah
tujuh (7) perkara yang membinasakan. Mereka bertanya, 'Ya Rasulullah, perkara
apakah itu?' Beliau bersabda: 'Menyekutukan Allah SWT, sihir, membunuh jiwa
yang diharamkan Allah SWT kecuali dengan benar, memakan riba, memakan harta
anak yatim, lari dari medan perang, menuduh wanita mukmin yang menjaga diri.' (Muttafaqun 'alaih).[20]
.Pembagian riba:
1- Riba nasi'ah: yaitu tambahan yang diambil penjual dari pembeli
sebagai imbalan pemberian tempo. Seperti ia memberikannya seribu secara kontan
dengan syarat ia membayarnya setelah satu tahun sebanyak seribu seratus,
umpamanya.
. Termasuk di antaranya adalah membalik
hutang kepada orang yang susah. Yaitu seseorang mempunyai tagihan harta secara
bertempo kepada seorang laki-laki. Maka apabila telah jatuh tempo, ia (yang
meminjamkan uang) berkata kepadanya (yang meminjam uang), 'Apakah engkau
membayar atau menambah? Maka jika ia membayarnya (maka urusannya selesai), dan
jika ia tidak membayarnya, yang ini (yang meminjamkan uang) menambah temponya
dan yang ini (yang berhutang) menambah harta. Maka berlipatgandalah harta dalam
tanggungan yang berhutang. Inilah asal mula riba pada masa jahiliyah. Maka
Allah SWT mengharamkannya dan mewajibkan menunggu orang yang susah. Ia adalah
jenis riba yang paling berbahaya, karena begitu besar bahayanya. Dan sungguh
telah tergabung riba padanya dengan berbagai jenisnya: riba nasi'ah, riba fadhl, dan riba hutang.
1. Firman Allah SWT:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُواْ
ٱلرِّبَوٰٓاْ أَضۡعَٰفٗا مُّضَٰعَفَةٗۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
١٣٠ ﴾ [ال عمران: ١٣٠]
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS.
Ali Imran: 130).
2. Firman Allah SWT:
﴿ وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةٖ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ
مَيۡسَرَةٖۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٨٠ ﴾ [البقرة: ٢٨٠]
"Dan
jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui. (QS.
Al-Baqarah: 280).
. Dan termasuk di antaranya adalah sesuatu
yang terdapat pada jual beli dua jenis yang sama-sama mengandung 'ilat riba
radhl, di sertai ditunda penyerahan keduanya, atau penyerahan salah satu dari
keduanya. Seperti jual beli emas dengan emas, gandum dengan gandum, dan semisal
keduanya. Dan seperti penjualan satu jenis dengan jenis lain dari semua jenis
ini secara bertempo.
2. Riba fadhl: yaitu jual beli uang dengan uang, makanan dengan makanan
disertai tambahan. Hukumnya haram. Syari'at menjelaskan atas haramnya pada enam
perkara, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
اَلذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ, وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرِّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ
بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ. مِثْلاً بِمِثْلٍ, يَدًا بِيَدٍ. فَاِذَا
اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ اِذَا كَانَ يَدًا
بِيَدٍ. أخرجه مسلم.
"Emas
dengan emas, perak dengan perak, gandum halus dengan gandum halus, gandum kasar
dengan gandum kasar, kurma dengan kurma, garam dengan garam, seumpama dengan
seumpamanya, tangan dengan tangan (kontan). Apabila jenis-jenis ini berbeda,
maka juallah sebagaimana kamu kehendaki, apabila kontan." (HR. Muslim).[21]
. Diqiyaskan (analogikan) atas enam jenis
ini segala yang sesuai dengannya pada 'illat (sebab): pada emas dan perak
(barang berharga), dan pada empat yang tersisa (takaran dan makanan) (atau
timbangan dan makanan).
. Takaran adalah takaran Madinah dan
timbangan adalah timbangan ahli Makkah, dan sesuatu yang tidak ditemukan pada
keduanya, kembali padanya kepada urf
(kebiasaan orang banyak). Dan segala sesuatu yang haram padanya riba fadhl,
haram padanya riba nasi`ah.
3- Riba hutang: gambarannya adalah
bahwa seseorang meminjamkan sesuatu kepada orang lain, dan disyaratkan atasnya
bahwa ia mengembalikan yang lebih baik darinya, atau mensyaratkan atasnya
manfaat apapun jua. Seperti menempati rumahnya selama satu bulan misalnya.
Hukumnya haram. Maka jika tidak mensyaratkan dan yang meminjam memberikan
manfaat atau tambahan dengan dirinya (karena kerelaannya), niscaya boleh dan
diberi pahala.
. Hukum-hukum riba fadhl:
1.
Apabila jual beli pada satu jenis riba,
haram padanya berlebihan dan bertempo, seperti seseorang menjual emas dengan
emas, atau gandum dengan gandum dan semisal keduanya. Maka disyaratkan untuk
sahnya penjualan ini samanya pada jumlah dan serah terima pada saat itu, karena
samanya dua benda yang ditukar pada jenis dan ilat (sebab).
2.
Apabila jual beli pada dua jenis yang sama
pada ilat riba fadhl, dan keduanya berbeda pada jenis, haram bertempo
dan boleh berlebihan, seperti seseorang menjual emas dengan perak, atau gandum
halus dengan gandum kasar, dan semisal keduanya. Maka boleh jual beli disertai
berlebihan, apabila serah terima pada saat itu, secara kontan, karena keduanya
berbeda pada jenis, dan sama pada ilat.
3.
Apabila jual beli di antara dua jenis riba
yang tidak sama pada ilat, boleh berlebihan dan bertempo seperti ia
menjual makanan dengan perak, atau makanan dengan emas dan semisalnya. Maka
boleh berlebihan dan bertempo, karena perbedaan dua benda yang ditukar pada
jenis dan sebab.
4.
Apabila jual beli di antara dua jenis yang
bukan riba, boleh berlebihan dan bertempo, seperti ia menjual unta dengan dua
ekor unta, atau pakaian dengan dua pakaian dan semisal keduanya, maka boleh
berlebihan dan bertempo.
. Tidak boleh menjual salah satu di antara
dua jenis dengan yang lain kecuali keduanya berada pada satu tingkatan pada
sifat, maka ruthab tidak dijual dengan kurma kering, karena ruthab berkurang
apabila sudah kering, maka terjadilah berlebihan yang diharamkan.
. Tidak boleh menjual yang dibuat perhiasan
dari emas atau perak dengan jenisnya secara berlebihan, karena bikinan/
produksi pada salah satu yang ditukar. Akan tetapi ia menjual yang ada
bersamanya dengan dirham, kemudian ia membeli yang sudah dibuat perhiasan.
. Bunga-bunga yang diambil oleh bank-bank
pada masa sekarang atas hutang-hutang termasuk riba yang diharamkan, dan
bunga-bunga yang diberikan bank-bank sebagai imbalan menyimpan uang adalah riba
yang tidak boleh bagi seseorang mengambil manfaatnya, tetapi ia harus berlepas
diri darinya.
. Apabila kaum muslimin membutuhkan
menyimpan atau transfer (uang), harus
lewat bank-bank Islam. Jika tidak ditemukan, karena terpaksa, boleh menyimpan
di bank lainnya, akan tetapi tanpa mengambil bunga, dan transfer dari selainnya
selama tidak menyalahi syari'at.
. Haram hukumnya bekerja di bank atau
perusahaan apapun yang mengambil atau memberikan riba, dan harta (gaji) yang
diambil pekerja padanya adalah haram yang diancam siksaan atasnya.
. Bagaimana melepaskan diri dari
harta-harta riba:
Riba
termasuk dosa besar, dan apabila Allah SWT telah memberi karunia kepada orang
yang menjalankan riba dan ia bertaubat kepada Allah SWT, dan ia mempunyai harta
yang terkumpul dari riba, dan ia ingin melepaskan diri darinya, maka ia tidak
lepas dari dua perkara:
1.
Bahwa riba itu untuknya yang berada dalam
jaminan manusia yang ia belum mengambilnya, maka di sini ia mengambil modal
hartanya dan meninggalkan riba yang lebih atasnya.
2.
Bahwa harta-harta riba itu diambil di
sisinya, maka janganlah ia mengembalikannya kepada pemiliknya dan jangan pula
memakannya, karena ia adalah usaha yang kotor. Akan tetapi ia berlepas diri
darinya dengan berbuat baik dengannya, atau menjadikannya pada proyek-proyek
bermanfaat, karena berlepas diri darinya, seperti menerangi jalanan dan
melayaninya, membangun W.C-W.C. dan semisalnya.
. Tidak ada riba pada hewan selama ia masih
hidup, dan seperti ini pula setiap yang dihitung. Maka boleh menjual satu ekor
unta dengan dua ekor dan tiga ekor unta. Apabila ia menjadi ditimbang atau
ditakar, berlakulah riba padanya. Maka tidak boleh menjual satu kilogram daging
kambing dengan dua kilogram daging kambing. Dan boleh menjual satu kilogram
daging kambing dengan dua kilogram daging sapi, karena perbedaan jenis, apabila
terjadi serah terima pada saat itu.
. Boleh membeli emas untuk dimiliki, atau
untuk tujuan keuntungan, seperti membelinya saat turun harganya dan menjualnya
saat harganya naik.
. Hukum menjual uang (penukaran uang):
Sharf:
yaitu menjual uang dengan uang, sama saja bersatu jenis atau berbeda, sama saja
uang itu dari emas atau perak, atau dari uang-uang kertas yang dipergunakan
sekarang ini, maka ia mengambil hukum emas dan perak, karena bersatunya
keduanya pada benda berharga.
. Apabila seseorang menjual mata uang
sejenis, seperti emas dengan emas, atau kertas uang dengan yang sejenis,
seperti rupiah dengan rupiah, kertas atau benda tambang, wajiblah sama pada
ukuran dan serah terima di mejelis itu.
. Dan jika ia menjual mata uang dengan mata
uang dari jenis yang lain, seperti emas dengan perak, riyal Saudi dengan dolar
Amerika, umpamanya, boleh saling berlebihan pada ukuran, dan harus serah terima
di majelis itu.
. Apabila dua orang yang melakukan
transaksi berpisah sebelum serah terima semuanya atau sebagiannya, jual beli
itu sah pada yang sudah diterima dan batal pada sesuatu yang belum diterima,
seperti ia memberinya satu dinar untuk menukarnya dengan sepuluh (10) dirham.
Maka ia tidak mendapatkan kecuali hanya lima dirham, maka jadilah transaksi itu
sah pada separuh dinar, dan tetaplah setengahnya sebagai amanah di sisi
penjual.
5. Qard
(Memberi Pinjaman)
Yaitu:
menyerahkan harta untuk orang yang mengambil manfaat dengannya dan
mengembalikan gantinya, atau mengambil manfaat dengannya tanpa membayar karena
mengharapkan pahala dari Allah SWT pada kedua cara itu.
. Hikmah disyari'atkannya qaradh:
Qardh
adalah pendekatan diri (kepada Allah SWT) yang dianjurkan kepadanya, karena
telah berbuat baik kepada orang-orang yang membutuhkan dan memenuhi kebutuhan
mereka. Setiap kali kebutuhan itu lebih berat dan amal lebih ikhlas kepada
Allah SWT, berarti pahalanya lebih besar, dan salaf memberlakukan seperti
berlakunya separo sedekah.
. Keutamaan memberi pinjaman:
1. Firman Allah SWT:
﴿ مَّن ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا
حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضۡعَافٗا كَثِيرَةٗۚ وَٱللَّهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ
وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ ٢٤٥ ﴾ [البقرة: ٢٤٥]
"Siapakah
yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rizki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Al-Baqarah: 245).
2. Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata,
'Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ نَفَّسَ
عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً
مِنْ كُرَبِ الدُّنيْاَ. وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ
فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ. وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى
الدُّنْيَا وَ الآخِرَةِ. وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ
أَخِيْهِ.
"Barang siapa yang membantu seorang mukmin terhadap
kesusahan dari kesusahan dunia, niscaya Allah SWT membantunya terhadap segala
kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa yang memberi kemudahan kepada orang
yang kesusahan, niscaya Allah SWT memberi kemudahan kepadanya di dunia dan
akhirat. Dan barang siapa yang menutup (aib) seorang muslim niscaya Allah SWT
menutupi (kesalahannya) di dunia dan akhirat. Dan Allah SWT selalu menolong
hamba selama hamba itu selalu menolong saudaranya." (HR. Muslim).[22]
. Qardh (pinjaman)
disunnahkan bagi yang memberi pinjaman dan boleh bagi yang meminjam. Dan setiap
sesuatu yang sah menjualnya sah meminjamkannya, apabila diketahui dan yang
memberi pinjaman adalah orang yang sah memberi bantuan. Dan wajib atas yang
meminjam mengembalikan gantian sesuatu yang telah dipinjamnya, serupa pada yang
ada serupanya, dan nilai pada yang lainnya.
. Setiap pinjaman yang
menarik manfaat, maka ia termasuk riba yang diharamkan. Seperti seseorang
meminjamkan sesuatu dan memberi syarat bahwa ia menempati rumahnya, atau
meminjamkanya harta dengan bunga, seperti ia memberi pinjaman sebanyak seribu dengan pengembalian seribu dua ratus
setelah satu tahun.
. Ihsan (berbuat baik) dalam pinjaman disunnahkan, jika tidak
merupakan syarat, seperti ia meminjam unta muda, lalu ia memberikan gantinya
unta ruba'i, karena ini termasuk pembayaran yang baik dan akhlak yang mulia.
Dan barang siapa yang memberi pinjaman kepada seorang muslim sebanyak dua kali,
maka seakan-akan ia bersedekah satu kali kepadanya.
Dari
Abu Rafi' r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW meminjam anak unta dari seorang
laki-laki, lalu datanglah kepada Beliau satu unta dari unta-unta sedekah, maka
beliau menyuruh Abu Ra'fi' r.a agar ia membayar unta kecil kepada laki-laki
itu. Lalu Abu Ra'fi' r.a kembali kepadanya seraya berkata, 'Aku tidak
mendapatkan padanya selain unta besar yang terpilih. Maka beliau bersabda,
أَعْطِهَا اِيَّاهُ,
ِانَّ مِنْ خِيْاِر النَّاسِ أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً.
'Berikanlah
ia kepadanya, sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah sebaik-baik mereka ketika
membayar pinjaman.'(HR. Muslim).[23]
. Boleh menggugurkan sebagian dari hutang
yang bertempo karena menyegerakannya, baik itu dengan permintaan pemberi
pinjaman atau yang berhutang. Dan barang siapa yang membayar untuk orang lain
yang wajib atasnya, berupa hutang atau nafkah, niscaya kembali atasnya, jika ia
menghendaki.
. Keutamaan menunggu orang yang susah dan
memaafkannya:
Menunggu orang yang susah (tidak mampu
membayar hutang) termasuk akhlak yang mulia, yang lebih utama darinya adalah
memaafkannya.
1. Firman Allah SWT:
﴿ وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةٖ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ
مَيۡسَرَةٖۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٨٠ ﴾ [البقرة: ٢٨٠]
"Dan
jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui." (QS.
Al-Baqarah: 280).
2. Dari Abu al-Yasr r.a, ia berkata, 'Aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ أَنْظَرَ
مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ
فِى ظِلِّهِ
"Barang
siapa yang menunggu/menunda orang yang susah atau memaafkannya, niscaya Allah
SWT menaunginya di bawah naungan-Nya."
HR. Muslim.[24]
. Orang yang berhutang terbagi menjadi
empat keadaan:
1.
Ia tidak mempunyai apapun secara mutlak.
Maka terhadap orang yang seperti ini, (orang yang menghutangi) wajib menundanya
dan meninggalkan penagihan kepadanya.
2.
Bahwa hartanya lebih banyak dari hartanya.
Maka orang yang seperti ini, (orang yang menghutangi) boleh menagih hutangnya dan
dilazimkan dengan pengadilan.
3.
Bahwa hartanya sejumlah hutangnya, maka
dituntut membayar hutangnya.
4.
Bahwa hartanya lebih sedikit dari
hutangnya, maka ini adalah orang yang bangkrut yang ditahan atasnya dengan
tuntutan orang-orang yang memberi pinjaman atau sebagian mereka, dan dibagi
hartanya di antara orang-orang yang memberikan pinjaman menurut ukurannya.
. Wajib kepada orang yang meminjam uang
agar berniat membayarnya, dan jika tidak (berniat membayarnya) niscaya Allah
SWT memusnahkan hartanya, sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ أَخَذَ
أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ أَدَائَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ
يُرِيْدُ اِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ الله.
"Barang
siapa yang mengambil harta manusia (berhutang, meminjam), ia ingin membayarnya
niscaya Allah SWT menunaikan darinya, dan barang siapa yang mengambil karena
ingin membinasakannya (menghabiskannya) niscaya Allah SWT memusnahkannya." (HR. al-Bukhari).[25]
6. Gadai
. Akad (transaksi) terbagi tiga:
1.
Transaksi yang pasti dari kedua belah
pihak, seperti jual beli, sewa menyewa dan semisal keduanya.
2.
Transaksi yang boleh dari kedua belah
pihak, bagi setiap orang dari keduanya, membatalkannya, seperti wakalah
(perwakilan) dan semisalnya.
3.
Transaksi yang boleh dari salah salah
seorang dari keduanya, tidak yang lain, seperti gadai, boleh dari pihak yang
menerima gadai, pasti dari pihak yang menggadaikan (yang memberi jaminan kepada
kreditor), dan semisal yang demikian itu yang hak padanya untuk satu orang atas
yang lain.
. Gadai: yaitu memperkuat hutang
dengan benda yang bisa membayarnya darinya, atau dari harganya, jika tidak bisa
membayar dari jaminan peminjam.
. Hikmah disyari'atkan gadai:
Gadai disyari'atkan untuk memelihara harta
agar tidak hilang hak pemberi pinjaman. Apabila telah jatuh tempo, yang memberi
jaminan wajib membayar. Jika ia tidak bisa membayar, maka jika penggadai
mengijinkan kepada yang mendapat jaminan dalam menjualnya, ia menjualnya dan
membayar hutang. Dan jika tidak, penguasanya memaksanya membayarnya atau
menjual barang yang digadaikan. Jika ia tidak melakukan, niscaya
penguasa/pemerintah menjualnya dan membayarkan hutangnya.
1. Firman Allah SWT:
﴿ ۞وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٖ وَلَمۡ تَجِدُواْ
كَاتِبٗا فَرِهَٰنٞ مَّقۡبُوضَةٞۖ ....... ﴾ [البقرة: ٢٨٣]
"Jika
kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang).." (QS.
Al-Baqarah: 283).
2. Dari 'Aisyah r.a:
أَنَّ
النَّبِيَّ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُوْدِيٍّ اِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا
مِنْ حَدِيْدٍ.
"Sesungguhnya
Nabi SAW membeli makanan dari seorang Yahudi secara bertempo dan beliau SAW
menggadaikan baju perangnya yang terbuat dari besi." (Muttafaqun 'alaih).[26]
. Gadai adalah amanah di tangan penerima
gadai (kreditor) atau orang yang diberi amanah, ia tidak bertanggung jawab
kecuali ia melakukan tindakan melewati batas atau melakukan kelalaian.
. Biaya gadai adalah kepada yang
menggadaikan, dan sesuatu yang memerlukan biaya, maka bagi yang menerima gadai
boleh mengendarai sesuatu yang bisa dikendarai dan memerah susu yang bisa
diperah susunya sekadar biaya nafkahnya.
. Yang menggadaikan tidak boleh menjual
barang yang digadaikan kecuali setelah mendapat ijin penerima gadai. Maka jika
ia telah menjualnya dan penerima gadai membolehkannya, jual beli itu sah, dan
jika ia tidak membolehkannya, maka transaksi itu rusak (tidak sah).
7. Dhaman
dan Kafalah
. Dhaman
adalah: menanggung kewajiban dari sesuatu yang wajib atas orang lain, disertai
tetapnya sesuatu yang dijamin darinya.
. Hukum dhaman: boleh karena
mengandung kemaslahatan, bahkan terkadang diperlukan. Dhaman mengajarkan untuk
saling membantu di atas kebaikan dan taqwa, menunaikan hajat seorang muslim dan
melapangkan kesusahannya.
. Disyaratkan untuk sahnya dhaman:
bahwa pemberi jaminan adalah orang yang boleh melakukan transaksi, ridha bukan
terpaksa.
. Dhaman sah dengan semua lafazh yang
menunjukkan atasnya, seperti aku menjaminnya, atau aku menanggung darinya, atau
semisal yang demikian itu.
. Dhaman sah bagi setiap harta yang diketahui
seperti seribu misalnya, atau yang tidak diketahui, seperti ia berkata, 'Aku
menjamin untukmu hartamu atas fulan,' atau sesuatu yang dituntut dengannya
atasnya, sama saja hidup yang dijamin darinya atau mati.
. Apabila seseorang memberi
jaminan atas hutang, yang berhutang tidak lepas (dari hutangnya), dan jadilah
hutang itu atas keduanya secara bersama-sama, dan bagi yang memberi pinjaman
(kreditor) boleh menuntut siapa saja dari keduanya yang dia kehendaki.
. Yang memberi jaminan
terbebas apabila kreditor telah mengambil semua haknya dari yang diberi jaminan
atau ia membebaskannya.
. Kafalah: yaitu mewajibkan orang yang cerdas dengan senang hati
untuk menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban harta untuk pemiliknya.
. Hikmah disyari'atkannya:
memelihara hak-hak dan mendapatkannya.
. Hukum kafalah:
boleh, ia termasuk tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa.
. Apabila seseorang memberi
jaminan untuk menghadirkan orang yang berhutang, lalu ia tidak bisa
menghadirkannya, ia berhutang apa yang wajib atasnya.
. Kafil (pemberi jaminan) terbebas karena yang berikut ini:
meninggalnya yang dijamin, atau yang dijamin menyerahkan dirinya sendiri kepada
pemilik hak, atau binasa benda yang dijamin dengan perbuatan Allah SWT(tidak
ada campur tangan manusia).
. Barang siapa yang ingin
safar, dan ia mempunyai tanggungan yang harus diselesaikan sebelum safarnya,
maka yang memiliki hak boleh menghalanginya. Maka jika ia memberikan
jaminan penuh atau menyerahkan gadaian
yang menutupi hutang saat jatuh tempo, maka ia boleh safar karena hilangnya
bahaya.
. Surat jaminan yang
diterbitkan oleh bank-bank: Apabila baginya ada penutup yang sempurna, atau
jaminan itu didahului dengan menyerahkan seluruh uang yang dijamin untuk
mashraf, maka boleh mengambil upah atasnya sebagai imbalan pelayanan. Dan jika
surat jaminan tidak ditutupi, maka tidak boleh bagi bank menerbitkannya dan
mengambil upah atasnya.
8. Hawalah (Pemindahan Hutang)
. Hawalah: adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhiil (yang memindahkan) kepada
tanggungan yang dijamin atasnya.
. Hukum hawalah:
boleh.
. Hikmah disyari'atkannya
hawalah:
Allah SWT mensyari'atkan hawalah sebagai jaminan harta dan
menunaikan hajat manusia. Terkadang seseorang membutuhkan melepaskan
tanggungannya kepada yang memberi pinjaman, atau menyempurnakan haknya dari
yang telah diberinya pinjaman. Dan terkadang ia perlu memindahkan hartanya dari
satu kota ke kota yang lain, dan memindahkan harta ini bukan perkara mudah.
Bisa jadi karena susah membawanya, atau karena jauhnya jarak, atau karena
perjalanan tidak aman, maka Allah SWT mensyari'atkan hawalah untuk
merealisasikan segala kebutuhan ini.
. Apabila orang yang
berhutang memindahkan hutangnya kepada orang yang kaya, ia harus memindahkan
hutang. Dan jika ia memindahkannya kepada orang yang bangkrut dan ia tidak
tahu, niscaya ia kembali menuntut haknya kepada yang (muhil) memindahkan
hutang. Dan jika mengetahui dan ridha dengan pemindahan hutang atasnya, maka ia
tidak boleh kembali baginya. Dan menunda-nunda pembayaran orang yang kaya adalah
haram, karena mengandung kezaliman.
Dari Abu Hurairah r.a,
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
مَطْلُ
اْلغَنِيِّ ظُلْمٌ. فَاِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتَّبِعْ.
متفق عليه.
"Menunda-nunda pembayaran hutang dari orang yang kaya
adalah zalim. Dan apabila seseorang dari kalian diminta memindahkan hutang
kepada orang yang kaya, maka hendaklah ia mengikuti." (Muttafaqun 'alaih).[27]
. Apabila hawalah telah sempurna, hak itu
berpindah dari tanggungan muhil (yang
memindahkan hutang) kepada tanggungan muhal
'alaih (yang dipindahkan hutang atasnya) dan bebaslah tanggungan muhil.
. Keutamaan memaafkan orang
yang susah:
Apabila telah sempurna hawalah, kemudian bangkrut yang
dipindahkan atasnya, disunnahkan menundanya atau memaafkannya, dan ialah yang
lebih utama.
Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda:
كَانَ تَاجِرٌ
يُدَاِينُ النَّاسَ, فَاِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوْا
عَنْهُ لَعَلَّ اللهُ يَتَجَاوَزُ عَنَّا, فَتَجَاوَزَ اللهُ عَنْهُ. متفق عليه
"Ada
seorang pedagang yang selalu memberi pinjaman kepada manusia. Maka apabila ia
melihat (peminjam) yang susah, ia berkata kepada para karyawannya, lewatilah
(maafkanlah) ia, semoga Allah SWT memberi maaf kepada kita. Maka Allah SWT
memberi maaf kepadanya." (Muttafaqun
'alaih).[28]
9. Shulh
(berdamai)
. Shulh: adalah kesepakatan yang
diperoleh dengannya menghilangkan persengketaan di antara dua orang yang
bermusuhan.
. Hikmah disyari'atkan berdamai:
Allah
SWT mensyari'atkan berdamai untuk menyatukan di antara dua orang yang bermusuhan
dan menghilangkan perpecahan di antara keduanya. Dengan demikian, bersihlah
jiwa dan hilanglah rasa dendam. Mendamaikan di antara manusia termasuk ibadah
yang terbesar dan taat yang paling agung, apabila ia melaksanakannya karena
mengharapkan ridha Allah SWT.
. Keutamaan mendamaikan di antara manusia:
1. Firman Allah SWT:
﴿ ۞لَّا خَيۡرَ فِي كَثِيرٖ مِّن نَّجۡوَىٰهُمۡ
إِلَّا مَنۡ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوۡ مَعۡرُوفٍ أَوۡ إِصۡلَٰحِۢ بَيۡنَ ٱلنَّاسِۚ وَمَن
يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِ فَسَوۡفَ نُؤۡتِيهِ أَجۡرًا عَظِيمٗا
١١٤ ﴾ [النساء : ١١٤]
Tidak ada kebaikan pada
kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang
menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena
mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.
(QS. An-Nisaa: 114).
2. Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata,
'Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّ سُلاَمَى
مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ, كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ
يَعْدِلُ بَيْنَ النَّاسِ صَدَقَةٌ.
"Setiap
sendi dari manusia atasnya sedekah, setiap hari yang terbit matahari padanya
melakukan keadilan di antara manusia adalah sedekah." (Muttafaqun 'alaih).[29]
. Berdamai disyari'atkan di antara kaum
muslimin dan orang-orang kafir, di antara orang-orang adil dan zalim, di antara
suami istri saat berselisih pendapat, di antara tetangga, karib kerabat, dan
teman-teman, di antara dua orang yang bermusuhan dalam persoalan selain harta,
dan di antara dua orang yang bermusuhan dalam masalah harta.
. Berdamai dalam masalah harta terbagi dua:
1. Berdamai atas iqrar (pengakuan):
Seperti
seseorang mempunyai tagihan benda atau hutang atas orang lain, keduanya tidak
mengetahui jumlahnya dan ia mengakuinya, lalu ia berdamai kepadanya atas
sesuatu, hukumnya sah. Dan jika ia mempunyai tagihan hutang atasnya yang jatuh tempo dan ia mengakui
atasnya, lalu ia merelakan sebagiannya dan menundanya sisanya, niscaya sah
merelakan dan menunda. Dan jika ia berdamai dari yang ditunda dengan
sebagiannya pada saat itu, hukumnya sah.
Perdamaian ini hanya sah apabila tidak disyaratkan dalam iqrar (pengakuan),
seperti ia berkata, 'Aku mengakui untuknya dengan syarat engkau memberikan saya
ini,' dan tidak menghalanginya haknya tanpa hal itu.
2. Berdamai atas pengingkaran:
Yaitu
bahwa mudda'i (yang mengaku) mempunyai hak yang tidak diketahui oleh mudda'a 'alaih (yang dituduh), lalu ia
mengingkarinya. Apabila keduanya berdamai atas sesuai, perdamaian itu sah. Akan
tetapi jika salah satu dari keduanya berdusta, tidak sah perdamaian itu pada
haknya secara batin, dan apa yang diambilnya adalah haram.
. Kaum muslimin berada di atas syarat
mereka, dan berdamai hukumnya boleh di antara kaum muslimin kecuali perdamaian
yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
Dan
berdamai yang boleh adalah yang adil yang diperintahkan Allah SWT dan rasul-Nya
dengannya. Yaitu yang niatkan karena ridha Allah SWT darinya, kemudian ridha
dua orang yang bermusuhan. Dan Allah SWT memujinya dengan firman-Nya:
﴿ ...... وَٱلصُّلۡحُ خَيۡرٞۗ ........ ﴾ [النساء : ١٢٨]
"dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)"
(QS. An-Nisaa: 128).
. Perdamaian adil mempunyai beberapa
syarat, yang terpenting: Kelayakan dua orang yang berdamai, yaitu sah dari
keduanya transaksi secara syara', dan perdamaian itu tidak mengandung
pengharaman yang halal, atau penghalalan yang haram, dan salah seorang dari
yang berdamai tidak berbohong dalam dakwaannya, dan yang mendamaikan seorang
yang taqwa lagi alim terhadap realita, mengetahui yang wajib, bertujuan mencari
keadilan.
. Haram atas pemilik menimbulkan sesuatu
yang membahayakan tetangganya dengan apa yang dimilikinya, berupa mesin yang
kuat atau oven (tungku) dan semisal keduanya. Jika tidak membahayakan, maka
tidak mengapa. Dan bagi tetangga atas tetangganya ada hak-hak yang banyak, yang
terpenting: menghubunginya, berbuat baik kepadanya, tidak menggangunya, sabar
atas gangguannya, dan semisal yang demikian itu yang wajib kepada seorang
muslim.
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata, 'Rasulullah
SAW bersabda:
مَازَالَ
جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ. متفق
عليه.
"Jibril
a.s senantiasa berpesan kepadaku dengan (selalu berbuat baik) kepada tetangga,
sehingga aku mengira bahwa ia akan mewarisnya." (Muttafaqun 'alaih).[30]
10. Hajr
. Hajr
adalah menghalangi manusia dari mendayagunakan hartanya karena sebab syar'i.
. Hikmah disyari'atkan hajar:
Allah
SWT memerintahkan menjaga harta dan menjadikan di antara sarana-sarana hal itu
adalah hajr kepada orang yang tidak bisa mendayagunakan hartanya, seperti orang
gila, atau dalam pendayagunaannya mengandung penyia-nyiaan harta seperti anak
kecil, atau dalam pendayagunaannya mengandung pemborosan seperti orang bodoh,
atau ia mendayagunakan sesuatu yang ada di tangannya yang membahayakan hak
orang lain seperti orang bangkrut yang diberatkan oleh hutang-hutang. Maka
Allah SWT mensyari'atkan hajr untuk memelihara harta mereka.
. Hajr terbagi dua:
1.
Hajr untuk orang lain: seperti hajr kepada
orang yang bangkrut untuk orang-orang
yang memberi pinjaman kepadanya.
2.
Hajr untuk dirinya: seperti hajr kepada
anak kecil, orang bodoh, dan orang gila untuk
memelihara hartanya.
. Orang yang bangkrut adalah orang yang
hutangnya melebihi hartanya, dan hakim menghajarnya (menghalanginya melakukan
transaksi) dengan tuntutan orang-orang yang memberi pinjaman kepadanya atau
sebagian mereka. Haram atasnya melakukan transaksi yang membahayakan
orang-orang yang memberi pinjaman kepadanya, dan transaksinya tidak sah,
sekalipun belum dihalangi (oleh hakim) atasnya.
. Siapa yang hartanya sejumlah hutangnya
atau lebih banyak, tidak dihalangi atasnya dan ia disuruh melunasinya. Maka
jika ia menolak, ia ditahan dengan permintaan pemiliknya. Dan jika ia
bersikeras dan menolak menjual hartanya, hakim menjualnya dan membayarkannya.
. Barang siapa yang hartanya lebih sedikit
dari kewajiban hutangnya yang jatuh tempo, maka dia seorang yang bangkrut yang
wajib dihalangi atasnya dan menginformasikan kepada manusia dengannya agar
mereka tidak terperdaya dengannya, dan dihalangi atasnya dengan permintaan
orang-orang yang memberi pinjaman kepadanya, atau sebagian mereka.
. Apabila telah sempurna hajr kepada orang
yang bangkrut, terputuslah tuntutan darinya, dan ia tidak boleh melakukan
transaksi dengan hartanya. Maka hakim menjual hartanya dan membagi harganya
sejumlah hutang-hutang kepada orang-orang yang memberi pinjaman yang jatuh
tempo. Jika tidak tersisa sesuatu atasnya, terlepaslah hajr darinya karena
hilangnya sesuatu yang mewajibkannya.
. Apabila hakim telah membagi harta orang
yang bangkrut di antara para kreditornya, terlepaslah tuntutan darinya dan
tidak boleh menekan dan menahannya karena hutang ini, tetapi dia dilepas dan
diberikan tempo sampai Allah SWT memberi rizqi kepadanya dan menutupi hutang
yang tersisa untuk para kreditornya.
. Dan barang siapa yang tidak mampu membayar hutangnya, ia tidak
boleh dituntut dengannya dan haram menahannya, dan wajib menunggunya dan
melepaskannya adalah sunnah, karena firman Allah:
﴿ وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةٖ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ
مَيۡسَرَةٖۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٨٠ ﴾ [البقرة: ٢٨٠]
"Dan
jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui" (QS.
Al-Baqarah: 280)
. Keutamaan menunggu orang yang susah:
Menunggu
orang yang susah, apabila sudah jatuh tempo padanya merupakan suatu pahala
besar, karena sabda Nabi SAW:
...
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلَهُ صَدَقَةٌ. أخرجه أحمد
"…
Barang siapa yang menunggu orang yang susah, maka untuknya setiap hari dua
seumpamanya sebagai sedekah." (HR. Ahmad).[31]
. Barang siapa yang menemukan barangnya di
sisi orang yang bangkrut, maka ia paling berhak dengannya, apabila ia belum
mengambil sedikitpun dari harganya, dan orang yang bangkrut masih hidup, dan
benda tersebut dengan sifatnya pada miliknya, belum berubah.
. Menghalangi orang yang bodoh, anak kecil,
dan orang gila, tidak memerlukan hakim. Ayah yang mengurus mereka, jika ia
seorang yang adil lagi cerdas, kemudian yang menerima wasiat, kemudian hakim,
dan wali harus menggunakan dengan yang paling berguna untuk mereka.
. Hajr hilang dari anak kecil karena dua
perkara:
1.
Baligh, seperti yang telah terdahulu.
2.
Cerdas, yaitu baik dalam menggunakan harta,
dengan diberikan harta dan dicoba dengan melakukan jual beli, sehingga
diketahui baiknya dalam melakukan transaksi.
Firman Allah SWT:
﴿ وَٱبۡتَلُواْ ٱلۡيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا
بَلَغُواْ ٱلنِّكَاحَ فَإِنۡ ءَانَسۡتُم مِّنۡهُمۡ رُشۡدٗا فَٱدۡفَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ
أَمۡوَٰلَهُمۡۖ ......
﴾ [النساء : ٦]
"Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika
menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya"
(QS. An-Nisaa: 6).
. Apabila orang yang gila telah berakal dan
cerdas, atau orang yang bodoh sudah cerdas, yaitu ia baik menggunakan harta,
maka ia tidak lalai dan tidak menggunakannya pada yang haram, atau pada yang
tidak berfaedah, hilanglah hajr dari keduanya dan dikembalikan harta itu kepada
mereka.
. Kecurangan (tidak mau membayar hutang)
orang yang kaya menghalalkan kehormatan dan menghukumnya, maka disyari'atkan
menahan orang yang terhutang yang mampu tapi curang sebagai pelajaran baginya.
Adapun orang yang susah, maka baginya adalah hak ditunggu, dan memaafkan lebih
baik dan lebih terpuji.
11. Wakalah
(perwakilan)
. Wakalah adalah menggantikan yang
boleh melakukan transaksi seumpamanya, pada sesuatu yang bisa digantikan.
. Hikmah disyari'atkannya perwakilan:
Perwakilan
adalah termasuk keindahan Islam. Setiap orang, dengan hukum pertaliannya dengan
orang lain, terkadang mempunyai hak untuk atau mempunyai tanggungan hak kepada
orang lain. Maka bisa jadi ia melakukannya secara langsung dengan dirinya
sendiri dalam mengambil dan memberikan, atau menyerahkannya kepada orang lain.
Tidak semua orang mampu melaksanakan semua urusannya dengan dirinya sendiri.
Dan karena alasan inilah, Islam membolehkan memberikan perwakilan kepada orang
lain untuk melaksanakannya, sebagai pengganti darinya.
. Wakalah: adalah transaksi yang
dibolehkan, boleh bagi setiap wakil dan yang memberikan hak kuasa
membatalkannya di waktu kapanpun.
. Wakalah terlaksana dengan ucapan dan
perbuatan yang menunjukkan atas hal itu.
. Hak-hak terbagi tiga:
1.
Bagian yang sah perwakilan padanya secara
mutlak, yaitu sesuatu yang bisa digantikan, seperti transaksi, pembatalan,
batas-batas dan semisalnya.
2.
Bagian yang tidak sah perwakilan secara
mutlak padanya, yaitu ibadah badaniyah yang murni, seperti bersuci, shalat, dan
semisalnya.
3.
Bagian yang sah perwakilan padanya disertai
lemah, seperti haji yang wajib dan umrahnya.
. Sah perwakilan dari orang yang boleh
melakukan transaksi untuk dirinya sendiri, dan sah pemberian wakalah pada
segala transaksi yang boleh digantikan padanya, seperti jual beli, sewa
menyewa, dan semisalnya. Dan pembatalan, seperti talak, memerdekakan, aqalah,
dan semisalnya. Dan pada had-had dalam menetapkan dan menyempurnakannya, dan
semisal yang demikian itu.
. Keadaan-keadaan wakalah:
Wakalah:
sah dalam waktu tertentu, seperti seseorang berkata: ‘Engkau menjadi wakil saya
selama satu bulan.’ Sah pula bergantung dengan syarat, seperti ia berkata:
‘Apabila telah sempurna penyewaan rumah saya, maka juallah.’ Dan sah pula
secara langsung, seperti ia berkata: ‘Engkau sebagai wakil saya pada saat ini.’
Dan sah menerimanya secara langsung dan ditunda.
. Wakil tidak boleh memberikan wakalah pada
sesuatu yang dia diberikan wakalah padanya kecuali apabila yang memberikan
wakalah mengijinkannya dengan hal itu. Maka jika ia tidak mampu, ia boleh
memberikan wakalah kecuali pada persoalan harta, maka harus mendapatkan ijin
yang memberikan wakalah.
. Wakalah menjadi batal dengan beberapa hal
berikut ini:
1.
Pembatalan salah seorang dari keduanya bagi
wakalah itu.
2.
Muwakkil (yang memberikan wakalah) mencabut
wakalahnya dari wakil.
3.
Meninggal salah seorang dari keduanya atau
hilang ingatan.
4.
Ditahan karena bodoh kepada salah seorang
dari keduanya.
. Boleh wakalah
dengan memberikan upah atau tanpa upah. Wakil adalah orang yang diberi
kepercayaan pada sesuatu yang diwakilkan kepadanya, ia tidak menjamin sesuatu
yang rusak di tangannya bukan karena kelalaian. Jika ia melewati batas atau lalai,
ia mengganti, dan diterima ucapannya dalam menolak kelalaian disertai
sumpahnya.
. Barang siapa yang mempunyai kemampuan dan
bisa menjaga amanah dan ia tidak khawatir akan berbuat khianat, dan wakalah tidak akan merepotkannya, maka
wakalah itu disunnahkan pada dirinya, karena mengandung pahala, sekalipun
dengan upah, disertai niat ikhlas dalam
menyempurnakan pekerjaan.
loading...
No comments:
Post a Comment